write.as

“Selamat, Jihoon.”

Jihoon tersenyum lebar, menyalami teman-temannya yang sedari tadi berkeliling dan mengucapkan selamat pada anak-anak yang baru keluar dari ruang sidang.

Ketika ia melihat ke sekelilingnya, cuma euforia sukacita yang ada. Semua anak-anak yang mengambil Tugas Akhir bersamanya, lulus.

Dia sendiri mendapat nilai A.

Jihoon memeluk buket bunga yang hampir sebesar dirinya sendiri. Wanginya semerbak, dan beratnya bukan main.

Dari kejauhan, ia melihat Seongwoo sedang bersender di dinding, matanya tertuju pada seseorang. Begitu diperhatikan, ternyata dia sedang main mata dengan tak lain tak bukan, Kak Minhyun.

Memutar bola mata, Jihoon berlari kecil ke arahnya.

“Kak Onge,” sapanya. Seongwoo menoleh. “Makasih ya udah anter ini,”

“Makasih ke si Daniel lah. Berat banget itu buket. Mana belinya jauh lagi. Kak Onge tadi ngebawainnya sampe kewalahan,” cibir Seongwoo, lalu ia tersenyum.

Alih-alih membalas, Jihoon malah menoleh ke kiri dan kanan, celingukan.

“Tadi tuh gue kira dia udah duluan. Mungkin masih di jalan. Tadi mayan macet soalnya,” jelas Seongwoo, paham tentang apa yang Jihoon cari. Ia merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. “Emang dia masih belom bales?”

Gelengan kepala.

“Aneh bet. Coba kamu cek lagi deh, sini Kak Onge pegangin bunganya,” ucapnya.

Setengah tidak rela, Jihoon memberikan buket besar itu kepada Seongwoo. Ia mengambil ponselnya, mengetuk-ngetuk layar. Pandangannya meredup saat mengetahui belum ada balasan.

Namun tak sampai sedetik, ada pesan baru yang muncul.

Wajahnya mencerah. “Dibales, Kak Onge,” serunya. Buru-buru ia membuka pesan tersebut.

“Udah di mana dia?” balas Seongwoo, wajahnya terhalang oleh bebungaan itu.

“Sebentar...” Jihoon mengerutkan kening, memperhatikan bagaimana status pesannya berubah dari delivered ke read, lalu muncul bubble lain.

Pandangannya memburam.

Hey..

Have you received the flowers?

I’m glad you like it.

I’m away

Hongkong

​​​

A couple of days

I need to clear my head

I’m sorry I can’t be there

But it’s all good right? Sidang kamu?

Right, Jihoon?

​​

Jihoon

​​

Jihoon?

“JIHOON!”

​ Buket bunga itu terlempar. Bunga mawarnya berceceran. Seruan Seongwoo menggema di telinga Jihoon. Yang ia tahu adalah seluruh anggota tubuhnya lemas, telinganya pengang, dan matanya memanas. Ia tahu ia sudah membuat keributan karena tiba-tiba jatuh terduduk. Wajah Seongwoo berada tepat di hadapannya, rautnya panik, mulutnya berkali-kali membuka dan menutup seperti mengatakan sesuatu tapi Jihoon tidak bisa mendengar apa-apa.

Lantai kampus terasa dingin.

“Kak Onge,” ia berusaha berbicara, tapi seakan ada yang menahan lidahnya. Ia merasakan rasa asin di bibirnya. “Kak Daniel pergi.”

“PERGI KE MANA?”

Namun Jihoon sudah tidak bisa menjawab. Karena ia lelah. Seluruh energinya seolah terkuras. Kepalanya terkulai ke dada Seongwoo, dan ada sepasang tangan kurus yang buru-buru menepuk-nepuk punggungnya, karena ia sesenggukan begitu keras sampai rasanya tidak bisa bernapas.

Buket bunga pemberian Daniel hancur, mawarnya berceceran.