Meet Again


setelah hampir berkeliling tiga jam mencari jalan pulang, akhirnya ken menyerah. ia berhenti di suatu tempat makan yang tak cukup besar, namun tak kecil juga, lalu masuk ke dalamnya. cacing-cacing dalam perutnya telah berdemo besar, meminta untuk diberi makanan segera.

suasana tempat makan itu cukup hening, wajar saja, ini sudah hampir pukul sebelas malam. tak banyak kursi dan meja yang terisi, jika dihitung mungkin ada sekitar enam orang termasuk dirinya.

ia memilih mengabaikan ponselnya, kemudian memakan pesanannya dengan fokus tinggi.

hingga ia tak menyadari, kursi di bagian depannya terisi oleh seseorang yang kini memandangnya dengan tatapan sayu.

“anjing!”

tangannya refleks menepuk mulut akibat barusan berkata kasar. namun orang lain pun akan bereaksi sama dengannya di situasi macam ini.

“lo siapa dah tiba-tiba duduk disini?”

lelaki di hadapannya hanya memandang kosong ke arahnya, membuat ken merasa bingung harus apa.

namun beberapa waktu kemudian, ia menyadari mengapa wajah orang di hadapannya ini tampak sedikit tak asing,

“lo tokek yang nempelin gue kemaren kan??”

sial memang, lagi-lagi ia bertemu lelaki mabuk yang menempelinya semalaman kemarin. dan nampaknya, kali ini lelaki itu dalam kondisi yang sama, hanya saja nampak setengah sadar.

“jangan nempelin gue lagi lo, mending pulang dah sana!”

lelaki dihadapannya menggeleng pelan, seakan menjawab tidak mau pulang. namun ken tentu tak kehabisan akal.

“ponsel lo mana? gue telponin adek lo dah biar dijemput.”

bibir lelaki itu sedikit terbuka, nampak akan berbicara sesuatu membuat ken menunggunya dengan sabar.

“aku hik.. bisa membuatmu hik.. jatuh cinta kepadaku hik.. meski kau tak cinta..”

ken melongo, tak menyangka lelaki yang kalau tak salah bernama adnan ini malah bernyanyi bukannya menjawab pertanyaannya sebelumnya. tenang, ken masih punya stok kesabaran.

“ishh lo jangan ngamen disini, mending pulang sekarang, gue juga mau pulang.”

ketika ken memilih beranjak dari kursi yang ia duduki, lelaki di hadapannya itu menarik pergelangan tangan kirinya, membuat langkahnya terhenti.

“gue mau bayar makanan gue dulu, bentar kesini lagi.”

ajaibnya, genggaman pada pergelangan tangannya terlepas namun tergantikan dirinya yang kini lagi-lagi dipandangi dengan tatapan sayu dari mata tajam milik lelaki tadi.

seusai menyelesaikan pembayarannya, ia menepati janji dengan kembali ke kursi yang tadi ia duduki. matanya menoleh pada adnan yang kini mengerjap ngantuk beberapa kali.

“nama lo adnan kan? gatau kenapa dari kemaren gue bisa ketemu lo dalam keadaan lo mabuk gini, tapi lo mau pulang gimana? mau gue pesenin taksi?”

awalnya ia ingin menghubungi karin, adik dari lelaki di hadapannya itu langsung agar segera dijemput dibawa pulang, namun setelah ia mencoba mencari, sepertinya lelaki itu tak membawa ponselnya.

adnan bangun dari duduknya tiba-tiba, sedikit terhuyung membuat tubuhnya condong ke depan ke arah ken. ken yang saat itu menatapnya was-was segera menangkap tubuh jangkung yang hampir jatuh itu, yang kini malah melingkarkan tangan erat pada pinggangnya.

“e-eh lo ngapain?”

“bentar..”

adnan menjawab pendek, kepalanya bersandar nyaman di bahu lebar milik ken. ken diam-diam menghembuskan nafasnya pelan, merasa sedikit tidak nyaman dengan posisi mereka saat ini.

“anter gue pulang, please..”

kepalanya menoleh ke kiri, hingga kini maniknya menangkap pandangan sayu milik adnan yang masih menatapnya sedari tadi.

“gue bawa motor, nanti lo jatuh kalo boncengan sama gue dalam kondisi begini.”

lingkaran tangan pada pinggangnya masih erat, adnan bahkan sempat mengusak wajahnya beberapa kali pada ceruk leher ken yang membuatnya mengaduh geli.

“keluar, gue bawa mobil.”

mungkin karena kondisi tubuhnya yang cukup lelah akibat tersasar tadi, dan ingin pulang secepatnya membuat ia mengangguk dan menuruti perkataan lelaki yang bahkan ia tak kenal itu.

mereka baru bertemu dua kali, dalam keadaan lelaki satunya yang mabuk, mereka bahkan tak ada berkenalan dan kemungkinan lelaki yang kini sedang ken papah menuju mobil hitam di parkiran sana tak tau namanya.

tapi itu bukan masalah, lagipula ia tak berharap mereka akan bertemu lagi setelah ini. katakan cukup untuk kesialannya setelah putus cinta, besok ia akan melalukan ritual buang sial bersama sahabatnya, jian.

***

ken mengendarai mobil hitam itu dengan kecepatan sedang. beruntung ia bisa mengemudikannya, dan sebelum lelaki pemilik kendaraan roda empat itu memejamkan matanya akibat pusing, ia sempat memberikan arah jalan rumahnya yang ternyata berada di sekitar perumahan milik pram.

dan beruntungnya lagi, ia tak tersasar. seakan jalan yang sekarang ia lewati berbeda dengan tempatnya berputar-putar hingga tersasar sejak sore tadi.

lima belas menit hingga keduanya telah sampai di depan sebuah rumah berlantai tiga dengan pagar mewah yang menjulang tinggi. ken bahkan sempat menduga-duga halaman rumah itu akan seluas apa dan fasilitas apa saja yang ada di dalamnya.

namun ia tak punya banyak waktu, kelopak matanya juga semakin memberat akibat menahan kantuk. ia memilih menepuk pelan lengan atas milik lelaki yang tertidur disampingnya, yang kini menggeliat pelan.

“hei, bangun. udah sampai di rumah lo.”

adnan mengerjap pelan, menyesuaikan pandangannya setelah sempat terlelap sebentar tadi. ia masih menatap intens lelaki manis yang berada di belakang kemudi mobilnya, membuat lelaki yang ditatap bergerak salah tingkah.

“lo kenapa dah? ayo keluar cepet, gue gak enak mencet bel rumah lo jam segini.”

tangan kanannya telah bersiap membuka pintu sebelum langkahnya kembali tertahan akibat adnan yang tiba-tiba menggenggam tangannya lembut.

“makasih, seneng bisa ketemu lo. gue harap kita bisa ketemu lagi lain kali.”

ken bahkan belum sempat menggeleng dan menyuarakan ketidaksetujuannya pada perkataan itu saat menyadari adnan telah keluar terlebih dahulu, kemudian dihampiri oleh satpam rumahnya.

ia yang saat itu telah bersiap menghubungi pram untuk ijin menginap di rumahnya menjadi urung, saat seorang lelaki tua yang kemudian ia ketahui sopir pribadi milik adnan menawarinya untuk mengantar pulang. ah, lebih tepatnya memaksa untuk mengantarnya pulang.

perjalanannya pulang diisi oleb keheningan, setelah menyampaikan alamat rumahnya secara rinci pada sopir yang mengantarnya pulang, ken lebih memilih mengarahkan pandangannya pada jendela, mengamati jalanan sepi di luar sana.

ken masih tak bersuara saat dirinya turun dari mobil hingga kini telah berada di depan pagar rumahnya, dalam kepalanya masih terngiang ucapan adnan tadi yang seakan melekat dan berputar terus dalam pikirannya,

ketemu lagi lain kali, ya?