Dear Mr. Wizard – 2

This time, I will be the one who waiting for you. No matter how long it takes. Would you let me love you again when I found you?

Comte de Saint-Germain (Ikemen Vampire) x Hoshizora Lisa (OC)

An AbeLisa AU based on Manhwa “This Witch of Mine” !

🥖⭐️

1.4k words

Happy reading!

───────────

“Master... apa kita tidak akan pergi dari kota ini?”

Abel terdiam sejenak mendengar pertanyaan dari familiarnya tersebut. Keduanya tidak pergi dari kota ini sejak hari itu. Terkadang Lily dibalut rasa penasaran- entah apa yang dipikirkan sang master setiap termenung memandangi langit kelabu dengan tatapan sendu tersebut.

“Tidak, Lily. Tunggu sebentar saja. Sebentar saja... agar kalau saja ia kembali...”

Tahun demi tahun berlalu, belasan, puluhan- hingga akhirnya penginapan yang dulu ditinggalinya tersebut telah berubah wujud sepenuhnya.

Menggendong Lily dengan lengan kanannya, Abel menatap ke arah hotel yang baru dibuka setelah renovasi panjang. Hingga sebuah suara menghampiri telinganya dan membuatnya refleks menengok.

“Tuan Penyihir”

Suara yang asing, dan penampilan yang asing. Surai dan manik sewarna langit malam. Ini pertama kalinya Abel bertemu, namun ia yakin bahwa ia mengenal perempuan di hadapannya.

“Apa aku pergi cukup lama? Ah, apa Tuan Penyihir tidak mengenaliku dalam wujud ini?”

Belum sempat sang wanita melanjutkan kalimatnya, tubuhnya ditarik lembut ke dalam rengkuhan sang penyihir. Pelukan hangat tersebut, tidak pernah gagal membuatnya merasa nyaman dan aman. Baik dulu maupun sekarang.

“Lisa... selamat datang kembali” Panggilnya lembut. Yang berada dalam rengkuhannya saat ini adalah Lisanya. Wanita yang dicintainya. Yang membuat harinya terasa kelabu begitu kehilangannya, dan membuat seluruh dunia kembali berbunga dengan kehadirannya.

Tertawa lembut disertai dengan elusan pelan pada punggung yang biasanya selalu sukses terlihat kokoh tersebut, “Aku pulang, Abel”

.

Setelah itu pun, entah berapa kali kejadian yang sama terulang. Entah mengapa, sang wanita selalu pergi dengan mengenaskan tidak lama setelah mereka kembali bertemu. Takdir begitu kejam. Namun begitu kembali melihat satu sama lain, kalimat tersebut menguap begitu saja. Perasaan yang telah tumbuh terlalu dalam untuk dilupakan.

Terasa manis, namun juga menyakitkan. Meskipun begitu, hal yang pertama kali Lisa selalu lakukan begitu mendapat ingatannya kembali adalah mencari keberadaan Abel.

Semua terjadi begitu saja, hingga kejadian itu menimpanya.

.

“Penelitian kali ini pun berhasil! Tinggal sedikit lagi... sampai akhirnya kita bisa mengembangkan obat untuk wabah kali ini” Ucap Lisa seraya menyimpan beberapa lembaran di meja kerjanya

Senyum ikut terulas pada wajah sang penyihir. Namun entahlah, firasatnya sangat buruk pada kehidupan sang wanita yang kali ini. Melihat sang wanita bersiap keluar membuat sang penyihir menahannya sejenak.

“Abel?”

Sebuah kecupan singkat diberikan pada kening sang wanita, “Lisa...” Panggilnya terdengar lembut.

Ah... betapa panggilan sederhana seperti itu dapat membuat sang gadis merasa degupan di dadanya meningkat meskipun telah ribuan kali mendengarnya.

“Tidak bisakah kali ini, kau biarkan saja aku yang menangani semua hal dan memanjakanmu?”

Mengedipkan kedua maniknya sejenak, “Kenapa? Tiba-tiba...”

Menarik pelan sang wanita ke dalam rengkuhannya, Abel menyenderkan kepalanya pada pundak yang lebih kecil dari miliknya tersebut, “Entahlah... kurasa aku hanya terlalu mengkhawatirkanmu yang paling kucintai ini”

Tertawa kecil, Lisa pun memeluk pelan sang penyihir- mengelus pelan surai yang berada pada pundaknya tersebut. “Tidak akan ada apa-apa. Hei, kali ini aku adalah seorang dokter, loh? Tugasku adalah menyelamatkan nyawa banyak orang. Jadi aku akan melakukan tanggung jawabku sebaik mungkin”

“Hm... aku hanya berharap, takdir berbaik hati pada kita kali ini”

.

”... Lisa?”

Kerumunan terlihat berbisik pelan di hadapan tubuh yang telah tergantung kaku tersebut. Tuduhan terdengar dimana-mana. Bahwa sang wanita telah melakukan percobaan terhadap rakyat pinggiran, bahwa wabah tersebut merupakan akibat dari obat buatannya, bahwa sang wanita melakukannya untuk mencari untung dari obat-obatan palsu.

“Bukankah ini akhir yang pantas untuk orang jahat sepertinya?”

Sang penyihir hanya terdiam memandangi segalanya. Kali ini pun, takdir merenggut kebahagiannya. Setelah ini, apakah ia masih bisa memaafkan segalanya dan kembali mencintai para manusia seperti yang selalu dikatakannya?

“Master...?” Panggil Lily melihat Abel yang masih terdiam dengan tatapan kosong.

“Lily... maaf, tapi sepertinya setelah ini kau harus memakai banyak sihir”

.

Lily melangkahkan kakinya diatas genangan darah. Memastikan tugasnya telah selesai sempurna. “Master, setelah ini bagaimana?”

Senyuman diberikan. Sama seperti biasanya, namun Lily dapat melihat bahwa itu bukanlah senyum tulus ataupun senyum bahagia yang selalu diperlihatkan sang penyihir.

“Kali ini kita akan pergi jauh...”

Setelah itu, tidak ada satupun orang yang pernah melihat keberadaan sang penyihir maupun familiarnya.

”... ke dunia yang lain”

✨️

“Biar aku saja yang masuk, kalian tidak perlu ikut”

Membuka pintu kastil- Lisa segera memasuki tempat yang digadang-gadang sebagai istana sang raja iblis. Mengabaikan aksi protes rekan-rekannya.

Menaiki anak tangga. Degupan jantungnya perlahan meningkat. Entah karena rasa takut akan apa yang setelah ini harus dihadapinya, atau justru antusiasme karena berharap kalau diujung sana orang yang sangat ia cintai tersebut akan menyambutnya dengan seulas senyum hangat?

Hingga ia sampai pada ujung pintu, dan membukanya perlahan. Di sana ia melihatnya, seseorang yang sangat familier sedang terduduk. Bersama anak kecil bersurai kelam berdiri di sampingnya.

“Bagaimana bisa kau yang sangat mencintai manusia, malah menjadi raja iblis yang rumornya telah menghancurkan banyak desa dan melukai orang-orang?”

“Itu tidak separah yang kau bayangkan. Aku bahkan bisa melakukan yang lebih kejam daripada itu”

Berdiri di hadapan sang penyihir, Lisa menatapnya sendu, “Karena mereka telah membunuhku? Maka kau melakukan hal seperti ini? Meskipun telah berada di dunia yang berbeda, akan tetapi penduduk di dunia ini tidak ada bedanya dengan para manusia yang membunuhku ya?”

Dengan seulas senyum sendu di wajah, Abel berdiri dari tempat yang didudukinya. Menarik pelan sang wanita ke dalam pelukannya. Menghirup dalam-dalam aroma yang selalu membuatnya nyaman tersebut.

Tangan sang wanita membalas pelukan tersebut, “Berapa lama sejak kejadian itu? Puluhan? Ratusan tahun? Yang jelas... ternyata kita tetap bertemu lagi bukan?”

Jarak kembali diberikan, “Karena aku sudah kembali maka sudah cukup, bukan? Setelah ini ayo kita pergi? Ke tempat yang jauh, kita bisa kembali menghabiskan waktu-”

Ucapan sang wanita terpotong oleh sebuah kecupan kecil yang diberikan sang penyihir pada bibirnya. Menarik tangan mungil tersebut, Abel mengharahkannya pada dadanya.

“Lisa... kita harus mengakhiri ini”

”... apa?”

Sebuah pedang ditaruh pada tangan sang wanita, “Kau adalah seorang pahlawan, dan aku adalah seorang raja iblis. Kewajibanmu adalah membunuhku, dan biarkan dirimu menjadi pahlawan yang bersinar bak bintang di langit malam”

“APA MAKSUDMU?! APA KAU KIRA AKU BISA-”

“Tidakkah kau merasa lelah?”

”... bagaimana mungkin aku-”

“Hidupmu, seharusnya bisa lebih baik daripada mati ratusan kali dengan keadaan mengenaskan seperti itu, Lisa.”

Kembali mengulas senyum sendu, Abel mendudukkan diri pada bangkunya. “Sejak awal, kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Keberadaanku membuatmu harus merasakan sakitnya kematian ratusan kali... kau tidak seharusnya menghabiskan waktumu denganku...”

Menangkup pelan wajah yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu tersebut, Abel mengelus nya lembut, “Jadi kumohon... kita akhiri saja ya?”

Melempar pedang yang berada di tangannya, Lisa menarik nafasnya dalam-dalam. Menahan agar air yang telah menumpuk di kedus matanya tersebut tidak mengalir, “Aku mencintaimu... katakan padaku, bagaimana bisa aku membunuhmu? Seandainya aku meminta hal yang sama, apa kau akan bisa melakukannya?”

“Ini permohonanku, Lisa”

Belum sempat sang gadis kembali berbicara, sang penyihir mengarahkan tangannya pada pedang tersebut. Mengendalikannya agar kembali pada genggaman tangan Lisa. Kemudian sang penyihir menaruh telunjuknya pada kening sang gadis, “Terima kasih banyak karena telah hadir di sisiku, Lisa. Tapi kali ini, mari kita akhiri semuanya.”

“Kalau kau memang tidak bisa melakukannya, aku akan mengendalikanmu dengan sihir. Kumohon, bunuh aku dengan kedua tanganmu itu”

Mengangkat tangannya yang memegang pedang dengan tatapan kosong, Lisa mendengarnya. Kata “Aku mencintaimu” yang dibisikkan sang penyihir untuk terakhir kalinya.

. . .

Lily melangkahkan kaki setelah memberi sihir untuk menghancurkan kastil tersebut- permintaan terakhir sang penyihir sebelum dirinya pergi. Kini kedua kaki kecilnya melangkah ke sembarang arah. Mengabaikan matanya yang terasa basah- entah karna air mata atau air hujan yang kini membasahi bumi. Seolah ikut menangisi kepergian sang penyihir.

“Master bodoh... bukankah master yang paling tahu...”

”... kalau sihir tidak akan pernah bisa berpengaruh pada Lisa”

✨️

Angin berhembus, meniup lembut surai hitam legam milik sang wanita. Menatap kosong ke arah hamparan bunga di hadapannya. Sudah berapa lama sejak ia membunuhnya?

Sepuluh tahun? Entahlah, Lisa telah berhenti menghitungnya. Yang jelas sesuai apa yang dikatakan sang penyihir, kali ini ia berhasil hidup panjang walaupun telah bertemu dengannya.

Ia merindukannya. Merindukan senyum lembut tersebut. Merindukan pelukan hangat yang selalu membuatnya nyaman. Aroma tubuh yang selalu menenangkannya. Hingga suara manis yang membisikkan cinta padanya.

Apa ini yang selalu dirasakan Abel setiap menunggunya untuk kembali bereinkarnasi? Memendam perasaan sedih dan sepi ini sendirian. Hanya untuk menunggu hari dimana ia kembali bertemu dengan sang wanita tiba...

Ratusan kali... sang penyihir menunggunya seperti ini... hanya bertahan dengan ingatan demi ingatan mengenai sang wanita yang dicintainya...

Berbisik pelan, berharap angin membawakan kata-katanya pada yang terkasih.

“Katakan padaku, Abel. Apa artinya aku hidup lama seperti ini kalau kau tidak ada di sisiku?”

Lagi, angin kembali berhembus kencang yang membuat Lisa menutup matanya sejenak.

“Aku merindukanmu...”

Membuka kedua matanya perlahan, Lisa melihat sosok yang familier di hadapannya.

“Lisa...”

”... rupanya takdir kembali menghubungkan kita ya?”

End