write.as

𝐏𝐞𝐧𝐜𝐚𝐫𝐢𝐚𝐧 𝐆𝐚𝐫𝐢𝐬 𝐅𝐢𝐧𝐢𝐬𝐡 ---------- "Di check lagi, sayang.." Seungkwan sedang mengecek list di ponselnya sambil memperhatikan driver milik Jeonghan yang memindahkan 3 koper ke bagasinya. Siang ini, sehari setelah pernikahan Seungcheol dan Jeonghan, Seungkwan sedang bersiap untuk kepergiannya ke singapura. Sudah ada Seokmin, Seungcheol, Jeonghan dan Bunda yang sedang akan melepas Seungkwan hari itu. Di tatapnya lama rumah yang sudah di tempatinya beberapa tahun itu, juga teras tempat dia dan LeeChan mengutarakan kata putus. Terlalu banyak yang terjadi disana untuk Seungkwan, dan dia tidak pernah mengira pergi ke singapura akan sesulit ini. "Bunda... peluk dulu dong.." Seungkwan bersungut ke pelukan sang bunda, sambil sedikit menitikkan air mata. Jeonghan di belakangnya mengusap air mata yang jatuh ke pipinya. "Hati hati ya kwanie disana? Jangan makan sembarangan, jangan jajan aneh-aneh.. perut kwanie sensitif. Jangan minum air dingin kalo baru bangun, ya?" Seungkwan melepas pelukan bunda kemudian mencium pipi bundanya kanan dan kiri, mengangguk menurut pada pesannya. Kemudian beralih ke Jeonghan yang berdiri disampingnya, memeluk kakaknya dengan sangat erat. "Udah nikah, jangan berantem lagi ya kak Han, mas Cheol, minta tolong jagain kak Han ya?? Kalian kalo udah mau pulang dari keliling eropa bulan depan bisa lah mampir dulu ke singapur ya??" Jeonghan mengangguk, kemudian mengecup pipi gembul Seungkwan satu persatu. Seungcheol mengusak rambut adik iparnya itu. "Maaf ya baby, kakak sama Cheol gak bisa antar kamu ke bandara?" "It's okay.. kalian pasti cape banget. Aku yang ga ngapa-ngapain aja cape banget.. Lagian ada kak Seok yang nganter aku juga." Seungkwan menyerahkan tas Louis Vuitton nya ke Seokmin untuk di taruh di mobil. Saat dia akan masuk mobil, ada sebuah sepeda motor yang berhenti di depan halaman rumah mereka. Seorang pria dengan tinggi semampai, celana jeans, dan kemeja putih turun dari ojek online itu. Yang Seungkwan sadari, itu adalah Moonbin yang memang mau ikut dengannya ke bandara. "Siang, kak, siang tante..." "Bin! Untung gak gue tinggal lo!" Dari tatapan Seokmin dan Jeonghan, kemudian mereka paham bahwa pria itu adalah Moonbin. "Nah sekarang tambah Moonbin deh nganter aku! Bunda, Kak Han, Mas Cheol, kenalin ini Moonbin, temen baik aku." Moonbin tersenyum dengan mata bulan sabitnya, memperkenalkan diri. Seungkwan kemudian mendorong Seokmin untuk masuk ke mobil. "Ayo cepetan, nanti takut macet di jalan nih... Bin, nanti ikut sama kak Seok pulang lagi kesini!" Moonbin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gak apa-apa nih?" "Gak apa-apa Bin. Yuk jalan sekarang?" Seokmin mengajak Moonbin masuk ke mobil, diikuti Seungkwan setelahnya di kursi penumpang. Sementara Seokmin di kursi depan sebelah supir. "Hati-hati ya Kwan di sana.. kalau ada apa-apa langsung telpon biar kakak atau kak Seok bisa langsung kesana, ya?" Kekhawatiran Jeonghan kembali terdengar saat Seungkwan membuka jendela full untuk melambaikan tangan. Sangat kentara ekspresi sedih dari sulungnya dan bunda. Menutupi sedih, Seungkwan justru tersenyum lebar. "Kalo udah sampe aku kabarin yaa!! Ayo pak jalan!" Jeonghan melepas adiknya dengan beberapa kali lambaian dan tidak bergeming sampai mobilnya hilang dari pandangan. Bunda mengusap punggungnya lembut. "Adikmu sudah besar, Jeonghan. Terimakasih sudah mendidik Seungkwan waktu ayahmu gak ada ya, nak?" Jeonghan menatap bunda dan Seungcheol bergantian, kemudian memeluk bundanya dengan sayang. -------------------- "Waaah gila berat banget!!!!" Seungkwan baru selesai check in dibantu Seokmin di check in counter bersama dengan Moonbin. Di tangannya ada tas Louis Vuitton yang biasa dipakai oleh Jeonghan, dan dipinta oleh si adik malam tadi, sebagai kenang-kenangan. Kacamata hitam Gucci milik Seokmin juga dipinta, untuk menjaganya di sana, katanya. "Sampe sini aja ya bisa nganternya. Kamu bisa sendiri kan? Udah pegang nomor sekretaris kak Han yang bakal jemput disana kan? Udah tau mukanya?" Seungkwan mengangguk, memeluk Seokmin dengan manja. "Kangen berantem nanti.. jangan putus berantemnya ya kak?" Seokmin mengangguk sambil terkekeh, mengusak rambut tebal si gembul untuk yang terakhir kali. "Kasih tau tanggal nikahnya nanti kalau bisa cocokin sama jadwal kuliah aku ya? Pokoknya sebulan sebelumnya aku harus udah tau! Aku mau ikut urusin ribet ribet pokoknya!" Moonbin yang ada disamping Seokmin, senyum-senyum melihat crushnya yang begitu manja dengan si kakak. "Iyaaa nanti kakak kasih tau. Sering telponan juga kamu, sama kak Han, sama Bunda.. jangan chat aja.." Seungkwan kemudian melepas pelukannya untuk meminta ciuman pipi kanan kiri dan dahi kepada si tengah. Setelah tiga kecupan itu, Seungkwan beralih ke Moonbin. "Bin..." Seungkwan memeluknya erat, tanpa suara. "Udah, gak perlu ngerasa bersalah, gak usah minta maaf mulu. Ditolak mah udah biasa.. Singapur juga gak jauh. Bisa lah gue dua bulan sekali kesana kalo udah dapet kerja nanti. Yang penting, stay contact aja. Ya mbul?" Mbul. Seungkwan akan kangen sekali dengan panggilan itu. Sejujurnya, Moonbin yang memaksakan diri untuk mengantarkannya ke bandara, walaupun Seungkwan bilang tidak usah. Hanya saja, Moonbin bersikeras karena kapan lagi kesempatan dia mengambil hati kakaknya, tanpa dilihat oleh LeeChan, sang rival? "Iyaa gue gak minta maaf kok. Malah gue makasih, lo udah nyediain lilin aromaterapi segini banyak buat stock gue di apartemen. Padahal disana juga kan candle store banyak.." Moonbin tersenyum dengan mata bulan sabitnya. Seungkwan kemudian jinjit dan menarik bahu Moonbin, mengecup pipi pria yang pernah ditolaknya itu. "Makasih ya bin, udah jadi teman terbaik gue selama disini, walaupun selama ini komunikasi kita diem-diem dan baru bisa bebas setelah gue putus. Makasih juga masih mau temenan sama gue walaupun gue udah dua kali nolak lo. Padahal pas sidang gue dibawain bunga, di traktir makan.." Seungkwan menggenggam jemari Moonbin untuk yang terakhir. "Semoga lo masih mau temenan sama gue beneran ya, Bin.. gak putus sampe sini aja. However, gue harap lo bisa nemu yang lebih oke dari gue. Dan banyak yang mau juga sama lo jadi lo bisa pilih-pilih deh tuh.." Moonbin tersenyum kecil. "Tapi dek, Moonbin kalo mau main kesana boleh kaan?" Seokmin menyela pembicaraan mereka. "Boleh doong! Boleh banget bin! Kalo emang mau main, pokoknya seminggu sebelum main ya kasih tau gue ajaa. Gue pasti kosongin jadwal buat nemenin lo deh!" Si teman mengangguk seadanya. "Yaudah, sana gih jalan. Tuh udah ada pemberitahuan gatenya dibuka.." Seungkwan melepaskan genggaman tangannya, untuk sekali lagi memeluk Seokmin dengan erat. "Aku jalan dulu yaa kak Seok. Nanti aku kabarin kalo udah landed. Gue kabarin juga ke lo, Bin.." Seungkwan buru-buru mengeluarkan sebuah amplop dari saku jaketnya. Amplop yang agak lusuh, kemudian diberikannya kepada Seokmin. "Nanti baca chat kalo udah mau pulang ya, kak. Aku kasih pesannya di chat aja." Sejurus kemudian, Seungkwan mengangkat totebag dan tasnya untuk disampirkan di bahu, kemudian benar-benar berpamitan untuk masuk ke gerbang pemeriksaan di airport. Seokmin dan Moonbin memperhatikan Seungkwan sampai tidak terlihat lagi. Moonbin dan Seokmin ngobrol seadanya, sampai kemudian Moonbin pamit untuk pulang ke arah yang berbeda karena masih ada urusan. Tinggallah Seokmin di mobil hanya bersama supirnya untuk kembali pulang. Ding dong! Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pesan dari Seungkwan. -𝙺𝚊𝚔, 𝚖𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚕𝚊𝚗𝚐𝚜𝚞𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚜𝚞𝚛𝚊𝚝 𝚒𝚝𝚞 𝚔𝚎 𝙲𝚑𝚊𝚗 𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚔. 𝙷𝚊𝚛𝚞𝚜𝚗𝚢𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚒𝚗𝚒 𝚍𝚒𝚊 𝚊𝚍𝚊 𝚍𝚒 𝚛𝚞𝚖𝚊𝚑 𝚜𝚒𝚑. 𝚃𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔 𝚓𝚐 𝚝𝚎𝚖𝚎𝚗𝚒𝚗 𝚍𝚒𝚊, 𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚙𝚎𝚗𝚐𝚎𝚛𝚝𝚒𝚊𝚗 𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚔 𝚔𝚊𝚕𝚊𝚞 𝚊𝚔𝚞 𝚙𝚎𝚛𝚐𝚒 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚖𝚊𝚞 𝚓𝚊𝚞𝚑 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚍𝚒𝚊. 𝚂𝚊𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚔 𝚂𝚎𝚘𝚔! Seokmin kembali meraba sakunya yang dia jejali amplop lusuh dari Seungkwan tadi. Kemudian dia menepuk supirnya untuk mampir sebentar ke apartemen Joshua. ------------------------ "Seok..." Joshua menyambut Seokmin dari luar pintu. Dia menerka ada wajah muram di ekspresi kekasihnya itu. Kemudian memeluknya dengan sayang. "Sedih banget aku gak bisa nganter Kwan... makasih ya udah nganter suratnya ke sini. Tadi pagi Seungkwan bilang sama aku.. he would told chan but once he departed karena gak mau Chan ikut ke bandara juga.." Seokmin hanya mengangguk, mengiyakan kata-kata Joshua, sambil mengajaknya masuk ke dalam. Sesampainya di dalam, ada LeeChan yang sedang menonton serial netflix di televisi sambil sedikit tertawa. Chan yang menyadari ada Seokmin, menurunkan kakinya dari sofa, ke karpet. "Hai kak.." Seokmin lantas duduk di sebelah Chan, berdampingan dengan kakaknya mengapitnya. "Dek, matiin dulu tivinya sebentar ya?" Joshua mengambil remote dari tangan Chan, kemudian mematikan saluran televisinya. "Ada apaan sih ini? Serius banget kalian.." Seokmin memberikan amplop biru muda lusuh dari kantung jaketnya ke tangan Chan. Amplop itu bertuliskan 'Untuk Lee Chan' dengan gambar balon di samping namanya. "Dari Seungkwan, Chan.. dibaca ya?" LeeChan tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya sembari dibukanya amplop tersebut. Amplop yang sepertinya sedikit wangi parfum milik Seungkwan yang dikenalnya. "Apaan ini? Kok tumben gak Chat aja?" Perlahan di robeknya amplop tersebut, kemudian dibacanya perlahan. Sesekali LeeChan terlihat membaca baris yang sama berulang kali, kemudian menatap Seokmin dan Joshua, kemudian membaca lagi. Tidak habis sampai surat itu selesai dibacanya, dan LeeChan menatap Joshua dan Seokmin dengan air mata yang tidak terbendung. "Serius? Ini gak ngebohongin gue kan, Josh? Serius Seungkwan gak disini lagi?" Joshua mengangguk, mengelus rambut adiknya dengan sayang. "I'm sorry we cannot tell you anything earlier, Chan... Seungkwan minta semuanya di rahasiain banget..." LeeChan menengadahkan kepalanya ke atas, bersandar ke sofa tinggi yang menopangnya. Tidak ada suara. Hanya ada air mata yang terus mengalir tanpa kedua kakak di hadapannya bisa apa-apa. "Jahat banget kwan... jahat banget segitunya gak mau aku tau ya kamu..." ----------------------- 𝘋𝘦𝘢𝘳 𝘓𝘦𝘦 𝘊𝘩𝘢𝘯, 𝘏𝘢𝘪 𝘤𝘩𝘢𝘯! 𝘉𝘺 𝘵𝘩𝘦 𝘵𝘪𝘮𝘦 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘪𝘯𝘪, 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘪 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘱𝘦𝘴𝘢𝘸𝘢𝘵 𝘯𝘪𝘩 𝘤𝘩𝘢𝘯. 𝘐𝘺𝘢𝘢... 𝘱𝘦𝘴𝘢𝘸𝘢𝘵. 𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪, 𝘫𝘢𝘮 2.35 𝘪𝘯𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘰𝘵𝘸 𝘬𝘦 𝘚𝘪𝘯𝘨𝘢𝘱𝘶𝘳 𝘯𝘪𝘩. 𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘺𝘢 𝘨𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘵𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘢𝘸𝘢𝘭. 𝘑𝘢𝘥𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘳𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵 𝘚2 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢. 𝘔𝘦𝘯𝘥𝘢𝘥𝘢𝘬 𝘺𝘢? 𝘕𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘪𝘩. 𝘚𝘦𝘣𝘦𝘵𝘶𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘳𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢 𝘢𝘬𝘶, 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵 𝘚2 𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘯𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪. 𝘊𝘶𝘮𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘣𝘶𝘳𝘶 𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘺𝘢.. 𝘢𝘬𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘨𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘱𝘰 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘰𝘢𝘭 𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘵𝘶 𝘺𝘢? ^^; 𝘊𝘩𝘢𝘯, 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘶𝘭𝘪𝘢𝘩. 𝘛𝘦𝘮𝘢𝘯, 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘪𝘮𝘣𝘪𝘯𝘨, 𝘮𝘶𝘴𝘶𝘩 𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨.. 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘪. 𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘰 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘶𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘨𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘢-𝘴𝘢𝘮𝘢. 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘶 𝘯𝘨𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘭𝘶𝘱𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘵𝘶𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘳𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘱𝘢 ^^; 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪, 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢, 𝘊𝘩𝘢𝘯. 𝘋𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢. 𝘓𝘦𝘦𝘊𝘩𝘢𝘯, 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘳 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘨𝘰𝘢𝘭 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘩𝘢𝘳𝘪. 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘩, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘳, 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘧𝘢𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶. 𝘋𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘢𝘪𝘬, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘦 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘧𝘢𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨. 𝘈𝘬𝘶 𝘯𝘨𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢.. 𝘩𝘢𝘩𝘢𝘩𝘢 𝘣𝘪𝘯𝘨𝘶𝘯𝘨 ^^; 𝘊𝘩𝘢𝘯, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘬 𝘚𝘦𝘰𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘒𝘢𝘬 𝘚𝘩𝘶𝘢 𝘺𝘢? 𝘐𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘵𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶. 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘯𝘦𝘬𝘢𝘵, 𝘨𝘢 𝘮𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘯𝘨𝘦𝘫𝘢𝘳 𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘦 𝘢𝘪𝘳𝘱𝘰𝘳𝘵 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘥𝘪 𝘥𝘳𝘢𝘮𝘢. 𝘗𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘦𝘵𝘶𝘨𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢.. 𝘊𝘩𝘢𝘯, 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘑𝘢𝘬𝘢𝘳𝘵𝘢. 𝘚𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘰𝘢𝘭 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘦𝘥𝘢𝘳 𝘢𝘬𝘶. 𝘚𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘭𝘢𝘨𝘪. 𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘴𝘢𝘮𝘢-𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘢𝘯? 𝘈𝘬𝘶, 𝘚𝘦𝘶𝘯𝘨𝘬𝘸𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘫𝘢𝘳 𝘨𝘢𝘳𝘪𝘴 𝘧𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶. 𝘉𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶,𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘩𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘭 𝘬𝘢𝘯𝘨𝘦𝘦𝘦𝘦𝘯𝘯𝘯 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶! 𝘓𝘦𝘦𝘊𝘩𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘴𝘪𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘬𝘳𝘪𝘱𝘴𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘸𝘪𝘴𝘶𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢! 𝘚𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘉𝘰𝘰 𝘚𝘦𝘶𝘯𝘨𝘬𝘸𝘢𝘯. ---------------