Berbagai keluhan sudah terlontarkan dari bibir manis pemuda pendek berambut hitam pekat, model rambut nya sedikit gondrong membuat kesan lucu melekat pada dirinya. Kaki dan tubuh nya masih sama sama menyeimbangkan gerakan di atas papan rata beroda. Sesekali senyum nya terukir tat kala si manis dapat lancar menaiki nya, dengan mata tertutup menikmati terpaan angin, rambut nya juga ikut berantakan saat di terpa angin.

“Aska, pelan pelan dong!.” Sang pemilik nama menoleh kebelakang, terkekeh gemas saat menyadari teman nya tertinggal lumayan jauh.

Jiaska dan Arkala, semat namanya. Sebut saja Aska dan Kala, keduanya gemar bermain skateboard bersama pada sore hari saat sinar orange terpacar indah. Seperti sudah terjadwal rapih, keduanya tidak pernah telat untuk bermain bersama di bawah nastabala indah nya kota Bandung.

Yang satu gaya nya sudah merasa paling benar, terkadang Kala merasa iri dan juga jengkel dengan sifat Aska yang terlalu menyombongkan dirinya. Pasalnya, Kala tidak terlalu pandai bermain skateboard padahal kedua nya sudah berlatih lama. Tidak adil, ya Kala. Satu nya lagi telalu banyak bicara dan mengeluh.

“Hei Kala sini sini! kita duduk disitu, aku capek.” Kala menenteng papan skateboard 'nya berjalan ke pinggir taman, netra nya menangkap bangku panjang. “Payah, kamu cepat sekali capek nya Kala.” Aska melangkah menuntun kaki panjang nya mengikuti sosok Kala yang sudah terduduk.

“Apa katamu?.” Kala menatap netra Aska nyeleneh, Aska terkekeh tangan nya ia bawa untuk mengusak gemas rambut hitam Kala, usak kan usak kan berubah menjadi elusan lembut. Sang empu sama sekali tidak menolak pergerakan tangan Aska. Toh, dia sangat suka di perlakukan seperti itu.

Baru saja Aska ingin menurunkan tangan dan memberhentikan aksi nya, dengan gerakan secepat kilat Kala menahan tangan Aska di kepalanya, “Jangan diturunin tangan nya.”

Aska dan Kala menikmati suasana sore hari, pemandangan yang mendukung— rumput hijau segar, sinar orange memancar, juga angin sepoy yang menerpa kedua nya. “Aska kenapa mau main bareng terus sama Kala?” Pertanyaan random yang terlontar dari bibir manis Kala tentu nya membuat atensi Aksa terahlikan.

“Karna Aksa cuma punya Kala, entah lah.” Aska mengerdikan bahunya menjawab pertanyaan 'Kala. Kala merasa tidak puas dengan jawaban Aska, Kala mengerucutkan bibirnya lucu.

“Masa begitu? Coba Aska tanya kenapa Kala main bareng terus sama Aska.” Kala bergerak antusias berharap untuk ditanyakan seperti itu. Aska tersenyum, Kala-nya benar benar terlihat antusias lihat saja mata sipit nya yang kini sudah menampakkan bentuk bulan sabit. “Kala, Kala kenapa mau main sama Aska?.”

“Kala suka!.” Jawaban Kala juga belum bisa membuat Aska puas. “Suka apa?.” Tanya Aska,

“Suka Aska.”