Faraway [Part 1]

“Karna seperti yang saya sudah bilang sebelumnya. Pada akhirnya, jarak kita terlalu jauh...”

Sang gadis tersenyum pahit, sebelum akhirnya perlahan melepas genggaman tangan sang pemuda

“Jadi, selamat tinggal Yang Mulia. Sampai bertemu di kesempatan yang lebih baik lagi”

Vil Schoenheit (Twisted Wondeland) x Hoshizora Yuuki (OC based on Yuu [Player] ) Royal!AU

👑🌻

2.7k Words

───────────

Sang gadis perlahan berbalik saat menyadari keberadaan orang lain selain dirinya di taman bunga yang sebelumnya kosong. Angin membelai lembut surai sewarna langit malam yang terlihat bak mahkota indah di kepalanya tersebut. Senyum secerah bunga matahari mengembang di wajahnya.

“Halo~!”

Suara merdu menyapa telinga, membuat sang pemuda seolah kembali menapak tanah, “Hm...?”

Sang gadis melangkah kakinya, membuat surai panjangnya mengayun lembut, “Apa anda juga datang kemari untuk melihat bunga-bunga yang indah ini?”

“Benar, um... jadi kalau boleh tau siapa anda?”

“Ah maaf sebelumnya”

Sang gadis sedikit mengangkat gaun panjangnya, kemudian membungkukan diri- sebuah tanda pengenalan diri yang terlihat sangat anggun, “Perkenalkan, saya Yuuki Evans. Anak pertama dari keluarga Duke Evans”

Senyum puas mengembang di wajah sang pemuda. Sejak kecil ia sangat mencintai segala hal yang terlihat indah, dan perkenalan yang sang gadis lakukan tadi terlihat sangat sempurna.

“Sungguh perkenalan yang indah nona Evan, sepertinya Duke dan Ducchess Evans membesarkan anda dengan sangat baik. Yuuki ya, sebuah nama yang indah tapi rasanya sedikit asing. Apa keluarga Duke Evans berasal dari kerajaan di daerah Timur? Akan tetapi dari yang saya tahu keluarga Duke Evans merupakan keluarga yang memiliki sejarah panjang sebagai keluarga yang selalu melahirkan para pemimpin Kesatria yang mengabdi kepada kerajaan Arthuria ini”

“Benar sekali, dan terima kasih atas pujiannya tuan. Ibu saya merupakan putri bangsawan di salah satu kerajaan yang berada di daerah Timur. Sebenarnya fakta ini sudah cukup banyak tersebar di negara Arthuria ini, namun sepertinya untuk Tuan Muda yang sejak kecil besar di Kerajaan Loen tentu saja hal tersebut merupakan fakta baru bukan?”

Sang pemuda terlihat melebarkan manik amethystnya sejenak sebelum senyum merekah di wajah rupawannya, “Ah, kau mengetahuinya ya. Jadi? Apa kau menghampiri dan menyapaku karna kau tau identitasku?”

Sang gadis tertawa kecil, “Tentu saja, dengan surai pirang pucat yang terlihat seperti benang emas, manik seindah permata amethyst, dan wajah rupawan tersebut bagaimana saya bisa tidak mengenali Vil Schoenheit, pangeran pertama Kerajaan Loen. Benar bukan Yang Mulia?”

“Dan tentu saja. Tapi seandainya anda mengelak pun saya akan tetap menyapa anda, lagipula apa salahnya sekedar menyapa dan mengajak orang lain berbincang?”

Sang pemuda tertawa kecil, “Sekarang pun apa kau sedang berusaha mendekatiku seperti yang lainnya karna tau kalau aku adalah seorang pangeran?”

“Apa untungnya saya melakukan itu? Saya adalah seorang bangsawan yang memiliki sejarah panjang di negara ini Yang Mulia, apa yang akan saya dapatkan dari pangeran negara lain bila saya sudah memiliki segalanya di negara ini?”

Tawa lepas sang pemuda terdengar, “Rupanya kau ini benar-benar gadis yang sangat menarik”

“Meskipun begitu anda sungguh- ah tidak, saya rasa anda bahkan jauh terlihat lebih indah daripada rumor yang beredar”

Sang pemuda maju selangkah, mendekatkan diri kepada sang gadis. Tangannya terulur, menarik pelan kemudian mengecup punggung tangan sang gadis, “Benarkah? Saya tersanjung mendapat pujian sebesar itu dari nona manis seperti anda. Terima kasih atas pujiannya, Nona Evans”

Wajah sang gadis memerah tipis, perlahan ia menarik tangan dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya. Yuuki berdeham pelan sebelum melanjutkan pembicaraan, “Ekhem, j-jadi kenapa Yang Mulia bisa berada di sini? Dari yang kuingat Yang Mulia seharusnya menginap di istana raja karena merupakan tamu kehormatan dari kerajaan lain”

“Aku hanya pergi sebentar karna merasa sedikit bosan”

Kini sang gadis yang terlihat melebarkan kedua manik yang senada dengan surainya tersebut, “ANDA KABUR?! TANPA SATUPUN PENJAGA YANG MENGIKUTI ANDA?!”

Sang pemuda menghela nafas panjang, “Reaksimu terlalu berlebihan, aku hanya pergi sebentar saja. Bagaimana denganmu sendiri? Apakah sebuah hal yang lumrah bagi seorang bangsawan untuk berjalan-jalan di kota tanpa pendamping satupun seperti dirimu saat ini?”

“Ah tidak- melihat pakaianmu saat ini, apa kau sedang melakukan itu? Menyamar untuk berbaur seperti rakyat biasa. Kalau benar maka kau tidak berhak menasihatiku karna yang kau lakukan sama saja dengan yang kulakukan”

“Tentu saja itu adalah dua hal yang berbeda Yang Mulia, anda adalah seorang pangeran dari kerajaan lain. Terlebih lagi anda adalah pangeran pertama, yang berarti anda adalah calon raja selanjutnya dari Kerajaan Loen”

Sang gadis membalikkan badannya, “Ayo ikut saya, saya akan memanggilkan kereta kuda agar anda bisa kembali ke Istana Raja”

“Bagaimana denganmu?”

“Saya akan ikut, sebenarnya setelah ini saya memang berniat pergi ke istana karna saat ini ayah saya sedang dipanggil, beliau diberi wewenang untuk memimpin pasukan yang menjaga keluarga Yang Mulia”

“Ah, tapi sebelum itu di tengah perjalanan saya rasa kita harus pergi ke butik sebentar. Karna saya harus berganti baju sebelum pergi ke istana bukan?”

Sang gadis menggantungkan ucapannya, kemudian sedikit membungkukkan badan dan mengulurkan tangannya, “Kalau begitu Yang Mulia, ayo kita pergi?”

Itu adalah sebuah pertemuan pertama, antara sang Kesatria dan sang Pangeran.

👑

Vil menutup bukunya, kemudian melihat ke arah luar jendela. Bulan kini tengah berada di tengah langit lepas, menyinari gelapnya malam menggantikan posisi matahari sebagai sumber cahaya.

Sang pemuda menaruh buku bacaannya ke atas nakas yang terletak di sebelah kasur. Kemudian merebahkan tubuh ke atas empuknya lautan kapuk, bersiap untuk tidur walaupun kedua manik belum terasa berat.

Bayangan kejadian beberapa hari yang lalu kembali muncul di benaknya. Tawa kecilnya terdengar, ia tidak pernah bertemu gadis seperti itu sebelumnya. Ia selalu menyukainya, saat orang di sekitarnya bertekuk lutut hanya karna keindahan dan kekuatan tidak terlihat yang ia miliki. Namun sesekali melihat yang tidak terlalu peduli kepada hal tersebut seperti gadis yang ia temui tadi siang tidak buruk rupanya.

Tentu saja sang gadis selalu bersikap sopan dan santun terhadapnya, tanda bahwa sang gadis masih menyadari perbedaan status di antara mereka. Namun gadis tersebut terlihat santai walaupun berada di dekatnya, seolah tidak terlalu memperdulikan dan takut kepadanya. Ia menyukainya, saat gadis tersebut berada di dekatnya.

Hingga suara ketukan di jendela terdengar, membuat sang pemuda refleks mendudukkan dirinya. Penyerangan? Apa mungkin? Mengingat saat ini ia sedang tidak berada di teritorinya sendiri.

Sang pemuda meraih pelan pedang kecil yang terletak dibalik selimut, kemudian melangkah perlahan ke arah jendela. Langkah demi langkah ia atur sepelan mungkin agar mengurangi hawa keberadaannya.

Hingga surai sewarna dengan langit malam lah yang memenuhi pandangannya, membuat sang pangeran refleks menjatuhkan pedangnya dan membuka jendela kamarnya.

“K-KAU?! INI 'KAN LANTAI DUA?!”

Sang gadis tertawa, “Permisi Yang Mulia, bisa izinkan aku masuk dulu?” Ucap sang gadis yang membuat Vil segera mundur beberapa langkah dari jendela kamarnya

Sang gadis melompat kecil, sebelum akhirnya menepuk pelan bajunya yang terlihat sedikit berdebu tersebut.

“Kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana kau bisa masuk?”

Sang gadis menunjuk ke arah pohon di belakangnya, “Tentu saja dengan memanjat pohon Yang Mulia. Ngomong-ngomong aku tidak menyangka kalau Yang Mulia belum tidur”

Vil menghela nafas panjang, “Aku hampir tertidur kalau saja kau tidak datang”

“Tapi rasanya Yang Mulia tidak terlihat mengantuk?”

Sang pemuda hanya melirik sinis Yuuki, tidak berniat kembali melanjutkan pembicaraan mengingat sebenarnya ia juga tidak pernah bisa tertidur nyenyak saat berada di tempat asing.

“Kau ini sepertinya memiliki terlalu banyak keberanian ya...”

Sang pemuda kembali mengambil pedangnya, mengarahkan sisi tajamnya ke arah sang gadis, “Apa kau tidak menyadarinya? Kau adalah putri dari keluarga kesatria yang memiliki sejarah panjang di Kerajaan ini, dan aku adalah penerus selanjutnya dari Kerajaan yang sebelumnya memiliki hubungan tidak baik dengan Kerajaanmu. Bagaimana kalau aku menganggap kedatanganmu sebagai tanda bahwa aku sedang diserang?”

Sang gadis terlihat mengedipkan matanya beberapa kali, sebelum tertawa kecil, “Yang Mulia tidak akan melakukannya” Ucapnya seraya menggeser pelan arah mata pedang tersebut dari lehernya

“Kenapa kau yakin sekali?”

“Karna kita adalah teman bukan?”

Sang pemuda terdiam sejenak. Teman ya? Batinnya sebelum akhirnya tertawa lepas. Sungguh, gadis di hadapannya selalu sukses membuatnya tertawa lepas, tawa yang rasanya sangat jarang ia tunjukkan mengingat ia selalu menjaga tata kramanya sebagai seorang pangeran.

“Kau ini sungguh... aku sampai tidak tau harus berkata apa...” Ucapnya di sela tawa

“Heee?? Tapi benar bukan? Ngomong-ngomong Yang Mulia, apa Yang Mulia mau ikut bersamaku berjalan-jalan sebentar?”

“Hah?!”

Sang gadis kembali naik ke atas jendela, kemudian mengulurkan tangannya, “Aku datang kemari untuk memperlihatkan Yang Mulia keindahan kerajaan ini, apa Yang Mulia mau ikut bersamaku?”

Vil terdiam sejenak, masih berusaha mencerna segala hal yang terjadi. Ia tahu, alasan sang gadis datang menjemputnya lewat jendela adalah karna di dalam istana pasti ada terlalu banyak penjaga yang berkeliling. Tapi haruskah ia juga ikut?

Namun kedua maniknya melirik ke arah tangan sang gadis, menariknya lembut saat melihat tangan yang tadi siang masih terlihat baik-baik saja tersebut kini memiliki beberapa rona kebiruan, “Ada apa dengan tanganmu?”

Sang gadis refleks menarik kembali tangannya, kedua maniknya terlihat sedikit bergetar, “A-ah, tidak apa-apa! Aku hanya sedikit latihan terlalu banyak tadi siang” Ucapnya disertai tawa canggung

Vil kembali menghela nafas panjang, entah sudah keberapa kalinya untuk hari ini. Sang pemuda memgambil kain untuk menutupi surainya sebelum kembali menghampiri sang gadis yang terlihat bermandikan sinar bulan tersebut, “Ayo, kita pergi”

🌻

Yuuki maju beberapa langkah, sebelum akhirnya berbalik, menatap Vil dengan senyum merekah di wajah manisnya, “Bagaimana? Tidak dapat dibandingkan dengan taman bunga tempat kita pertama kali bertemu bertemu bukan?”

Senyum ikut mengembang di wajah sang pemuda, “Benar katamu...” Ucapnya seraya memperhatikan sekitarnya

Sebuah taman bunga yang luasnya tidak dapat ia perkirakan, bahkan dilengkapi berbagai hiasan seperti air mancur dan lainnya. Ditambah sinar bulan yang menyinari membuat ia yakin kalau taman ini terlihat lebih indah dibanding saat siang hari.

“Ada yang ingin kutunjukkan lagi Yang Mulia, ayo!”

“Ah- Hei, tunggu sebentar”

Sang gadis refleks menghentikan langkahnya, kemudian memasang cengiran lebarnya. Tangannya kembali terulur, menggenggam lembut telapak tangan Vil, “Maaf kalau saya lancang, tapi ayo kita pergi, Yang Mulia”

Aneh, Vil biasanya akan sangat membenci saat seseorang menyentuh tangannya seenaknya seperti ini. Tapi ia malah membiarkan gadis di sampingnya ini bersikap seenaknya. Aneh, bagaimana bisa ia membiarkan gadis yang bahkan baru beberapa hari dikenalnya ini menggenggam tangannya dan kini berjalan beriringan dengannya? Aneh, bagaimana bisa ia kini tidak merasa risih sedikitpun? Bahkan sejujurnya ia merasa sangat nyaman saat berada di dekat gadis tersebut.

“Yang Mulia apa anda merasa sakit? Anda diam saja dengan wajah merengut sejak tadi... Atau anda tidak suka berjalan dengan saya?”

“Tidak!”

Vil memalingkan wajahnya sejenak, “Itu... aku baik-baik saja. Dan berjalan denganmu... aku tidak membencinya”

Yuuki termenung sejenak, tidak menyangka kalau akan melihat Vil kini memalingkan wajahnya yang bersemu tipis. Walau hanya bermodalkan cahaya bulan yang seadanya, tapi ia tetap bisa melihatnya.

Tawa kecil sang gadis terdengar, yang membuat sang pemuda memandangnya sinis, “Apa kau sedang mentertawaiku? Dasar, kau ini benar-benar tidak sopan”

“Maafkan aku, tapi aku tidak menyangka kalau Yang Mulia benar-benar manis sekali...”

Vil berdeham pelan- berusaha menetralisir rasa gugup dan dadanya yang terasa sedikit berdebar, “Ekhem, sudah lebih baik kau lanjutkan saja. Kau akan membawaku ke mana?”

“Ah, kita sudah sampai”

Yuuki melangkahkan kakinya ke arah sebuah hamparan bunga bunga kecil di hadapan mereka, hingga kakinya terhenti di sebuah pohon yang berada di tengah

“Bagaimana?”

Sang pemuda termenung sejenak. Angin berhembus, membelai lembut surai panjang sang gadis. Wajah manis nya yang terlihat sang antusias untuk mengetahui jawaban sang pemuda, dan senyum polosnya yang terlihat sangat cerah di bawah sinar bulan.

“Indah...” Gumamnya kemudian dengan senyum mengembang di wajah. Sang pemuda tidak mengerti, ia telah bertemu banyak gadis yang terlihat lebih cantik daripada sang gadis. Dengan riasan sedemikian rupa, dan gaun yang dibuat seindah mungkin. Ia bahkan tidak dapat menghitung jumlah gadis yang pernah mendatanginya- berniat memenangkan hatinya.

Namun ada yang aneh dengan gadis dihadapannya. Bahkan hanya bermodalkan gaun putih sederhana dan senyum polos di wajah, bagaimana bisa sang gadis terlihat seperti itu? Vil tersenyum, rasanya ia seolah baru saja menemukan sebuah bunga yang masih belum mekar. Ia ingin menjaga sang gadis. Menjaga senyuman cerah itu, agar tidak pernah ada kesedihan di dalamnya. Ia ingin lebih dekat, ia ingin mengenal sang gadis bak bunga matahari itu lebih dalam lagi.

Senyum puas merekah di wajah Yuuki begitu mendengar jawaban Vil, “Benar bukan?”

Entah sang pemuda baru saja memuji pemandangan di hadapannya, atau memuji gadis yang kini mendudukkan diri di bawah pohon tersebut. Sang gadis menepuk pelan bagian kosong di sampingnya- memberi tanda agar sang pemuda duduk di sampingnya.

“Aku pertama kali menemukan taman ini saat dulu pergi dengan ayahku ke istana ini. Tempatnya sedikit terbelakang, sehingga taman ini selalu terlihat sepi...”

Sang gadis memejamkan kedua maniknya, “Tapi aku menyukainya, duduk disini rasanya selalu sukses menenangkan diriku”

“Hm? Benarkah? Kalau begitu apa tidak apa-apa untukku mengetahuinya?”

Perlahan, kedua manik kembali terbuka, “Tentu saja! Justru sebenarnya aku memang benar-benar ingin menunjukkannya kepada Yang Mulia”

Satu buah pertanyaan refleks lolos dari bibir sang pemuda, “Kenapa?”

Sang gadis terdiam. Kenapa? Entahlah. Bahkan sang gadis juga tidak mengerti.

”... entahlah. Mungkin karna Yang Mulia adalah teman saya yang berharga?”

“Apa kau tidak pernah memiliki teman sebelumnya?”

Sang gadis terdiam sejenak, kemudian tersenyum pahit, “Ah... soal itu... berarti Yang Mulia belum pernah mendengar rumor mengenai saya ya?”

Sang pemuda mengernyitkan alisnya- sedikit bingung dengan pertanyaan sang gadis, “Rumor a-”

“Tidak apa-apa, bukan rumor penting. Sudah cukup membahas mengenai saya. Saya ingin mendengar cerita mengenai Yang Mulia”

”... aku tidak mengerti kau ini benar-benar memang memiliki keberanian tinggi atau hanya terlalu polos. Apa kau sadar kalau kau baru saja memotong pembicaraan seorang pangeran?”

Cengiran lebar merekah di wajah Yuuki, “Hehe, tapi Yang Mulia tidak masalah bukan? Kalau begitu berarti tidak apa-apa”

Helaan nafas sang pemuda terdengar. Sungguh, kenapa ia menjadi selemah ini di depan sang gadis?

“Tidak ada yang menarik dari diriku. Seperti yang sudah kau ketahui, aku adalah Vil Schoenheit, pangeran pertama dari Kerajaan Loen”

“Eeehh? Hanya begitu saja?”

“Yang lebih penting itu dirimu...”

Tangan sang pemuda mengangkat lembut telapak tangan kanan sang gadis, sebelum akhirnya menarik kain yang menutupi dan dapat melihat lengan serta telapak tangan sang gadis yang terdapat satu atau dua lebam kebiruan, “Apa maksudnya ini?”

Sang gadis mengalihkan pandangannya, “S-seperti yang sudah kukatakan tadi, aku hanya sedikit bersemangat saat melakukan latihan tadi siang... Dan lagi ini sama sekali tidak terasa sakit kok~”

“Aw!” Ringis Yuuki selanjutnya begitu Vil menekan pelan salah satu lebam di lengannya

“Apanya yang tidak terasa sakit”

Yuuki hanya menampakkan cengiran canggung mendengar ucapan Vil, “Hehe...” tawa canggungnya terdengar

“Jadi? Berminat untuk menjelaskan?”

Sang gadis menarik nafas dalam-dalam. Sungguh, rasanya sangat tidak mudah untuk melanjutkan kalimat yang sebenarnya sangat mudah untuk dikeluarkan tersebut. Tentu saja mengingat selama ini ia tidak memiliki teman untuk bercerita- berbagi rasa dikala suka maupun duka.

Sebagian besar gadis bangsawan di Kerajaan Arthuria memilih untuk mengalihkan pandangan darinya. Hal yang sang gadis anggap saja wajar karna berteman dengannya tidak memiliki keuntungan apapun meskipun keluarganya adalah keluarga yang memiliki sejarah panjang.

“Aku... benar-benar hanya berlatih terlalu keras. Lagipula aku hanya akan melakukan latihan beberapa hari lagi. Jadi, hal seperti ini hanyalah masalah kecil...”

”... begitu?”

Senyum merekah di wajah sang gadis, namun sang pemuda tidak menyukainya. Ia benar-benar tidak menyukai bagaimana sang gadis bisa memekarkan senyum di wajah padahal saat ini ia tengah kembali menutupi lebam di tangannya dengan lengan panjang yang digunakan sang gadis.

“Kau tau?”

“Hm?”

Sang pemuda mengelus pelan surai sang gadis, mengulas sebuah senyum yang entah mengapa terasa sangat menenangkan bagi sang gadis.

“Aku akan mendengarkan ceritamu. Jadi kapan pun kau siap dan kapan pun kau merasa lelah, kau bisa datang dan menceritakannya kepadaku”

Sang gadis terdiam sejenak. Angin kembali membelai lembut surai miliknya dan sang pemuda.

“Hee?? Tapi Yang Mulia akan pulang lusa bukan? Kalau begitu bagaimana kalau saya baru siap bercerita saat Yang Mulia sudah pulang?”

”... apa kau serius?”

Yuuki tertawa kecil, “Maaf, habisnya Yang Mulia terlihat serius sekali”

Sang gadis memalingkan wajahnya sejenak, menatap indahnya langit malam yang terlihat senada dengan surainya tersebut

“Walaupun itu hanya sekedar kata-kata untuk menghibur saya, tapi terima kasih Yang Mulia. Rasanya hampir tidak pernah ada yang berkata seperti itu padaku”

Vil menarik pelan pundak Yuuki, membuat sang gadis kembali mengalihkan pandangan kepadanya, “Bagaimana kalau kubilang aku serius dengan ucapanku?”

Vil menarik pelan telapak tangan Yuuki, menutup kedua maniknya sebelum mengecup pelan punggung tangan sang gadis. Kelopak mata kembali terbuka, memperlihatkan kedua manik amethyst yang kini menatap Yuuki dalam.

“Mulai sekarang, aku akan menjaga dan memperhatikanmu”

Sang gadis terdiam sejenak.

Apakah boleh?

Sedikit saja...

Apakah ia boleh mengharapkan kebahagiaan?

“Hal tersebut tidak bisa terjadi...”

Senyum pahit mengembang di wajah. Ah, sang pemuda membencinya. Di saat senyum seperti itu mengembang di wajah sang gadis.

“Karna, Yang Mulia terasa terlalu jauh untuk saya”

To be continue