write.as

After you left

Ini malam minggu, tapi bukannya nongkrong-nongkrong cantik di cafe, Lily, Daren dan Mina malah menghabiskan waktunya kena ceramah dan omelan di rumah Mami Lita. Ibu dengan 3 anak itu ngomel panjang dari A sampai Z, bercerita bagaimana ia menghabiskan masa mudanya hanya fokus untuk belajar dibandingkan pacaran.

Namun pada akhirnya, Mami Lita memberi kesempatan untuk mereka ber-tiga. Entah mau tetap tinggal didalam satu kost —dengan syarat Daren pindah ke lantai 2 biar gak ketemu Lily dan Mina yang tinggal di lantai 1, atau pindah ke kostan lain.

Daren, yang merasa dirinya adalah inti masalah akhirnya mengalah dan setuju untuk pindah kostan. Sedangkan Mina memilih untuk pindah ke lantai 2 agar tidak mengganggu kenyamanan Lily.

Walaupun menurut Lily gaada bedanya, tapi dia tetap setuju mengingat Mina adalah sahabat dekat Jelita. Toh udah gak ada Daren ini, pikirnya.

Lily melamun sepanjang perjalanan pulang, namun kakinya spontan menginjak rem ketika dilihatnya seorang wanita berjongkok sambil menunduk didepan pintu pagar kost. Ia membuka pintu mobilnya, berlari ke arah wanita tersebut.

Wanita itu Jelita.

Rambutnya berantakan, nafasnya naik turun tak karuan, Jelita terisak hebat. Matanya merah, riasannya sudah tidak berbentuk.

Lily berjongkok dan merengkuh Jelita dalam sekejap, perempuan itu menenangkan Jelita yang masih menangis kencang. Ia mengelus kepala Jelita pelan, “Shhh.. shhh.. Jel.. its alright.. its alright.. ada gue disini..” ucap Lily menenangkan.

“Nih minum dulu Jel,” Halwa memberi segelas minum untuk Jelita. Perempuan itu lalu melirik Bunga, yang balas meliriknya sinis.

Jadi ‘hantu’ yang daritadi lo bilang nangis gak berenti berenti tuh Jelita?

Setelah Lily membawa masuk Jelita tadi, seluruh penghuni kost langsung berkumpul di kamar Lily, tapi tidak termasuk Mina yang sekarang gak jelas ada dimana.

“Udah.. udah.. tarik nafas dulu Jel..” Jessie mengelus punggung Jelita lembut.

Bunga yang tak tahan lagi akhirnya bertanya. “Udah sanggup cerita?”

“Bung, ih!” Jessie mengingatkan Bunga, namun Bunga tak perduli.

“Hisyam.. mutusin gue..” Jelita menunduk, menahan air matanya.

“HAH? KOK BISA?!” Lily, Bunga, Halwa, dan Jessie berteriak serempak. Sedangkan Dinar hanya bersender didepan pintu, tangannya terlipat didepan dada.

“Gue.. h-hari ini ketemu.. kak.. Joel, mantan gue.” ucap Jelita terbata-bata.

“Bentar bentar bentar, Joel yang mana nih? yang kating kita dulu?” Tanya Bunga bingung.

“I.. iya.. gue mantannya” Jawab Jelita lagi.

Bunga menaikkan alisnya bingung, wajahnya seperti menerka nerka sesuatu. “Wait, berarti.. Joel.. Hisyam.. Ghea.. WHAT THE HELL? JEL? KALIAN TUKERAN PACAR?”

Dinar langsung menutup mulut Bunga dengan tangannya, wanita itu menjerit memberontak namun langsung diam ketika matanya bertemu dengan mata Dinar. “Bisa gak pertanyaan yang itu disimpen buat nanti aja?”

Bunga melepas tangan Dinar yang menutupi mulutnya dengan kasar, “Iya iya ah.”

“Lanjut Jel.” ucap Jessie.

“Iya intinya Hisyam salah paham… dia ngira gue mungkin jalan lah atau apa lah sama kak Jo padahal gue ketemu dia justru mau nyelesain masalah.” Jelas Jelita.

Halwa berpikir sejenak, “Wait, lo bilang kan hari ini Hisyam mau ke Bandung? terus kok dia jadi ada disini?” tanya Halwa.

Jelita menghapus air matanya lagi. “Nah itu yang gue gak tau… kenapa dia tiba-tiba ngebatalin ke Bandung dan dia tau darimana gue jalan sama kak Jo.”

“Tadi pas lagi di rumah Mami, Mina sempet angkat telfon dari Hisyam.” Ucap Lily yang membuat seluruh atensi tertuju padanya. “Ini gue bukan mau ngompor-ngomporin ya, tapi emang Hisyam yang nelfon. Gue liat hapenya pas nyala.” Jelas Lily lagi.

“Mereka ada ngomong apa? lo denger gak?” tanya Jelita lagi.

“Gak begitu jelas sih… Mina mukanya kayak panik gitu, tapi dia cuman bilang ‘iya, bener’ deh seinget gue, abis itu langsung dimatiin sama Hisyam” ucap Lily sambil mengingat ingat kejadian tadi.

Jelita merasa lemas seketika.

Gak mungkin kan… Mina yang ngasih tau Hisyam?