write.as

suara pintu diketuk.

“it’s time,” kata seseorang dari balik pintu.

wooseok menarik napas dalam-dalam.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ convenor ong seongwoo hey

convenor ong seongwoo lu diminta komandan chungha jadi representatif instrumentations S.T.A.R. Labs detroit buat kasus houston ya kim wooseok

convenor ong seongwoo go on and make me proud

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ terkadang, rasanya begini: wooseok begitu terlena dengan pekerjaannya sampai lupa dengan fakta bahwa menjadi bagian dari institusi yang bergerak dalam perlindungan bumi dari segala ancaman terestris maupun ekstraterestris berarti ia berada di garda terdepan dalam hal menghadap ajal.

realisasi itu datang bersama teks dari sang convenor yang memutuskan bahwa ia harus pergi menangani kericuhan di houston, texas. pentagon yang sudah sepatutnya menjadi contoh entah bagaimana lalai mengeksekusi proyek rahasia mereka, dan nyawa ribuan warga houston jadi tanggungannya. kabar paling barunya, sekelompok manusia yang teridentifikasi sebagai kelinci percobaan gagal pentagon tersebut kini tengah berkeliaran di houston, merangsek tanpa ada kesadaran sama sekali, terprogram untuk menghancurkan setiap objek yang menghalangi pandangan mereka. dan wooseok harus berada di sana, mengembangkan sebuah alat penetralisir sebelum warga lainnya terjangkit oleh virus yang sama, tertular oleh manusia-manusia super tersebut.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ you are they trying to weaponize the virus?

convenor ong seongwoo no idea kronologinya macam apa. but now that they’re out, kita yg harus beresin semuanya

convenor ong seongwoo pack your stuffs ya. real quick. lu bakalan dikontak komandan sbtr lagi

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ derap tangan yang mengetuk pintu itu sekali lagi terdengar tidak sabar.

“i’m coming, i’m coming,” sahut wooseok dari dalam kamar mandi, mengepak barang-barangnya dengan tergesa. tidak banyak yang berhasil masuk ke dalam ranselnya, berhubung surat tugas itu turun secara tiba-tiba. satu detik ia tengah mencemili udang kecap kesukaannya sambil menunggu prototipe selesai terbentuk di bengkel instrumentations, di detik selanjutnya ia sudah harus berangkat ke S.T.A.R. Labs austin untuk suatu rentang waktu yang tidak jelas juga berapa lama. rooftop west conservatory bising dengan suara helikopter yang terparkir di luar sana dan akan berangkat sebentar lagi—wooseok izin untuk pergi ke kamar mandi sebentar, butuh waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri.

karena satu detik ia hidup, tapi di detik selanjutnya? ia bisa saja mati di TKP.

hidup memang seperti itu. atau spesifiknya, S.T.A.R. Labs memang seperti itu. ini sumpah yang diambilnya sewaktu upacara pelantikan: untuk mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi. sesuatu yang harus dijunjungnya selama namanya masih terasosiasikan dengan S.T.A.R. Labs.

procedures, over personal.

wooseok menarik risleting mantel paddingnya sampai atas dan menatap cerminan dirinya sendiri lewat kaca.

you can do this, batinnya dengan tangan bergetar, melingkarkan sepotong syal berwarna gading di lehernya sendiri. you’ve got nothing else to lose.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ convenor ong seongwoo see you when i see you, kim wooseok

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ itu pukul sepuluh malam waktu pasifik.

helikopter yang akan mengantarnya ke austin tidak seperti helikopter-helikopter yang pernah wooseok lihat sebelumnya—helikopter yang ini gagah, dilengkapi dengan senjata, dan mampu menampung berlusin-lusin personil. bunyi baling-balingnya yang memekakkan ditambah dengan pencahayaan neon dari rambu-rambu di sekitar helipad membuat wooseok sedikit-banyak merasa terdisorientasi: pandangannya kembali dipenuhi kunang-kunang dan ia mendapati dirinya sendiri mematung di antara hilir-mudik petugas yang berwenang. tiba-tiba saja, ransel di pundaknya terasa amat berat, dan tiba-tiba saja, melangkah maju terasa janggal.

ia hampir-hampir lupa caranya bernapas kalau bukan karena posisi berdirinya membuat seseorang menabraknya.

“out of the way, kid,” ketus yang bersangkutan.

sedih, memang, diperlakukan seperti itu. tapi setidaknya, itu berhasil menjangkarnya kembali ke realita.

wooseok menelan ludah, dan mulai melangkah menuju helikopter sesuai dengan arahan yang diberikan kepadanya. menjadi bala bantuan, atau menjemput ajal? dalam konteks ini buatnya sama saja. berkali-kali ia harus mengingatkan dirinya sendiri: ini bukan bandara. tidak akan ada yang mengantarmu pergi. kamu tidak pergi untuk berlibur. ini bisa jadi terakhir kalinya kamu melihat garis langit detroit, atau bisa juga tidak. kamu tidak tahu apa yang kamu tidak tahu. tidak ada orang yang tahu apa yang mereka lakukan.

ini tugas negara.

pergi atau tidaknya wooseok akan membawa dampak yang signifikan.

tapi pergi atau tidak perginya wooseok tidak akan menciptakan dampak apapun, terhadap siapapun, secara personal.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ coach lee jinhyuk last seen: 3 months ago

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ atau setidaknya, wooseok pikir begitu.

mungkin ada semacam miskalkulasi di sana. variabel yang lupa dimasukkannya ke dalam persamaan, konstanta yang kehilangan tingkat presisinya akibat pembulatan yang kepalang ekstrim. apapun itu, tidak ada satu pun kalkulasi di kepalanya yang dapat memprediksi luaran yang satu ini.

sebab dua langkah sebelum wooseok menjejakki batas yang membedakan penumpang dengan bukan penumpang, seseorang menarik pergelangan tangannya, seolah-olah memintanya untuk tidak melangkah lebih jauh lagi.

seseorang itu biasa dia lihat dalam kondisi paripurna: pantofel hitam yang tersemir hingga mengilap kau bisa bercermin di sana, kemeja yang terkancing sampai atas, mantel yang menjuntai panjang tanpa lecek, serta rambut yang tertata rapi dengan bantuan pomade. malam ini, ilusi itu terpatahkan sepenuhnya—sebab seseorang itu terlihat seperti ia baru saja lari dari kantornya ke sini, melihat bagaimana ia bernapas cepat dan pendek-pendek. mantelnya tanggal entah dimana, rambutnya acak-acakan karena angin, sementara pantofelnya ditenteng di tangan yang satunya lagi.

di antara mereka, tidak ada yang berbicara. yang satu karena sedang mengambil napas, yang satu karena tidak bisa menemukan suaranya.

“coach,” bisik wooseok, karena meskipun pria di hadapannya tidak dalam kondisi yang biasa dilihatnya, pemandangan itu, dari jarak ini, tetap sesuatu yang membuat jantungnya mau copot. terlebih, mereka belum bertemu lagi sejak pesta natal tahun lalu. “saya—ada... yang ketinggalan, kah?”

coach lee jinhyuk hanya menatapnya.

detik selanjutnya, pria itu membuang pantofelnya ke lantai, dan menggunakan tangannya yang kini kosong untuk meraup salah satu sisi wajah wooseok, lalu menciumnya di bibir penuh-penuh.

ada, ciuman itu menjawab pertanyaan wooseok di awal, ada.

mereka tidak punya banyak waktu. wooseok hanya diberi kesempatan beberapa detik saja untuk menutup matanya, membakar ciuman itu habis ke dalam memori. ia hanya diberikan kesempatan beberapa detik saja untuk membiarkan seluruh inderanya dikuasai ciuman itu sebelum sang lawan menarik diri, meski sama enggannya dengan wooseok. pria itu berdiri di hadapannya dalam jarak yang hanya bisa diimpikan wooseok selama ini—hingga sekarang, akhirnya. tepat sebelum wooseok akan pergi, untuk waktu yang mereka sama-sama tidak ketahui berapa lama.

“come back to me,” coach lee jinhyuk balik berbisik kepadanya. ia membuat wooseok menengadah, dan mengusapkan ibu jarinya di kedua pipi wooseok seolah-olah ia berusaha memetakan fitur wajahnya untuk yang terakhir kali.

percakapannya dengan kogyeol tempo hari terbesit di kepala wooseok.

“per,” ia tersedak ludahnya sendiri, lidahnya berbelit. “perjodohan—”

“it’s off,” jawab pria itu cepat. “saya yang batalkan.”

wooseok tidak tahu apakah dengan adanya semua ini berarti perjalanannya akan menjadi lebih mudah, atau justru jauh lebih sulit. tetapi toh, ia tetap harus pergi, berhubung seseorang dengan corong di mulutnya sudah mewanti-wanti seluruh personil berwenang untuk masuk ke dalam helikopter sekarang juga. diambilkannya pantofel milik sang empunya yang sempat tercecer di bawah sana, lantas menyerahkannya dengan seutas senyum yang berbicara.

i will.

lee jinhyuk tersenyum dengan cara yang sama.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ coach lee jinhyuk typing...

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ wooseok menghabiskan sepanjang perjalanannya dari detroit ke austin mendekap ranselnya begitu erat di dada sembari mengamati tirai malam perlahan-lahan terdesak matahari pagi, bertanya-tanya apakah yang semalam itu nyata.

bertanya-tanya apakah benar bahwa ketika ia pulang nanti, akan ada seseorang yang menyambut kedatangannya. bertanya-tanya apakah benar seandainya nyawanya dicabut dalam misi ini, akan ada seseorang di rumah yang akan berkabung untuknya. bertanya-tanya apakah benar kehadirannya di dunia ini pernah berarti sesuatu bagi seseorang, bertanya-tanya apakah ia sebaiknya mengusahakan untuk tetap hidup.

ponselnya tiba-tiba berdenting, dan wooseok tersenyum.

satu teks dari orang yang benar bisa berarti segalanya.

⠀ ⠀ ⠀ ⠀ coach lee jinhyuk come back to me alive

⠀ ⠀ ⠀ ⠀