— Am I See The Future?

Felix memperhatikan anjing yang duduk tenang di depan bakery tempatnya membeli sarapan. Sesekali kepalanya melirik sekitar mencari pemilik si anjing yang terlihat menggemaskan sekaligus kasihan karena harus ditinggal oleh pemiliknya di luar, bakery ini tidak ramah untuk binatang peliharaan.

Sekitar tiga menit setelahnya, seorang laki-laki mengenakan hoodie hitam dan masker keluar dari bakery dengan kantung kertas dan cup kopi di tangannya. Laki-laki itu mengelus kepala anjing lucu tadi dan melepas ikatan harness anjing itu pada tiang dan membawanya pergi. Mata Felix tidak lepas dari pergerakan anjing dan pemiliknya itu, ia tersenyum simpul sebelum akhirnya mengemasi roti dan kopi yang ia beli dan pergi dari sana.


Felix memarkirkan sepedanya di taman yang terletak di seberang bakery tadi. Ia berjalan menghampiri laki-laki dan anjing yang tadi ia lihat.

“Um... Halo, aku tadi lihat anjingmu dari bakery, anjingmu lucu, apa aku boleh mengelusnya?” tanyanya ramah pada sang pemilik anjing.

Yang disapa mendongakan kepalanya, “Bole—”

Keduanya saling menatap dengan pandangan terkejut, terutama Felix, ia membeku di tempatnya seraya mencengkram erat cup kopi miliknya. Sementara lawannya tersenyum lebar sambil menepuk tempat kosong di kursinya.

“Ah Felix, sini duduk. Abis olahraga juga ya?”

Felix mengerjap dan balas tersenyum canggung.

“Dokter Seo, apa kabar dok?” tanyanya sambil melangkahkan kakinya dan duduk di tempat yang ditunjukan oleh sang dokter.

Yang ditanya terkekeh pelan, “Panggil Changbin aja, biar lebih akrab. Saya juga sedang tidak bertugas sebagai dokter sekarang.”

Felix menganggukan kepalanya. Ia menyeruput kopinya dalam diam merasakan canggung yang mengudara di antara keduanya. Sementara Changbin mengamit sebungkus kecil biskuit untuk anjing dan memberikan satu keping pada anjingnya.

“Oh tadi kamu bilang mau ngelus ya? Mau coba kasih biskuit?” tanyanya pada Felix sembari menyodorkan biskuit anjing yang ia pegang. “Pao ramah kok sama orang, coba aja.”

Felix tersenyum kecil, tangannya meraih satu keping biskuit dan mencoba untuk memberikannya pada anjing milik Changbin. Anjing itu mendongak matanya menatap Felix sembari memiringkan kepalanya, terlihat sangat imut di mata Felix.

Kala mata mereka bertemu, Felix membeku.

“Pao?”

Suara Changbin terdengar panik kala ia melihat sosok Pao terbaring lemas di atas lantai beralaskan karpet tipis. Anjing itu terlihat tidak lagi bernapas.

“Pao?”

Changbin terduduk di depan anjing itu sambil perlahan mengguncang perut sang anjing berharap ada pergerakan dari sang anjing kesayangan. “Please, Pao!”

“Bin?”

Sosok laki-laki muncul dari pintu ruangan menghampiri Changbin yang mulai bersimpuh dengan air mata di pipinya. Laki-laki itu ikut duduk dan berlutut, menarik Changbin dalam pelukan, tangannya mengusap pelan punggung laki-laki itu.

“Felix, Pao...”

“Felix?”

Seluruh bayangan di kepalanya menghilang seiring dengan tepukan pelan yang ia terima dari laki-laki di sebelahnya. Felix memegangi kepalanya yang terasa sedikit pening setelah melihat bayangan kematian peliharaan di depannya itu.

“Are you okay?” tanya Changbin, ia sedikit khawatir sebab laki-laki muda di depannya itu tampak pucat.

Yang ditanya menggeleng, ia tersenyum guna melelehkan atmosfer aneh di antara keduanya, “I'm totally fine!”

Felix melirik anjing coklat yang kini tengah menikmati biskuitnya di depan kakinya. Felix mengelus pelan bulu lebat anjing itu dengan sayang.

“Pao ramah kan?”

Felix mengangguk, “Iya ramah,” katanya pelan.

Ada perasaan sedih dalam hatinya kala ia mengetahui bahwa anjing ini akan meninggal dalam tidurnya. Namun ada yang lebih besar dari itu, rasa penasarannya akan Changbin setelah melihat bayangan kematian anjing peliharaan ini. Satu pertanyaan yang mengudara di kepalanya, kenapa ia ada di sana?

Kenapa Felix di sana? Kenapa Felix memeluk Changbin dan memanggilnya dengan santai?

Kepalanya benar-benar pening. Apa maksud semua ini?