𝐂𝐚𝐧𝐭𝐢𝐤

Kiyara menyeruput americano miliknya selagi menunggu orang yang kata Kaerin hendak menemuinya hari ini. Awalnya Ia berniat untuk datang lebih siang. Tapi memikirkan udara segar dan langit cerah yang biasanya hanya datang di pagi hari, membuatnya bersemangat untuk bergegas mendatangi cafe ini.

Ya, siapa yang tahu kalau lima menit setelah ia datang kemari akan turun hujan lebat?

“Kiyara, ya?” Kiyara menoleh. Terlihat gadis dengan rambut yang agak basah, membawa jaket kuning yang disampirkan di bahu kanan dan segelas latte di tangan kirinya.

“Eh? Iya,”

Gadis itu menyerahkan sebuah kartu nama, lalu mengulurkan tangannya. “Aku Jenar, saudara Kaerin yang ingin mengajakmu bertemu lewat Kaerin kemarin.”

“Oh, kamu. Aku Kiyara, bisa dipanggil Kiya.”

Jenar duduk di kursi yang berhadapan dengan Kiyara, setelah ia menyampirkan jaketnya di kursi. Ia meminum latte nya sebelum bicara. “Langsung ke intinya, ya. Aku mau memintamu— ah, bukan. Lebih tepatnya band mu untuk mengikuti acara kompetisi yang akan perusahaanku adakan.”

Kiyara membuka matanya lebar-lebar. “Kompetisi? Perusahaanmu sungguh mau mengundang band ku? Kenapa?”

Jenar mencoba untuk tersenyum setelah mendengar pertanyaan Kiyara. “Sebenarnya perusahaan kami sedang berada dalam keadaan yang tidak bagus. Usaha kami akan segera berakhir kalau acara ini gagal.”

Kiyara merasa bersalah. “Ah, maaf. Karena aku begitu menyukai busana dari perusahaanmu, aku sangat terkejut kalau kau mau mengundang kami. Aku turut bersedih,”

“Tidak apa-apa. Jadi, kami memutuskan untuk mengerahkan seluruh usaha kami untuk menarik perhatian konsumen. Kalau ini berhasil, kami akan sukses seperti sedia kala.” Masih dengan senyumnya, Jenar menjelaskan tujuan dari mengundang band Kiyara. Kiyara jadi ikut bahagia melihat senyumnya.

Tapi beberapa saat kemudian, bahagia itu hilang seiring dengan hilangnya senyum Jenar. “Tapi kalau gagal, kami akan bangkrut sejadi-jadinya.”

Kiyara tampak merengut. Tentu ia tak mau perusahaan busana kesukaannya bangkrut.

“Melihat kalau band belakangan ini sedang diminati oleh orang banyak, kami memutuskan untuk mengundang beberapa band untuk berkompetisi di bawah perusahaan kami. Pemenangnya akan jadi model iklan perusahaan kami nantinya.” Jelas Jenar lebih lanjut. Kiyara hanya mengangguk paham. Atensi Kiyara sekarang tertuju pada senyum Jenar, sepenuhnya.

Cantik.

“Eumm ini brosurnya. Keterangan lebih lanjut ada disini,” Jenar memberi Kiyara sebuah brosur dengan warna dominan ungu. Kiyara berkedip, menyadarkan dirinya dari lamunan. Tangannya bergerak gugup saat hendak mengambil brosur dari tangan Jenar.

Setelah membacanya sekilas, Jenar merapikan jaketnya lalu meminum latte nya yang belum habis. “Kalau tertarik, kamu bisa hubungi kontak ku di kartu itu.” Ujar Jenar dengan senyum hangat di akhir kalimat. Lagi, Kiyara mengangguk paham.

“Tapi,” Kiyara menyeruput americano nya. “Sepertinya aku lebih tertarik dengan senyumanmu dibanding kompetisi ini,”

Wajah Jenar memerah. Jarang berkomunikasi dengan orang, membuat Jenar menjadi gugup kalau harus bicara dengan orang yang belum dikenal. Apalagi digoda? Bisa meledak Jenar.

“Ah, sudah. Aku mau pulang. Kalau tertarik mengikuti kompetisi tersebut jangan lupa untuk menghubungiku,” Rasanya ingin berlari secepatnya menuju rumah.

Tapi baru saja Jenar berdiri dari kursinya, “Di luar kan masih hujan,”

Astaga, bodoh. Bagaimana bisa Jenar menghiraukan suara hujan deras di luar? Jenar meletakkan kembali jaketnya.

Setelah menunggu hujan reda dengan suasana canggung selama 10 menit, Jenar memutuskan untuk membelikan Kiyara kopi dan sepotong kue.

“Harusnya tidak usah repot-repot,” Ucap Kiyara sambil mengunyah kuenya.

“Tidak repot, kok. Ini ucapan terimakasih,”

Kiyara mengerutkan dahinya. “Untuk?”

“Mau terjebak dalam situasi canggung ini karena diriku,” Balas Jenar kikuk. Ia bahkan tak berani menatap Kiyara sekarang.

Kiyara terkekeh. “Padahal tidak apa-apa. Oh iya, melihat kartu namamu ternyata kamu lebih muda dariku. Aku kira-”

“Menyebalkan, kamu bukan orang pertama yang berkata seperti itu kepadaku,” Jenar mencibir sebelum ia meletakkan sendoknya diatas piring, selesai makan.

“Eh, bukan maksudku menghina,”

Setelah mengobrol singkat, hujan deras telah berubah menjadi langit cerah. Harum tanaman yang telah disirami hujan masuk ke indra penciuman Jenar. Harumnya tak pernah gagal membuat Jenar merasa lebih baik.

Setelah melihat jam di tangannya, Jenar berdiri. “Aku akan pulang sekarang,”

Kiyara melambaikan tangannya dengan riang. “Iya, hati-hati di jalan!”

“Sampai jumpa Kiya,” Jenar tersenyum balik. Ia melambaikan tangannya ke arah Kiyara sebelum benar-benar pergi. Sungguh, Jenar telah merebut seluruh atensi Kiyara.

Manik manis Kiyara tak dapat melepaskan pandangannya terhadap Jenar, sampai hiruk pikuk kota menyembunyikan Jenar darinya.

Ingatkan Kiyara untuk berterimakasih pada Kaerin, ya.