About the Milky Way and wishes

“Apa kau akan memanggilku seseorang yang egois seandainya aku mengatakan kalau aku tidak ingin kau kembali ke duniamu?”

Vil Schoenheit (Twisted Wondeland) x Hoshizora Yuuki (OC based on Yuu [Player] )

👑🌻

2.3k Words

───────────

“Kau terlambat hampir 10 menit”

“Hehe, maafkan aku. Tadi aku kembali ke Ramshackle dulu karna Grim tertidur di gendonganku” Ucap sang gadis seraya segera terduduk di samping kanan sang pemuda. Sang gadis menarik nafasnya dalam-dalam, keringat terlihat sedikit di keningnya mengingat sebelumnya ia berlari menuju ke pohon besar yang beberapa jam sebelumnya menjadi tempat upacara Star Giving diadakan.

Sang pemuda menghela nafas panjang, kemudian mengambil sapu tangan yang sebelumnya terletak di saku celana miliknya. Tanganya mengusap lembut kening sang gadis dengan sapu tangan tersebut, “Padahal sudah pernah kubilang kalau tidak apa-apa kau terlambat selama memiliki alasan yang masuk akal”

Cengiran lebar kembali mengembang di wajah sang gadis, “Habisnya rasanya entah mengapa aku merasa harus selalu disiplin saat bersama senpai. Terlebih lagi aku juga tidak ingin membuat senpai menunggu terlalu lama”

“Ah iya, dan terima kasih banyak senpai. Biar aku yang cuci sapu tangannya, akan kukembalikan secepat mungkin” Tambah sang gadis seraya menerima sapu tangan tersebut

“Apa aku terlalu keras padamu?”

Sang gadis terdiam sejenak mendengar pertanyaan tersebut, kemudian sebuah senyuman tipis mengembang di wajah manisnya, “Tidak, justru sebenarnya aku sangat berterima kasih kepada senpai. Mungkin senpai tidak percaya, tapi sebenarnya aku merasa kalau aku terkadang terlalu santai sejak berada di dunia ini...”

Sang pemuda mengerutkan kening- tanda bahwa sedikit bingung dengan penjelasan sang gadis, “Apa maksudmu terlalu santai? Bukankah kau menghabiskan sebagian besar waktumu untuk belajar dan bekerja sambilan?”

Sang gadis mengalihkan pandangannya, benaknya kembali ke kesehariannya saat masih berada di dunia tempat kelahirannya, “Hal yang seperti itu sudah menjadi kebiasaanku sejak dulu. Dulu aku bahkan terlalu sibuk untuk sekedar bermain dan refreshing. Rasanya kalau aku tidak mulai membiasakan diri lagi, aku akan sangat kerepotan kalau suatu saat kembali ke duniaku. Dan lagi senpai selalu berbaik hati mengajariku berbagai macam hal, padahal aku bahkan bukan murid dari Pomefiore...”

Sang gadis kembali menatap kedua manik amethyst milik sang pemuda, senyuman manis kembali merekah, “Jadi terima kasih banyak Vil-senpai”

Sungguh, rasanya berapa kalipun sang gadis menampakkannya, Vil tidak akan pernah tidak jatuh kepada senyuman manis tersebut. Bahkan saat inipun, rasanya sang pemuda dapat merasakan degupan di dadanya semakin kencang.

Angin malam menerpa lembut keduanya, sang gadis mengalihkan pandangannya ke arah langit malam yang kini bertabur bintang.

“Indahnya... rasanya tadi bahkan tidak seindah ini. Apa karna awan gelapnya sudah semakin menghilang ya? Vil-senpai, apa senpai tau, di dunia kami terdapat Galaksi Bima Sakti yang... Hm? Vil-senpai apa mendengar ucapanku?”

Pertanyaan sang gadis membuat sang pemuda merasa seolah kembali menapak tanah, “Maafkan aku. Ah iya, aku lupa mengatakannya tadi, tapi acaranya bagus sekali. Kau benar-benar telah melakukan yang terbaik”

Sang gadis kembali tersenyum cerah, “Tentu saja, aku membantu mereka dengan sekuat tenaga! Bagaimanapun rasanya aku ingin agar harapan milik semuanya dapat terkabulkan”

Sang pemuda menghela nafas perlahan, kemudian mengangkat tangannya- mengelus pelan wajah sang gadis, kedua maniknya terfokus pada kantung mata sang gadis yang terlihat sedikit lebih tebal dari biasanya,

“Apa kau tidak lelah?”

“Hm?”

“Aku ingin sesekali kau sedikit lebih memikirkan dirimu sendiri daripada orang lain... Lihat, kau pasti kurang tidur beberapa hari ini karna membantu kentang nomor dua itu dan Trey mengumpulkan bintang dari murid-murid lain bukan?”

“Habisnya... kalau Deuce gagal Idia-senpai tidak akan mau tampil. Lagipula kepala sekolah juga menyuruhku membantu mereka...”

“Kau boleh menolaknya... atau mundur disaat kau sudah terlalu lelah. Pada akhirnya itu 'kan bukan kewajibanmu”

Sang gadis tersenyum, berusaha menenangkan pemuda di hadapannya, “Aku sangat senang karna Vil-senpai telah khawatir padaku... dan selalu mendukung dan menjagaku seperti ini”

Kedua tangan sang gadis menggenggam kedua tangan milik sang pemuda, “Rasanya sudah lama sekali tidak ada yang mengkhawatirkanku sampai sedalam ini. Tapi tenang saja senpai, aku akan pastikan agar selalu ingat kata-kata senpai kok!”

Vil menghela nafas panjang, rasa khawatir dan sedikit frustasi terhadap sang gadis yang sangat jarang memperhatikan dirinya sendiri tersebut menguap seketika. Ia tidak akan pernah bisa untuk tidak luluh setiap gadisnya tersenyum dan berkata-kata tulus seperti itu.

“Ngomong-ngomong aku ingat kalau kau pernah menceritakan kalau di duniamu juga terdapat acara seperti Star Giving ini. Bukankah kau bilang akan menceritakannya hari ini?”

“Ah, benar juga! Jadi kalau di negara asalku event yang kurang lebihnya mirip seperti ini bernama 'Tanabata'. Di hari 'Tanabata' biasanya akan diadakan festival untuk merayakan pertemuan dari Hikoboshi dan Orihime. Selain itu kami juga biasanya akan menggantungkan permohonan yang telah di tulis di kertas yang disebut Tanzaku, lalu kertas tersebut akan digantungkan di atas pohon bambu. Cukup mirip bukan?”

Vil tampak mengangguk pelan, cukup antusias dengan penjelasan sang gadis, “Hm... cukup mirip rupanya. Jadi? Permohonan apa yang kau buat ke bintang yang diterbangkan tadi?”

“Ah... soal itu, aku membiarkan Grim yang menyebutkan permohonan miliknya. Lagipula pada dasarnya aku bukanlah seseorang yang berasal dari dunia ini, rasanya aku tidak memiliki hak untuk membuat permohonan”

Sang pemuda kembali menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya. Rasanya ia ingin memarahi sang gadis yang selalu saja seperti itu. Mengalah dan terlalu baik. Namun melihat gadisnya itu sangat senang setiap berhasil membantu orang lain membuatnya tidak sampai hati untuk memarahinya disaat senyum merekah dengan indahnya di wajah manis itu.

Vil berdeham sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya, “Ekhem, baiklah. Jadi bisa kau jelaskan lagi tentang Festival 'Tanabata' itu? Tadi kau bilang kalian merayakan pertemuan antara Hiko... Maafkan aku, siapa nama mereka tadi?”

“Hikoboshi dan Orihime, mereka itu... hm... Kurang lebihnya mereka adalah dua orang yang saling mencintai satu sama lain. Namun keduanya dipisahkan karna Dewa langit marah sebab mereka melupakan tugas mereka sejak mereka menjadi pasangan. Hikoboshi yang melupakan tugasnya sebagai penggembala sapi di sisi lain sungai, dan Orihime yang melupakan tugasnya sebagai penenun pakaian di tepi sungai. Sungai tersebut adalah yang biasanya kami kenal sebagai Galaksi Bima Sakti. Pada akhirnya Dewa langit pun memisahkan mereka dan hanya mengizinkan mereka bertemu setahun sekali. Maka dari itu kami akan merayakan hari dimana mereka bisa bertemu tersebut”

“Begitu ya... kisah yang cukup sedih rupanya”. Sang pemuda menarik nafas dalam-dalam. Kalimat yang sang gadis ucapkan sebelumnya kembali terlintas di pikirannya begitu mendengar cerita tersebut.

”...aku akan sangat kerepotan kalau suatu saat kembali ke duniaku”

Ia tahu, bahwa bagaimanapun tidak akan ada kata “Happy Ending” di cerita mereka. Ia tahu, bahwa sang gadis pada akhirnya akan memilih untuk kembali mengingat betapa sang gadis mencintai keluarga miliknya di dunia tempat kelahirannya tersebut. Namun tetap saja, sekeras apapun ia berusaha, ia tetap tidak akan bisa menerima dengan lapang dada fakta bahwa suatu saat sang gadis akan pergi meninggalkannya.

“Benar sekali. Maka dari itu biasanya saat Tanabata, Galaksi Bima Sakti bisa kami lihat, kurang lebihnya langit akan dipenuhi bintang seperti ini, dan juga kami selalu-”

Ucapan sang gadis terpotong saat kedua lengan sang pemuda terulur, memeluk pelan sang adik kelas. Perlahan wajah sang gadis memerah tipis, “V-Vil-senpai?! Ada apa?”

Sebuah pertanyaan retoris terdengar, “Apa kau benar-benar akan kembali?”

Sang gadis untuk kedua kalinya dibuat terdiam dengan pertanyaan sang pemuda, tangannya perlahan terangkat- mengelus pelan punggung sang pemuda. Yuuki memilih untuk hanya terdiam- tidak berniat menjawab pertanyaan yang keduanya tentu sudah tau jawabannya.

Pelukan perlahan terlepas. Tangan sang pemuda kembali terangkat, mengelus pelan pipi sang gadis. “Apa kau akan memanggilku seseorang yang egois seandainya aku mengatakan kalau aku tidak ingin kau kembali ke duniamu?”

Sang gadis menggeleng pelan. Tangan kirinya terangkat, memegang lembut tangan Vil yang menangkup pipi kanannya, “Aku tidak memiliki hak untuk mengatakan hal seperti itu. Lagipula pada akhirnya setiap orang tentunya memiliki keinginan di dalam diri masing-masing, hal tersebut menurutku hanya bagian dari keinginan terpendam yang senpai miliki. Dan hanya sekedar memiliki keinginan tentunya wajar saja bukan?”

Sang gadis menggantungkan ucapannya, kemudian tertawa kecil, “Lagipula aku sebenarnya juga tidak yakin kepala sekolah itu akan menemukan jalanku untuk kembali, mengingat ia sering sekali tidak bisa diandalkan. Benar bukan?”

Sang pemuda tersenyum tipis, entah mengapa gadis tersebut selalu tau cara menenangkannya. Vil rasa bukan hanya dirinya yang merasa seperti itu. Entahlah, tapi rasanya sang gadis selalu sukses membagian energi positif ke sekitarnya, itulah sebabnya sang gadis kini dapat diterima di sekolah yang seharusnya sangat asing baginya tersebut.

“Tapi tidak seperti biasanya, tumben sekali Vil-senpai khawatir seperti ini. Apa karna aku menceritakan kisah Tanabata tadi? Maafkan aku...”

“Seharusnya aku yang meminta maaf”

“Eh?”

“Aku tidak tahu apa-apa dengan duniamu, tidak- lebih tepatnya aku bahkan tidak mengetahui apapun mengenai hal yang kau rasakan. Tapi aku dengan seenaknya mengatakan tidak ingin kau pergi. Aku tau bahwa kau suatu saat akan pergi, dan itu adalah resiko yang harus kuterima di detik pertama aku sadar bahwa aku mencintaimu...”

Senyum pahit mengembang di wajah sang pemuda, “Tapi aku malah membuatmu ikut terhanyut terhadap perasaan ini. Dengan seenaknya aku mengatakan bahwa kau adalah milikku. Meskipun begitu rasanya aku juga tidak bisa menghapus perasaan ini dengan mudahnya. Aku... benar-benar seseorang yang egois bukan?”

Rasa sakit perlahan mengisi dada sang gadis saat mendengar kata demi kata yang diucapkan sang pemuda. Tidak, ia tidak pernah sedikitpun merasa kalau pemuda tersebut adalah seseorang yang egois. Sama sepertinya, ia juga sebenarnya merasa bersalah karna telah jatuh kepada pemuda tersebut. Ia juga selalu merasa sakit setiap mengingat fakta bahwa ia harus kembali. Ia benar-benar merasa bersalah karena harus membuat pemuda yang dicintainya merasakan sakit yang sama sepertinya tersebut.

Tangan sang gadis terulur- meraih wajah sang pemuda, perlahan mengecup pelan pipi sang pemuda. Yang tentunya membuat sang pemuda seketika terdiam kaku- mengingat sang gadis hampir tidak pernah berani seperti itu.

“Aku mencintai senpai. Teramat sangat sampai rasanya benar-benar sakit untuk kembali. Aku juga seperti itu, merasa bersalah karna harus membuat senpai ikut berbagi rasa sakit yang sama dengan yang kurasakan. Akan tetapi aku juga ingin membagikan rasa cinta yang kumiliki dengan senpai...”

Senyum mengembang di wajah sang gadis, “Pada akhirnya kita sama-sama egois bukan? Tidak ingin satu sama lain merasa sakit, tapi juga ingin berbagi segala rasa yang dirasakan. Jadi aku ingin senpai tidak perlu merasa bersalah seperti itu, aku ingin senpai tau bahwa aku juga merasakan hal yang sama seperti yang senpai rasakan”

Ah, rasanya sang pemuda benar-benar bersyukur dapat memiliki sang gadis. Ia tidak akan pernah menyesalinya- karna telah jatuh kepada sang gadis. Tangan sang pemuda menangkup wajah sang gadis. Mengecup lembut pucuk surai yang senada dengan langit malam tersebut. Kini ia beralih kepada kening sang gadis, kemudian kedua kelopak mata yang membuat sang gadis refleks menutup kedua maniknya tersebut.

Segala hal yang dilakukan pemuda tersebut membuat jantung sang gadis seolah terasa akan lepas dari tempatnya. Kupu-kupu terasa berterbangan di perutnya. Sebuah hal yang rasanya hampir selalu ia rasakan setiap bersama sang pemuda. Kecupan pelan beralih ke arah pipi nya, mulai dari kanan kemudian beralih ke bagian kiri. Hingga sang pemuda menjauhi wajahnya sejenak, senyuman tulus memgembang di wajah rupawannya. Membuat sang gadis seolah merasa dapat meleleh saat itu juga.

Sang pemuda kembali mendekatkan wajahnya. Sang gadis menutup kedua maniknya sebelum akhirnya dapat merasakan bahwa sang pemuda mengecup pelan bibir mungilnya. Secara teknis pemuda tersebut hanya menempelkan bibirnya saja, namun perbuatan simpel tersebut dapat membuat sang gadis menyadari betapa pemuda tersebut mencintainya.

Sang pemuda menautkan tangan keduanya sebelum beralih memeluk sang gadis. Membagikan kehangatan di tengah dinginnya malam.

Walau Vil tidak bisa melihatnya, tapi pemuda tersebut tahu bahwa senyuman kini tengah merekah dengan cerahnya di wajah sang gadis.

“Aku mencintaimu” Ucap sang pemuda memecah keheningan yang sebelumnya tercipta

“Aku juga mencintai senpai”

“Aku benar-benar menyayangimu”

“Begitupun aku, aku juga sangat menyayangi senpai”

“Aku percaya bahwa takdir akan mempertemukanku lagi denganmu. Kalau saat itu tiba, aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi”

“Kalau begitu jangan lepaskan aku”

Sang pemuda melepas pelukannya, tertawa kecil begitu melihat wajah manis gadisnya. “Hm, lihatlah gadis kecil ini. Kau sudah cukup berani rupanya. Tadi kau juga mencium pipiku terlebih dahulu bukan?”

Wajah Yuuki kembali memerah padam sebelum akhirnya sang gadis berdeham- sebuah usaha untuk menenangkan diri yang tentu saja tidak berguna, “I-itu hanya usahaku untuk menyampaikan perasaanku saja”

Tawa lepas sang pemuda terdengar, selalu merasa puas saat melihat sifat malu yang dimiliki sang gadis muncul ke permukaan seperti itu.

👑🌻

“Lalu- Ah... sudah tidur rupanya”

Sang pemuda tersenyum melihat sang gadis yang kini tertidur di pundaknya. Tangannya bergerak pelan, mengecup lembut puncak surai sang gadis yang sangat ia sayangi tersebut.

Kedua maniknya melirik ke arah jam, sudah hampir 2 jam mereka menghabiskan waktu rupanya, pantas saja gadisnya tersebut telah terlelap. Memang, yang ia tahu adalah sang gadis tidak dapat tidur terlalu larut dan selalu terbiasa bangun pagi.

Ia sendiri sebenarnya merupakan tipe yang selalu tidur selama 8 jam- untuk memastikan tubuhnya mendapat asupan yang tepat karena tidur dengan waktu yang pas. Namun keduanya terlalu sibuk beberapa hari ini.

Sang gadis dengan kegiatannya membantu para Deuce dan Trey mengumpulkan bintang. Dan dirinya yang sibuk dengan segala tugas serta pekerjaannya sebagai model.

Maka dari itu, mengingat udara malam tidak bagus untuk tubuh. Sang pemuda menyarankan agar keduanya pergi ke Ramshackle untuk melanjutkan menghabiskan sedikit waktu bersama.

Helaan nafasnya terdengar, rasanya tadi sang pemuda benar-benar kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Senyum pahit mengembang di wajah, padahal selama ini ia adalah seseorang yang selalu berhasil menjaga segalanya agar sempurna. Baik emosi, tutur kata, maupun gerak-geriknya. Namun kedatangan gadis tersebut membuat segala dalam dirinya kacau. Sang gadis memberikannya banyak perasaan baru, terutama kenyamanan dan rasa bahagia.

Benaknya kembali ke beberapa waktu yang lalu, saat ia didatangi untuk menyebut permohonan kepada bintang. Saat itu ia menolak untuk membuat permohonan. Tentu saja, mengingat sang pemuda selalu percaya bahwa keinginan harus dapat terkabul dengan sebuah usaha dan kerja keras. Baginya, tidak ada hal yang dapat terwujud dengan mudahnya hanya dengan bermodalkan membuat permohonan kepada sang bintang.

Tapi kini, diam-diam ia membuat sebuah permohonan. Ia ingin bersama gadisnya, seandainya suatu saat terpisah pun, ia ingin agar dapat bisa bersama kembali dengannya. Helaan nafasnya terdengar, sebuah permohonan simpel tapi kenapa sulit sekali untuk dapat terkabul?

Tangannya bergerak- mengelus pelan surai sang gadis. Sebelum akhirnya sang pemuda mengangkat tubuh sang gadis perlahan, menggendongnya menuju kamar sang gadis.

Para hantu yang berada di Ramshackle beberapa kali ikut tersenyum melihat ke arahnya dan sang gadis. Bagaimanapun rasanya para hantu tersebut sudah merasa kalau sang gadis seperti keluarga mereka sendiri, maka dari itu mereka bersyukur kalau saat ini sang gadis berada dalam pelukan seseorang yang tepat.

Sang pemuda menaruh pelan sang gadis ke atas kasurnya. Sedikit menggeser Grim agar nantinya kucing tersebut tidak tertindih sang gadis.

Sang pemuda mengecup pelan kening sang gadis, “Selamat tidur, tuan putriku” Ucapnya sebelum pergi meninggalkan Ramshackle