write.as

—touch me, play with me some more badan mingyu ditubruk segera setelah dia muncul di pintu kamar. wonwoo nggak pake apa-apa selain sempak dan kaos longgar. kostum favorit mingyu di tubuhnya. "kok lama sih? gue pikir lo nggak jadi dateng," tanya wonwoo, nyaris merengek. mingyu ingin menjawab tapi gagal karena berikutnya, bibirnya lah yang diserang. dipanjat kayak pohon, pemuda itu oleng. punggungnya membentur pintu. mingyu merespon dengan mengangkat satu tungkai langsing itu melingkari pinggangnya sambil berusaha mengimbangi bibir wonwoo yang ugal-ugalan. digencet di pintu dan diciumi sperti itu, mingyu cuma bisa kewalahan. ciuman panas yang serasa seabad itu selesai. seperti ditarik dari dalam air, mingyu mengerjap. dia menunduk dan menemukan wajah wonwoo lagi nyengir ke arahnya. mukanya cerah berseri-seri. bibirnya yang merah bikin dia makin memikat. cakep. tanpa sadar, jari mingyu naik dan menyentuh bibir ranum itu. tipis tapi tebal dan kenyal di bagian bawahnya. mingyu familiar betul gimana rasanya. merasa ditantang, wonwoo membuka mulut dan ngemut jari mingyu kayak permen. mingyu nggak bisa mikir apa-apa lagi. "macet. sudirman. sorry," mingyu gagap mendadak yang dimaklumi wonwoo. capek menunggu, dia menggandeng tangan mingyu dan menuntun cowok jangkung itu ke ranjangnya. perut mingyu seketika jumpalitan yang nggak ada hubungannya sama mabuk laut. "sini." duduk berhadapan, wonwoo mengangkat tangan ke udara dengan polosnya, isyarat buat mingyu untuk memulai. mingyu mengangguk dan mengangkat ujung kaos itu melewati kepala wonwoo. menyisakan daleman yang bikin celana jeans mingyu makin sesak mingyu sudah sering melihat wonwoo begini. tapi malam ini ada yang sedikit berbeda. alih-alih sempak atau boxer yang biasa dia pakai, yang satu ini lebih...manis. nggak ada warna-warna gelap yang biasa jadi lambang maskulinitas. yang satu ini warnanya putih polos dan nggak berguna menutupin punya wonwoo yang keras menonjol. ukurannya jelas kekecilan tapi wonwoo mana peduli. dia cuma peduli sama reaksi mingyu dan seberapa hebat efek garmen tipis ini kepada pemuda itu. "bagus, nggak?" bisiknya, matanya mengawasi mingyu yang nggak kedip sama sekali. lidahnya mengintip diantara bibirnya. "bagus. cocok sama lo." mata dan perhatian mingyu terpusat kesana. jarinya menyenggol pita kecil yang jadi pemanis di bagian pusar. bermain-main disana, lalu pindah ke punya wonwoo. meremas-remas. wonwoo menggigit bibirnya, bernafsu. "boleh minta tolong lepasin?" dengan senang hati. mingyu menatap pemuda yang lebih tua itu singkat sebelum jarinya melucuti pertahanan terakhir wonwoo. melewati paha mulus dan tungkai yang langsing. mingyu meremas garmen itu dan menghirupnya. oh sangat harum dan bercampur dengan sedikit bau khas yang wonwoo banget. menit kemudian, ganti mingyu yang ditelanjangi. kaos, boxer, dan celana jeans mingyu segera bergabung dengan panties wonwoo di lantai. punggung di kasur, wonwoo membuka kaki dan menarik tubuh mingyu pas di atasnya, mengunci punggung lebar itu dengan kedua tumit setelahnya. seakan takut lolos. "masukin aja, gue udah prepare sambil nunggu lo dateng." dan benar saja. satu jari tengah mingyu masuk—still tight—tapi tanpa hambatan sama sekali. teringat sesuatu, mingyu pucat mendadak. "astaga, gue lupa bawa pengaman." "nggak perlu, keluar di dalem aja," ujar wonwoo enteng sambil membaluri hole-nya serta punya mingyu dengan lubrikan. mingyu kemudian memasuki tubuh itu. pelan, oh amat pelan. menggelincir mulus layaknya mengiris mentega. menikmati capitan dinding rapat wonwoo pada miliknya. sesak yang enak. mengakhiri puasa dahaga mingyu pada tubuh terlarang yang ia rindu. ini hari besar dan mingyu merayakannya dengan khidmat dan religius. tapi wonwoo mau yang lebih meriah. "cepetin." mingyu tahu ini jauh berbeda dari biasa. mereka meraung menggigit mencakar. sengit. singa bertarung adalah mereka. bukan coba-coba bak pengantin kemarin sore seperti ini. tapi sekarang dia sudah tahu tangannya bisa ngapain aja dan mingyu harus mengukur kekuatannya bila tidak ingin wonwoo hancur lagi. "i can take it, mingyu. please, gue nggak fragile." "tapi kak..." wonwoo merengek. "cepetin!" tuhan bener-bener hobi menguji mingyu belakangan ini dan kalau wonwoo sudah meminta, bisa apa lagi sih dia? mingyu pun mendesah dan menuruti maunya. wonwoo yang mau tapi sepertinya dia sudah menyesali itu. kukunya mencakar punggung mingyu dan tangan satunya lagi membungkam mulutnya yang berisik cabul agar seisi kos nggak tahu seberapa doyan dia disiksa sama mingyu seperti ini. "ada yang sakit?" "ngghh? nggak..." "kalo gue kasar bilang ya, kak." wonwoo manggut-manggut. tangan mingyu menjangkau punya wonwoo yang diabaikan dan membantu dia menuju klimaks. satu dua tumbukan ke titik ternikmat lalu hole itu mengetat. tangan mingyu tiba-tiba hangat dibanjiri muatan wonwoo yang lepas. wonwoo mendesah panjang. mingyu menciumnya. "bentar ya gue dikit lagi." wonwoo manggut lagi. tungkainya di pinggang mingyu mulai turun. lemas, tapi masih setia membuka demi menerima desakan mingyu yang makin nggak terkendali. tangan wonwoo di rambutnya, menyisir lembut. sementara kepala mingyu rebahan di dada wonwoo. lidahnya menjilati pucuk dadanya yang keras. menit kemudian, mingyu menggeram dan akhirnya klimaks juga. merintih keenakan sambil lepas di perut wonwoo. "kok nggak di dalem aja?" "......." yang ditanya masih ngos-ngosan. kemudian mingyu merasakan tubuhnya didorong merebah. penasaran, dia melihat wonwoo berpindah di antara kakinya. mengambil alih tangan mingyu yang masih asyik mengocok, lalu menunduk disana. mulutnya terbuka lebar. "jangan dibuang, buat gue aja." dan mingyu mendesis keras ketika punya dia yang masih sensitif kali ini merasakan hangatnya rongga mulut wonwoo. dihisap dan ditelan pelepasannya sampai nggak ada sisa. senyum polos wonwoo sangat kontras dengan setitik warna putih yang tersisa di sudut bibirnya. mingyu pengen teriak. anjinganjinganjing mingyu menarik wonwoo ke sebelahnya, diatur senyaman mungkin dan dibersihkannya juga sisa-sisa pelepasan dari badan mereka berdua. wonwoo sayang sekali sama cowok ini. mingyu pamit ke kamar mandi yang dibalas gumaman. kelopak matanya berat banget. ngantuk. nyaris ketiduran, dia tersentak bangun ketika melihat bayangan mingyu yang berdiri menjulang di samping kasur. nggak telanjang lagi dan udah pake celana. "lo mau kemana?" mingyu yang lagi pake kaos melompat kaget. dia mengambil sisa pakaian di lantai dan mengopernya ke wonwoo yang menerimanya dengan bingung. "ehm, pulang?" jawaban mingyu bikin wonwoo panik. dia cepat-cepat narik pemuda itu lagi dan mendudukkannya di kasur. nggak, mingyu nggak boleh kemana-mana. "kenapa, kak?" tanya mingyu keheranan. "kalo—kalo nginep disini aja gimana?" wajah mingyu berubah dari heran jadi penuh konflik. mingyu nggak mau menyalahgunakan kepercayaan wonwoo dan ngelunjak minta macam-macam. dia bahkan sudah melanggar sumpah yang dia buat sendiri cuma dengan tidur dengan wonwoo malam ini. mingyu harus pulang, dia nggak boleh lemah. "sorry, kak. bukannya gue nggak mau, tapi kayaknya jangan dulu deh..." wonwoo cepat-cepat memeluk mingyu dari belakang dan menyandarkan wajahnya disana. wajahnya seperti menangis. "nginep aja ya? depan kos gue ada nasi pecel yang sering banget gue ceritain. lo harus nyoba, sekalian buat sarapan. please ya?" alasan konyol tapi apa pun asal mingyu tetap disini. di sisinya. dimana pemuda itu aman dan nggak lari ke pelukan yang lain. wonwoo nggak tahu kepada apa dan siapa mingyu pergi setelah ini. wonwoo nggak tahu dan nggak mau tahu kalau itu bukan dirinya. setelah konflik batin yang cukup lama, akhirnya mingyu setuju. dua sumpah sukses dilanggar malam itu. mingyu menghela nafas dan meremas jemari tangan yang melingkar manja di pinggangnya. "yaudah iya, tapi janji habis ini langsung tidur ya? no more sex tonight, guenya jangan digodain." wonwoo setuju. tanpa protes lagi, dia memakai baju yang disodorkan mingyu. duduk manis dan menunggu tamunya itu melepas lagi celana yang sudah terlanjur dipake, sekarang cuma pake boxer dan kaos. seolah nggak sabar lagi, wonwoo menarik mingyu ke ranjang, nggak mengijinkan dia tidur dimanapun kecuali di sebelahnya. apalagi sama thomas. kasur wonwoo yang sempit memaksa kaki mereka harus tumpang tindih. mungkin wonwoo sengaja, tapi mingyu jelas nggak keberatan. biarkan wonwoo sembuh. pelan-pelan saja mingyu tidak akan memaksa; itu kata malaikat di pundak kanannya. tapi apabila memang ini cara wonwoo mengobati lukanya, dengan mencari kenyamanan pada tangan yang sama yang telah menyakitinya, apalagi dengan wajah seperti itu—siapa mingyu tega menolak?