write.as

If This Ain’t Love Part 1 — How It All Started 5th Naration thejoohyuncom

Irene berjalan dengan sedikit tergesa-gesa menuju ruangan VVIP di restaurant tempatnya akan bertemu dengan Wendy. Ia tidak menduga jika jalanan Seoul pada siang itu akan sangat macet jadi ia memutuskan untuk berangkat di waktu yang cukup mepet dengan janji temu mereka. Irene-pun merutuki kebodohannya sendiri, seharusnya ia lebih mendengarkan saran dari staffnya tadi.

Saat tepat berada di depan pintu ruangan, Irene berhenti sebentar untuk menarik napasnya yang sebelumnya sempat terengah-engah sebelum mengetuk pintu dan berjalan masuk. Senyumnya mengembang saat ia dapat melihat sosok Wendy yang sedang duduk sambil memperhatikan ponselnya dengan serius, terlihat seperti sedang memeriksa sesuatu. Tak bisa dipungkirinya bahwa ia sangat tertarik dengan Wendy.

Wendy yang akhirnya menyadari kehadiran Irene-pun segera bangkit dari duduknya. Ia membungkukkan badan untuk menyapa tamunya itu, diikuti oleh Irene sebelum keduanya duduk berhadapan.

“Sorry banget ya Wen, aku gak nyangka kalau hari ini jalanan bakal macet banget.”

Sebuah senyuman ramah tersungging di bibir milik Wendy, “gak apa-apa kok, kak. Aku juga belum lama sampe. Oh iya, kita pesen dulu yuk!” Tangan Wendy kemudian menyerahkan salah satu buku menu kepada Irene.

Setelah selesai memesan, mereka pun memulai obrolan dengan percakapan-percakapan ringan. Ketakutan Irene mengenai kecanggungan yang mungkin terjadi di antara mereka pun hilang. Entah mengapa mengobrol dengan Wendy sangatlah mudah. Irene sendiri bukanlah seseorang yang mudah bergaul dan akrab dengan orang baru, tapi nampaknya hal tersebut tidak berlaku jika ia bersama dengan Wendy.

Ini hanyalah kali kedua mereka bertemu, tapi Irene sudah merasa sangat nyaman berada di dekat perempuan yang lebih muda itu.

“By the way, aku gak nyangka loh ternyata Kak Irene kenal sama Kak Taeyeon!” Ucap Wendy sambil mengambil segelas iced lychee tea yang ada dihadapannya dan meminum minuman itu.

Irene-pun kemudian mengangguk setuju, “aku juga kaget banget pas tau kamu ternyata Seungwan yang dia maksud!” Keduanya pun tertawa bersama.

Tak lama setelah itu, beberapa staff restaurant pun masuk membawa makanan yang mereka pesan. Kedua perempuan itu kemudian memakan makan siang mereka sambil masih bercengkrama dan bersenda gurau.

Setelah mereka sama-sama selesai menghabiskan makanan mereka, Wendy berdeham untuk menghilangkan sedikit rasa nervous-nya. Irene yang menyadari gelagat aneh Wendy pun tanpa sadar mengangkat salah satu alisnya, “Wen, kamu gak apa-apa?”

“E—eh, gak apa-apa kok kak…” Wendy memaksakan dirinya untuk tersenyum.

“Serius kamu?”

“Em… Sebenernya aku bingung sih mau mulai ngomongnya darimana.” Senyuman canggung tetap bertengger di bibir Wendy. Tangannya juga bergerak untuk menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Melihat Wendy yang tampak sangat nervous membuat Irene tanpa sadar meletakkan tangannya di atas salah satu tangan Wendy yang ia letakkan di atas meja dan tersenyum. “It’s okay, take your time.”

Sejujurnya Wendy sangat terkejut saat ia merasakan tangan Irene yang menggenggam tangannya. Ia juga bisa merasa wajahnya yang memanas tapi Wendy berusaha untuk tetap tenang. Sang CEO dari Son Group itu menarik napasnya sebelum kembali berdeham.

“Jadi, aku ngajak Kak Irene untuk ketemu hari ini sebenernya mau ngasih tau kakak sebelum aku kasih tau papi sama mami kalau aku setuju sama rencana perjodohan kita.”

Hening.

Wendy memperhatikan ekpresi wajah Irene dengan seksama. Ia dapat melihat dengan jelas bagaimana Irene terkejut karena ucapannya namun dengan cepat terganti dengan ekspresi yang lebih tenang.

“Kamu yakin sama keputusan kamu itu, Wen? Karena seperti yang kamu bilang waktu itu, kita harus benar-benar tau tentang pasangan kita sebelum memutuskan untuk menikah, sedangkan sekarang kita masih belum tau banyak tentang satu sama lain.”

Wendy menggigit bibir bawahnya. Tidak bisa dipungkirinya bahwa apa yang dikatakan Irene memang benar. “Gimana kalau kita coba untuk jalanin dulu, kak? We could go on a few dates, trying to get to know each other better. Apapun hasilnya nanti, kita bisa bicarain lagi ke orang tua kita. Setidaknya kalau pun kita nolak perjodohan ini, kita gak bener-bener cuma kasih penentangan aja. Kita udah berusaha untuk mencoba, tapi kalau memang hasilnya kita gak cocok ya harusnya mereka bisa ngerti. Menurut Kak Irene gimana?”

Irene sendiri tidak langsung menjawab pertanyaan Wendy. Ia tampak memikirkan matang-matang ide dari Wendy sebelum menganggukkan kepalanya pelan. “Aku setuju sih. Yang penting kita gak bergerak gegabah aja.”

Senyuman kembali hadir di wajah Wendy. Ia merasa lega dengan fakta bahwa pada akhirnya dirinya dan Irene bisa mencapai kesepakatan bersama tanpa harus berselisih pendapat.

“Oke deh, um by the way Kak Irene nanti langsung balik lagi ke butik?”

Irene mengangguk untuk kesekian kali, “iya, masih jam kerja juga. Gak enak kalau aku tinggal balik ke rumah. Kamu juga balik lagi ke kantor, kan?”

“Iya, kak. Kebetulan masih mau nyicil ngerjain beberapa documents sih.”

“Ya udah yuk balik sekarang aja?” Irene bertanya sambil bangkit dari duduknya, diikuti Wendy yang juga melakukan hal yang sama. Keduanya kemudian berjalan bersama menuju ke kasir dimana mereka sempat berebut untuk membayar makanan mereka hari ini. Perdebatan mereka pun berakhir dengan Wendy yang langsung memberikan kartu kreditnya kepada staff restaurant tersebut.

Selagi menunggu Wendy membayar, Irene bersandar di dinding restaurant sembari menge-check ponselnya yang sudah dipenuhi dengan beberapa pesan dari karyawannya. Irene begitu sibuk hingga tidak menyadari Wendy yang sudah selesai dan sekarang sedang berjalan ke arahnya.

“Kak Irene!” Suara lembut milik Wendy kemudian menyadarkannya. Ia mendongakkan kepalanya hanya untuk melihat ponsel Wendy yang sudah diarahkan tepat ke arahnya.

“Say cheese~”