find the truth


maniknya masih asik menatap layar ponsel saat ia menangkap ketukan kecil jemari lentik seseorang di meja di hadapannya.

“ken, bukan? masih inget gue gak?”

ken menatap perempuan di hadapannya, berpikir dimana ia sempat bertemu dengan perempuan ini. matanya seketika membola saat ia mengingat pertemuan mereka pertama kali di sebuah kedai makan.

“karin?”

“iya, gue karin! wah, gak nyangka lo masih inget gue padahal waktu itu ketemu bentaran doang.”

“gue lebih gak nyangka kita bisa ketemu lagi.”

perempuan itu tertawa kecil menanggapi. menurut ken, perempuan dihadapannya ini memiliki paras cantik yang tidak membosankan. kepalanya mengangguk saat karin meminta ijin duduk di kursi seberangnya. setelahnya diantara keduanya terdiam, menciptakan suasana canggung yang membuat ken sedikit tidak nyaman.

“ehm, lo kesini sendirian ken?”

ken mengangguk kecil, “iya, emang niatnya me time sih.”

“eh terus gue ganggu dong?”

ken buru-buru menggelengkan kepalanya tak enak, “nggak kok, malah gue seneng sekarang ada temen ngobrol.”

wajah karin yang semula merasa bersalah perlahan menampilkan senyum manisnya kembali. ia melambaikan tangan pada seorang waitress kemudian menyampaikan pesanannya. dan sembari menunggu minumannya datang, ia kembali membuka pembicaraan.

“gue nyesel waktu itu gak minta kontak lo, ken.”

ken mengernyit bingung, “kenapa nyesel?”

“gue ngerasa aja kita bisa jadi temen sewaktu gue jemput abang gue waktu itu. lo keliatannya asik.”

“ah, lo berlebihan, gue gak seasik itu kok.” ken menunduk menyembunyikan wajahnya yang merona akibat pujian kecil itu.

pembicaraan berlanjut hingga keduanya mengetahui bahwa satu sama lain hanya terpaut umur satu tahun. dulu ken murid percepatan, itu yang membuat ia lebih dahulu satu tahun mengenyam bangku perkuliahan dibanding karin.

“lo anak manajemen UYG kan, abang gue yang lo tolong waktu itu juga mahasiswa sana, terus jadi asdos juga, lo tau?”

jelas tau, bahkan beberapa hari lalu mereka sempat bertemu dan menghabiskan waktu berdua. bahkan keduanya pun sedang terlibat sebuah skandal, yang membuat ken kini bingung menjawab pertanyaan karin itu.

dan berakhir ken menjawab ragu-ragu, “iya, gue tau.”

“lo kenal?”

“abang lo ngajar di kelas gue juga.”

karin terlihat mengetuk-ngetuk meja depannya saat kembali melempar pertanyaan, “lo kenal sejauh apa sama abang gue?”

hampir saja ken menyemburkan es kopinya saat pertanyaan itu ditujukan padanya oleh karin, beruntung ia masih bisa mengontrol diri dan mempertahankan raut wajahnya agar tak panik.

belum sempat ken menjawab, seorang waitress datang membawa pesanan karin. ken diam-diam menarik nafas lega, sembari mempersiapkan jawaban yang akan ia beri pada adik dari asdosnya itu.

sepeninggal waitress tadi, suasana antara keduanya kembali canggung. namun karin lebih dulu menatap ken sembari mengaduk milkshakenya, meminta jawaban.

“ya cuma sebatas mahasiwa sama asdos yang gantiin dosen di kelasnya, kebetulan dosen gue cuti jadi abang lo ngajarnya full. dia juga kating gue, ya sekedar kenal gitu aja tau namanya cuman gak sering ketemu.”

“abang gue udah lama gak balik pulang.”

ken menaikkan satu alisnya, menunggu karin yang terlihat masih ingin berbicara.

“gue denger dia ada skandal di kampus, lo tau itu?”

sekarang ken harus menjawab apa? tak mungkin ia tak tau karena ia lah orang yang juga terdapat dalam video itu. tapi ada ragu dalam hatinya untuk mengungkapkan yang sebenarnya pada karin, terlebih raut wajah perempuan itu nampak tak seramah sebelumnya.

sorry kayaknya lo gak nyaman ya sama pertanyaan-pertanyaan gue?”

melihat karin memasang wajah bersalah kembali membuatnya tak enak lalu menggeleng pelan, “enggak kok, cuman agak kaget doang, hehe.”

kekehan kecil yang keluar dari bibir ken ia maksudkan untuk mencairkan suasana, terbukti dari karin yang kini kembali terlihat lebih bersahabat, seakan melupakan pertanyaannya tadi.

oh, atau tidak.

“jadi gimana, lo tau?”

ken pikir tak ada jalan lain untuk ia mengelak, terlebih sepertinya karin mengetahui beberapa hal, dan bertanya padanya hanya untuk mencocokkan kenyataan.

“sebenernya gue orang yang ada dalam video itu.”

sesuai perkiraan ken, karin tidak terkejut, perempuan itu sudah mengetahuinya. kini ia sedikit was-was, apa lagi pertanyaan yang akan perempuan itu lemparkan padanya.

“gue sempet denger itu dari dion. dia anak manajemen juga seangkatan sama lo, jadi dia juga tau soal video itu. gue juga sempet liat videonya, gue agak kaget.”

ken sebenarnya ingin bertanya siapa dion, terlebih ia tidak banyak tau teman seangkatannya. dalam mulutnya seakan telah tersiapkan banyak pembelaan, begitu mendengar apa yang karin ucapkan, ia tak mau dianggap lelaki murahan, atau sebagainya. namun sayang, bibirnya terkatup rapat, tak berbicara apapun sesuai dengan keinginannya sedari tadi.

dan nampaknya karin menyadari itu, membuat ia memilih menjelaskan kata-katanya sebelum ken salah paham.

“gue gak maksud nganggep lo ngegoda abang gue. gue tau abang gue dengan baik. sebenernya dia dulu pacar gue, sebelum akhirnya mama milih nikah sama papanya adnan dan buat gue sama dion berakhir jadi adek tirinya adnan.”

ken terkejut mendengar penjelasan itu, ternyata dugaannya dulu yang sempat mengira perempuan itu pacar adnan jelas benar. ia menyadari tatapan perempuan itu saat menjemput adnan di kali pertama pertemuan mereka.

sempat beberapa menit terdiam, ken seakan dikejutkan kembali dengan ingatannya bahwa perempuan di hadapannya inilah yang malam itu ditangisi adnan, saat pertama kali mereka bertemu, saat adnan menangis dipelukannya dan meminta ditenangkan.

pertemuan yang kemudian membuahkan pertemuan-pertemuan lain dengan kondisi dan tokoh yang sama.

“adnan emang kadang suka mabuk, mungkin akhir-akhir ini sering apalagi banyak pikiran. gue sempet kaget waktu dia nempel ke lo waktu mabuk hari itu, sebenernya dia tipe yang lebih suka mabuk sendiri, gak ditemenin. gue baru tau dia bisa manja sama orang yang notabene gak dia kenal waktu dia mabuk.”

informasi baru lagi yang ken dapatkan tentang adnan. sejak terakhir di rumah pram, setiap bertemu dengannya beberapa hari terakhir adnan tidak ia perbolehkan mabuk sekali pun, dan lelaki itu juga menurutinya dengan suka rela.

ia jadi bingung, apa adnan tidak banyak pikiran sepertinya? di saat dirinya sangat ingin kembali kuliah seperti biasa dan membersihkan namanya, apa adnan tak menginginkan hal yang sama?

melihat ken yang masih terdiam, karin memutuskan kembali bertanya, “lo selama ini tetep kuliah? lo baik-baik aja, ken?”

karin bertanya dengan lembut, sudah lama rasanya ken tidak pernah ditanyai keadaannya oleh siapapun bahkan temannya, hal itu membuat manik hitam ken berkaca-kaca.

“gue ijin lebih dari seminggu, orang kampus serem-serem rin, gue gak kuat buat ngadepin semua kata-kata buruk mereka buat gue. walaupun gue jelasin itu bukan mau gue pun, gue bakal dianggap salah dan murahan karena udah ngegoda dosen.”

mendengarnya, membuat karin merasa iba. rasa kesalnya pasa adnan makin besar, kakaknya itu secara tak sadar telah mengorbankan kehidupan perkuliahan ken yang seharusnya nyaman dan baik-baik saja, menjadi berbalik 180 derajat dari seharusnya. ia berjanji akan mewakilkan ken untuk memukuli kakaknya itu sebagai hukuman.

tak ada yang bisa ia lakukan selain mengelus punggung tangan ken dengan lembut, mencoba memberi dukungan pada ken yang kini tertunduk sembari menghapus bulir bening yang tak sengaja jatuh dari sudut matanya.

ken kembali menatap karin, ia telah melewati setengah tahap untuk jujur, ia pikir tak ada salahnya ia bercerita mengenai keluh kesahnya pada perempuan yang kini masih menggenggam tangan kanannya itu.

“gue pikir gue dijebak rin, gamungkin itu video ada dan kesebar kalo gaada yang rencanain ini sebelumnya kan? waktu itu kebetulan gue lagi nyari pram ke atas, terus liat abang lo duduk di sofa, maunya gue samperin suruh pulang doang, tapi apa yang terjadi setelah itu bahkan gapernah gue pikirin sebelumnya...”

karin yang mendengar itu semula sempat terkejut, namun cepat-cepat ia kembalikan raut wajahnya menjadi semula, masih menjadi pendengar yang baik bagi ken.

karin kemudian mengelus bahu ken pelan, “gue harap semua hal buruk yang nimpa lo ini bisa cepet berlalu, ken. gue yakin lo orang baik, semua orang bakal sadar kalo apa yang mereka lakuin ke lo itu salah, dan semua bakal kembali baik kayak semula, lo yang sabar ya.”

ken mengangguk mengiyakan, dalam hati berucap doa yang sama agar setidaknya ia bisa membuktikan ia bukan seperti yang anak-anak kampus katakan.

karin yang semula ingin menanyakan hubungan ken dan adnan pun menjadi urung, itu bukan pertanyaan yang tepat untuk ia tanyakan pada lelaki di seberangnya ini. cukup dengan ia yang telah yakin bahwa ken adalah orang yang baik, tidak seperti pikirannya pertama kali, semua rasa penasarannya bisa ia bendung pelan-pelan.

ia mencoba membawa topik santai, menanyakan kesukaan ken, begitupun dengan hobi dan kebiasaannya, bahkan mereka sempat bertukar nomer ponsel dan berjanji akan bertemu lagi saat senggang.

senyum ken kembali muncul, kini ia lebih rileks berkat karin yang mengerti suasana. ia tak menyesal bertemu dengan perempuan cantik di hadapannya itu, dalam kepalanya terpikirkan jelas saja adnan menangis sebegitunya saat hubungan keduanya berakhir.

namun topik santai yang mereka bicarakan nampaknya tak bisa menutup rasa penasaran ken, terlebih ketika ia menyadari foto profil karin setelah mereka bertukar nomer, sama dengan foto profil yang ia lihat di ponsel seseorang beberapa hari yang lalu.

ken tak bisa menahan rasa ingin taunya, membuat ia tiba-tiba bertanya pada karin dengan hati-hati.

“rin, kalo boleh tau, lo ada hubungan apa sama pram? lo waktu itu dateng ke pesta pram kan yang malem minggu?”

karin sempat terdiam, seperti memilih kata yang tepat untuk mendeskripsikan hubungan keduanya.

“pram temen gue dulu dari awal smp, sebenernya dia temen deket dion dan akhirnya deket sama gue juga. kita deket lebih dari temen yang seharusnya, sampe waktu itu pram nembak gue dan gue tolak karena gue gak punya perasaan yang sama.”

ah, bahkan fakta ini membuktikan dengan jelas alasan nama kontak karin sepanjang itu pada ponsel pram.

namun ken masih mencoba menggali info lebih dalam, ia pun bertanya kembali.

“tapi lo masih temenan sama dia?”

“setelah waktu itu gue pacaran sama adnan, dia tiba-tiba ngilang. gue juga ngerasa gak nyaman sih, tapi gue gak kepikiran kita bakal sejarang itu ketemunya. gue ketemu dia paling kalo dia lagi main ke rumah nyari dion, tapi seringnya mereka main keluar.”

“pram sedeket itu sama dion?”

“hmm setau gue sih iya, kenapa? lo kenal mereka?”

belum sempat ken menjawab, karin menyela terlebih dahulu, “ah kayaknya pertanyaan gue bodo banget, kan kalian satu angkatan di kampus ya? masak gakenal sih ahahaha!”

karin menertawakan pertanyaan bodohnya, mengabaikan raut wajah ken yang kini berubah kusut memikirkan hubungan dari semua info yang ia dapatkan hari ini.

pesta pram, teman dekat yang dipercaya pram, orang yang menggendong ken ke kamar, semua dugaan adnan yang disampaikannya beberapa hari lalu kini terus berputar dalam pikirannya.

hingga ponsel karin berdering nyaring, menyadarkan keduanya dari kegiatan masing-masing.

“halo”

”...”

“udah di depan? tunggu gue.”

sambungan telepon terputus, karin pun membereskan diri dan berdiri lebih dulu.

“ken, abang gue udah di depan jemput, gue balik duluan gaapa ya, see you next time!”

karin melambai ke arahnya, yang ia balas lambaian juga. pandangannya mengikuti arah karin berjalan, seperti penasaran kakak yang mana yang katanya menjemputnya.

hingga pandangannya menangkap seorang lelaki tinggi dengan kemeja putih lengkap dengan kacamata, tangannya mengusak rambut karin sembari tersenyum yang kemudian dibalas pukulan—ralat, tinjuan keras di bahu kanannya membuat si empu mengaduh sakit namun masih tertawa.

lelaki itu, lelaki yang sama yang menemaninya beberapa hari yang lalu, adnan.

pandangan mereka bertemu, ken memasang senyum kaku, namun yang tak ia sangka, adnan membuang wajahnya dan bergegas masuk ke mobil, meninggalkan ken yang terperangah dengan raut wajah kecewa, perasaan asing tak mengenakkan yang tadi sempat timbul saat ken berpikir betapa berharganya karin bagi adnan, kembali menyeruak ke permukaan.

“kayaknya bener kata jian, gue emang terlalu gampang buat dibodohin.”