Faraway [Part 2]

Vil Schoenheit (Twisted Wondeland) x Hoshizora Yuuki (OC based on Yuu [Player] ) Royal!AU

👑🌻

3.1k Words

───────────

Vil menaruh buku terakhir ke rak yang berjejer dengan rapih tersebut. Sayang sekali ini adalah buku terakhir yang dapat ia baca di kerajaan ini mengingat esok pagi ia sudah harus kembali.

Kedatangan dirinya dan sepupunya ke Kerajaan Arthuria adalah sebagai perwakilan untuk menandatangani perjanjian damai antara Kerajaannya- Loen dan Kerajaan Arthuria tempat kini dirinya berpijak. Sebuah hal yang untuk pertama kalinya terjadi setelah puluhan tahun kedua Kerajaan tersebut memiliki hubungan yang tidak baik.

Tangannya menutup pelan pintu perpustakaan istana. Kedua kakinya melangkah menyusuri lorong yang sepi. Hingga suara ramai di area taman berhasil menarik atensinya. Helaan nafasnya terdengar tidak lama kemudian, begitu melihat Neige Leblanche- sepupunya yang berumur satu tahun lebih muda darinya tersebut terlihat sibuk dikerubungi gadis serta pemuda bangsawan yang terlihat seumuran dengannya tersebut. Memang, area istana Kerajaan Arthuria terbilang cukup luas sehingga beberapa area- seperti taman yang dipijaki Neige merupakan area yang terbuka untuk umum.

Ia tidak pernah menyukainya.

Vil dibesarkan dengan pengajaran khusus sebagai putra mahkota. Namun ia tidak pernah membencinya. Meskipun hal itu membuatnya terisolasi di istana dan tidak pernah memiliki teman, Vil merasa bangga kepada dirinya sendiri karna berhasil tumbuh dengan sempurna. Pendidikan yang tinggi, kemampuan berkuda, kemampuan memanah, status, dan wajah rupawan. Ia memiliki segalanya.

Jadi kenapa ada begitu banyak orang yang mendadak mengatakan kalau Neige juga memiliki hak untuk menjadi raja? Ia tahu, bahwa Neige memang memiliki darah kerajaan yang mengalir di dalam tubuhnya, akan tetapi bagaimana bisa orang-orang dengan mudahnya mengatakan hal seperti itu di depan dirinya? Hanya karna ia lebih sering menyibukkan diri dengan segala hal yang diperlukan sebagai putra mahkota, sedangkan Neige yang terlihat riang dan ramah lebih cocok menjadi putra mahkota?

“Ah, disini rupanya! Yang Mulia Vil!”

Suara panggilan terdengar. Senyum ramah merekah di wajah Vil begitu beberapa gadis bangsawan menghampirinya.

“Kami mencari anda sejak tadi”. Belum sempat Vil mengatakan apapun, kalimat demi kalimat kembali dilontarkan para gadis yang mengerubunginya

“Ah! Apa anda baru saja pergi ke perpustakaan kerajaan?”

“Hebat sekali~! Memang sesuai dengan rumornya, anda adalah seorang putra mahkota yang sangat ideal”

Hingga kedua manik amethyst sang pemuda menangkap kehadiran sang gadis yang kini sedang melangkah. “Nona Evans!” Panggilnya yang membuat perhatian kini tertuju kepada gadis bersurai sewarna langit malam yang sejak malam itu selalu menjauhinya.

Sang gadis hanya memasang senyum, kemudian membungkuk sebagai salam hormat sebelum akhirnya kembali melangkah pergi.

“Sungguh gadis yang sangat tidak sopan, bagaimana bisa dia hanya pergi seperti itu padahal Yang Mulia Vil memanggilnya?”

“Benar sekali! Lagipula kenapa Yang Mulia memanggilnya?”

“Ah, itu pasti karena Yang Mulia tidak mengenal Putri Marquess Evans tersebut. Benar bukan, Yang Mulia?”

Kedua manik Vil sedikit melebar- tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang sang gadis, “Memangnya ada apa?”

“Putri Marquess Evans tersebut, tidak akan menjadi penerus keluarga Evans selanjutnya”

“Betapa malangnya gadis tersebut, padahal kudengar dia menerima pelatihan khusus dari Marquess Evans sendiri, yang bahkan lebih berat daripada pelatihan yang dilakukan oleh kesatria kerajaan”

Vil terdiam sejenak mendengarkan kalimat dengan kalimat yang dikeluarkan dengan mudahnya oleh para gadis di hadapannya, sebelum akhirnya mengeluarkan sebuah pertanyaannya

“Kalau dia sudah mendapat pelatihan sampai seperti itu kenapa dia tidak menjadi penerus?”

“Sebenarnya hanya kehadirannya saja, sudah merupakan kekecewaan bagi keluarga Evans yang selalu melahirkan anak laki-laki pertama yang akan menjadi penerus gelar. Kelahiran seorang gadis sebagai anak pertama merupakan hal yang teramat jarang bagi keluarga Evans”

“Seharusnya bisa saja gelar tersebut diberikan kepada anak kedua apabila terlahir sebagai laki-laki, tapi dari yang kudengar Marchioness Evans merupakan seseorang yang cukup sulit untuk memiliki keturunan. Maka dari itu Nona Evans telah mendapat berbagai macam pelatihan sejak berumur 5 tahun. Ia juga sangat jarang mendatangi pesta atau semacamnya”

“Namun 3 tahun kemudian seorang anak laki-laki berhasil terlahir di keluarga Evans, entahlah bisa kusebut itu keberuntungan atau justru kemalangan bagi Nona Evans yang bahkan telah merelakan masa kecilnya itu”

Vil menghela nafas panjang, jadi inikah yang saat itu sang gadis maksud dengan rumor mengenai dirinya? Melihat gadis-gadis di hadapannya dapat bercerita dengan mudahnya, bukankah berarti hal ini telah menjadi topik yang umum di kerajaan ini?

Senyum ramah kembali merekah di wajah, “Ah, begitu rupanya. Terima kasih banyak karena telah memberitahuku”

“Tentu saja Yang Mulia, sebaiknya Yang Mulia juga jangan terlalu dekat dengan Nona Evans”

“Benar Yang Mulia. Walaupun keluarga Evans telah memiliki penerus yang sebenarnya, tahun depan Nona Evans masih tetap akan menerima gelar sementara sampai penerus yang sebenarnya siap, sebab Marquess Evans sendiri sudah terbilang cukup umur untuk tetap memegang gelar.

“Apa kalian tahu? Setelah itu, kudengar Marquess Evans akan menyuruh Nona Evans menikah dengan bangsawan yang pantas untuk menjaga derajat keluarga Evans. Yang berarti Nona Evans hanya bisa menikah dengan seseorang yang memiliki gelar Marquess atau Duke, dan seingatku tidak banyak lelaki muda mengingat pada dasarnya tidak banyak bangsawan yang memiliki gelar setinggi Marquess ataupun Duke”

“Saat ini saja hampir tidak ada pemuda yang tertarik dengannya, bagaimana beberapa tahun ke depan disaat ia telah menjadi mantan Jenderal kerajaan? Ditambah lagi saat itu berarti Nona Evans sudah berumur 25 tahun. Kudengar Nona Evans juga memiliki sifat yang dingin dan menyeramkan”

Dingin... dan menyeramkan? Sang pemuda menahan tawanya, bagaimana bisa gadis yang menemuinya malam-malam hanya untuk mengajaknya jalan-jalan itu disebut dingin dan menyeramkan.

“A-apa ada yang lucu, Yang Mulia?”

“Tidak... hanya saja aku sebenarnya sempat berbincang dengannya beberapa hari yang lalu, dan kurasa dia bukanlah orang yang seperti itu”

Para gadis melihat ke arah satu sama lain, “B-benarkah?”

“Aku juga belum pernah berbicara dengannya, tapi sejujurnya terkadang aku terlalu takut. Bagaimana kalau dia marah dan melakukan kekerasan?”

“Kurasa aku bisa menjamin kalau ia tidak akan melakukan hal seperti itu”

“K-kalau Yang Mulia berkata seperti itu...”

Sang pemuda melihat ke arah luar jendela, senyum mengembang di wajah saat melihat berbagai macam bunga yang mekar di taman kerajaan. Benaknya kembali ke malam terakhir kali di mana ia melihat senyuman sang gadis.

“Karena dia adalah...”

“Aku datang kemari untuk memperlihatkan Yang Mulia keindahan kerajaan ini, apa Yang Mulia mau ikut bersamaku?”

”... gadis dengan senyuman secerah bunga matahari”

đź‘‘

Sang gadis memandang ke arah luar jendela kereta kuda. Helaan nafas nya terdengar. Gaun berawarna biru muda dan putih, rambut yang telah ditata sedemikian rupa, serta wajah yang telah diberi pemulas. Sang gadis membencinya, saat harus tampil dengan indah seperti ini hanya untuk memenuhi keinginan sang ayah yang mengharapkan dirinya berhasil menemukan pemuda dengan status tinggi untuk menikah dengannya di kemudian hari.

Kereta kuda berhenti, dan pintu pun terbuka. Sang gadis mengangkat sedikit bagian bawah gaunnya sebelum turun perlahan. Kedua kakinya berjalan membawanya ke aula istana- tempat pesta diadakan.

Sang gadis melihat keluarganya berdiri di depan pintu. “Selamat malam, Ayah dan Ibu” Ucapnya seraya membungkuk pelan- memberi tanda hormat. “Kakak!” Ucap sang adik sebelum memeluknya.

Senyum mengembang di wajahnya. Ah, sungguh, bagaimana bisa ia membenci sang adik yang kini tersenyum bak malaikat tersebut?

Yuuki tahu, bahwa sebagian besar orang yang membicarakannya akan mengira dirinya membenci sang adik. Namun Yuuki tidak bisa melakukannya- ia tidak akan bisa membenci adik yang berumur 8 tahun lebih mudah darinya tersebut. Ia tahu, bahwa adiknya tersebut juga mendapat pelatihan yang sama sepertinya. Ia tahu, bahwa sang adik juga mendapat rasa sakit yang sama sepertinya. Hanya mengetahui saja sudah membuatnya merasa tidak sampai hati untuk membenci sang adik.

Entahlah, Yuuki tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia merasa lelah dengan segalanya. Dengan fakta bahwa setiap kerja kerasanya hanya untuk menjadi pewaris sementara yang nantinya akan digangikan sang adik. Ia lelah setiap ayahnya menekankan dirinya untuk merias diri karena setelah itu dirinya juga diharuskan untuk menikah dengan seseorang yang berstatus tinggi untuk menjaga nama keluarganya. Rasanya ia ingin melampiaskan segala emosinya, tapi kepada siapa? Benaknya kembali ke malam beberapa hari yang lalu

“Bagaimana kalau kubilang aku serius dengan ucapanku?”

“Ayo, kita masuk”

Satu kalimat perintah tersebut membuat Yuuki tersadar dari lamunannya. Ia tidak bisa. Pada akhirnya menurutnya, Vil pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik darinya. Seorang Putri Kerajaan misalnya?

“Keluarga Marquess Evans, memasuki ruangan!”

Suara bisikan terdengar pada setiap langkah yang ditapaki Yuuki. Hal yang tidak terlalu diperdulikan sang gadis mengingat memang sudah biasa terjadi. Setiap langkah sang gadis terlihat sangat anggun, ditambah dengan paras yang rupawan membuat siapapun yang melihat akan merasa terpesona.

Saat berpedang harus terasa keras, namun saat melangkah harus terasa lembut. Pandai berkuda, namun juga harus pandai menyulam. Harus sempurna dalam memanah, namun juga harus membuat siapapun yang melihat dansanya seolah merasa tersihir.

Yuuki tidak mengerti, ia bukanlah robot. Jadi kenapa ia harus sempurna di segala sisinya? Ia bahkan tidak tahu, di antara kedua sisi tersebut, sebenarnya sisi mana yang ia lebih sukai?

Sapaan tanda hormat kepada keluarga kerajaan yang terduduk di tengah aula telah berhasil diberikan. Sang gadis pun memilih untuk pergi ke pojok ruangan. Menikmati ke sendiriannya, mengingat ia rasa juga tidak akan ada yang berminat berbincang dengannya.

“Perwakilan Kerajaan Loen, Pangeran Vil Schoenheit dan Pangeran Neige Leblanche beserta Sir Allen memasuki ruangan!”

Suara ricuh mulai mengisi ruangan. Aneh... kenapa rasanya sangat gugup hanya karena sang gadis mendengar nama Vil disebut?

Kedua maniknya memandang ke arah ketiga perwakilan dari Kerajaan Loen. Hingga manik yang senada dengan surai nya tersebut bertemu dengan kedua manik seindah permata amethyst milik sang Putra Mahkota. Senyum tulus mengisi wajah rupawan tersebut, membuat sang gadis refleks memalingkan wajahnya yang kini terlihat dihiasi rona merah tersebut

Sang gadis segera menggeleng perlahan. Tidak, perasaan seperti ini tidak boleh ia miliki. Pada akhirnya hal seperti ini hanya akan menghambat baik dirinya maupun bagi sang pemuda.

Alunan musik mulai terdengar, dengan kedatangan perwakilan Kerajaan Loen dimulai, maka pesta resmi dimulai. Beberapa pasangan terlihat mulai menari di tengah aula dengan alunan musik yang terdengar lembut.

Beberapa orang terlihat mulai mengerubungi Neige, yang tentunya disambut dengan senyuman ramah pemuda bersurai hitam legam tersebut. Tidak lama kemudian pemuda tersebut mulai berdansa, kepada siapapun yang menginginkannya.

Yuuki tidak mengenalnya, namun hanya dengan melihat senyuman ramah dan bahagia yang selalu dikeluarkannya tanpa rasa lelah tersebut membuat Yuuki sedikit banyak telah mengetahui sifat pemuda tersebut.

Diam-diam kedua maniknya melirik ke arah sekitar, dengan siapa Vil akan berdansa? Mengingat berbeda dengan Neige- Vil bukan hanyalah sekedar seorang pangeran, ia adalah seorang putra mahkota. Siapapun yang akan ia pilih sebagai partner dansanya, pastilah seseorang yang telah ia pilih secara seksama.

Putri dari kerajaannya mungkin? Kedua telinganya mendengar beberapa gadis di sekitarnya berbisik, menebak hal yang kurang lebih sama sepertinya.

Kedua kaki sang gadis gadis melangkah, membawanya menuju balkon istana. Berniat mencari ketenangan beserta udara sejuk angin malam. Rasanya lebih baik ia menghabiskan waktu sendirian di balkon istana daripada melihat hal yang tidak diinginkannya.

Hal yang tidak diinginkannya?

Sang gadis refleks menghentikan langkahnya. Tidak, sang gadis membencinya- ia membenci saat merasakan hal seperti ini. Bagaimana bisa ia berpikir seperti itu. Kepada siapapun sang pemuda akan berdansa nantinya, itu bukanlah urusannya.

Suara gaduh membuat sang gadis berbalik, dan yang ia dapati adalah Vil yang tengah sedikit membungkuk dan mengulurkan tangannya. Membuat rasa gugup perlahan menjalari tubuhnya.

“Nona Evans, anda terlihat senggang. Mau berdansa dengan saya?”

Kedua manik sang gadis terlihat berbinar, perlahan rona merah mengisi wajahnya. Tangannya mulai bergerak- menerima uluran tangan sang pemuda. Begitu jari bertemu, sang pemuda segera menggenggam lembut tangan sang gadis. Tidak berniat melepasnya.

Tangan diletakkan ke atas pinggang, dengan lembut- sang pemuda mulai menuntun gadis yang masih terlihat kaget tersebut berdansa. Alunan musik lembut mengiringi keduanya. Indah- adalah salah satu kata yang kerap kali telinga sang gadis tangkap.

“Semua orang memuji Yang Mulia”

Tawa kecil sang pemuda terdengar, “Fufu, apa kau tidak menyadarinya? Mereka juga memuji dirimu”

“Benarkah?”

“Tentu, kalau tidak aku tidak akan mengajakmu berdansa bersamaku”

Sang gadis segera memalingkan pandangan, senyuman terlihat luntur dari wajahnya, “Ah, begitu rupanya”

“Apa kau tau?”

“Apa?” Jawab sang gadis terdengar malas

Sang gadis terangkat ke udara, membuat dada sang gadis kembali berdegup kencang. Rasa gugup, antusias, dan juga khawatir bercampur aduk menjadi satu.

“Kau selalu terlihat indah...”

Jarak keduanya kembali terasa dekat. Tangan sang pemuda kembali diletakkan di pinggang sang gadis, begitupun tangan sang gadis yang kembali di letakkan di pundak sang pemuda.

“Bahkan di malam itu, hanya dengan bermodalkan gaun putih polos itu pun, kau tetap terlihat indah”

Rona merah kembali menghiasi wajah manis sang gadis. Ah, rasanya kalau saat ini tidak ada siapapun, mungkin sang pemuda sudah memeluk erat sang gadis karena merasa sangat gemas.

“Aku selalu menyukainya...”

Alunan musik terhenti, keduanya membungkuk- memberi hormat akhir. Sang pemuda melangkah- kembali mendekati sang gadis. Tangan terangkat, menarik lembut tangan sang gadis, kemudian mengecupnya lembut.

”... kau di saat itu, maupun kau di saat ini, aku selalu menyukainya”

🌻

“Disini kau rupanya”

Mendengar suara yang familiar memecah keheningan, membuat sang gadis membalikkan badannya.

”... Yang Mulia?”

Sebuah senyum merekah di wajah sang pemuda, “Ada apa? Terlihat kaget seperti itu. Ini bukan pertama kalinya 'kan kau melihat wajah indah ini?”

“Tidak... aku hanya tidak menyangka kalau Yang Mulia akan datang. Kukira Yang Mulia akan beristirahat karna besok sudah kembali”

“Aku tidak bisa kembali begitu saja selama kau masih menghindariku”

“Aku tidak menghindari Yang Mulia”

“Kau menghindariku. Kau tidak datang ke perpustakaan sama sekali sejak terakhir kali kita bertemu, setiap kita bertemu di lorong kau juga hanya menghindari tatapanku. Dan kau tidak mendatangiku lagi seperti malam itu”

Sang gadis terdiam sejenak, sedikit terkaget dengan kata demi kata yang diucapkan sang pemuda sebelum akhirnya tertawa pelan

“A-apa? Kau mau kuungkapkan lebih banyak bukti kalau kau menghindariku?

“Tidak- tidak perlu... aku hanya tidak menyangka kalau Yang Mulia memperhatikanku sampai seperti itu”

“Kau mengetahuinya bukan? Aku sudah mengatakannya di malam itu... kalau aku serius dengan segala ucapanku”

”... itu tidak boleh Yang Mulia... itulah sebabnya saya memilih untuk menjauhi anda...”

“Aku tidak mengerti, kenapa? Kenapa rasanya semakin aku berusaha mendekatimu, kau terasa semakin jauh dariku?”

Yuuki membalikkan badannya, namun belum satu langkah pun sang gadis beranjak, sang gadis dapat merasakan tangannya digenggam

“Karna seperti yang saya sudah bilang sebelumnya. Pada akhirnya, jarak kita terlalu jauh...”

Sang gadis tersenyum pahit, sebelum akhirnya perlahan melepas genggaman tangan sang pemuda

“Pada dasarnya saya hanya mempertahankan jarak yang jauh itu. Jadi, selamat tinggal Yang Mulia. Sampai bertemu di kesempatan yang lebih baik lagi”

“Aku memintamu untuk menghentikan langkahmu...” Gumam sang pemuda kemudian yang membuat sang gadis menghentikan langkahnya

“Apakah itu adalah perintah?”

“Tidak- kalau kukatakan seperti itu apakah kau akan tetap pergi meninggalkanku?”

“Aku... aku melakukan ini demi kebaikan Yang Mulia dan kebaikanku juga...”

Vil menarik pelan kedua pundak Yuuki, menatap dalam kedua manik sang gadis, “Hal seperti itu... apa kau kira aku akan memperdulikannya?”

“Aku menyukainya, senyumanmu, keindahan terpendam yang kau miliki, kau yang terkadang terlihat ceroboh, namun di sisi lain terlihat sangat kuat, kau yang menutupi segalah kelemahanmu hanya dengan bermodalkan senyuman cerah. Kalau kukatakan seperti itu bukankah sudah cukup untuk membuatmu mengerti kalau aku ingin bersamamu?”

“Kalau begitu bukankah ucapanku sudah cukup jelas juga Yang Mulia? Anda adalah seorang pangeran dari kerajaan lain, jarak yang kita miliki terlalu jauh”

“Kau memilikinya, status sebagai bangsawan, tata krama dan kepintaran yang sempurna, beserta wajah yang manis. Lalu apa yang menjadi masalahnya?”

Ah, sang gadis membencinya. Disaat dengan mudahnya rasa gugup kembali mengisi dirinya hanya karna mendengar kata demi kata yang keluar dengan mudahnya dari sang pemuda.

“Y-Yang Mulia harusnya memilih pasangan yang lebih pantas, paling tidak memiliki status sebagai seorang putri misalnya?”

“Apa aku terlihat seperti seseorang yang memperdulikan hal seperti itu?”

“I-itu... Tapi tidak bisa Yang Mulia. Mulai tahun depan saya akan menjadi pewaris gelar keluarga hingga adik saya siap dan berumur 18 tahun. 8 tahun bukanlah waktu yang sebentar bukan?”

“Kalau begitu aku akan menunggumu”

“Eh?”

“Aku akan menunggu selama 8 tahun, setelah itu aku akan datang kembali untuk menemuimu”

“Saat itu Yang Mulia pasti sudah menemukannya, seseorang yang lebih pantas. Perasaan seperti ini... hanyalah angin sesaat saja...”

“Kau meremehkanku?”

“T-tidak! Saya hanya... merasa kalau tidak seharusnya Yang Mulia menyukai seseorang seperti saya... ditambah lagi 8 tahun ya... saat itu saya sudah melewati umur yang umum untuk memiliki hubungan”

“Cukup, aku tidak akan menerima apapun sanggahanmu lagi. Bukankah kau sendiri yang mengatakannya barusan? 'Sampai bertemu di kesempatan yang lebih baik lagi'? Aku berjanji...”

Sang pemuda meraih lembut beberapa helai surai sang gadis. Mengecupnya lembut sebelum memasang senyum yang membuat jantung sang gadis terasa akan lepas seketika.

”...akan menemuimu, di kesempatan yang lebih baik itu”

👑🌻

“Masuk!” Ucap sang gadis begitu mendengar suara ketukan di pintu ruangannya

“Aku membawakan kue dan teh, apa kakak mau istirahat dulu?”

“Ah... baiklah, terima kasih banyak”, senyum merekah di wajah sang gadis yang segera menaruh penanya tersebut. Kedua kakinya melangkah menuju ke arah sofa dan meja di tengah ruangan.

Kedua tangan meraih gelas yang kini berisi teh tersebut, menghirup aromanya perlahan sebelum menyesapnya. Membiarkan rasa hangat dan manis membuat dirinya rileks setelah berkutat dengan berbagai berkas selama hitungan jam.

”... apa kakak baik-baik saja?”

“Hm?”

“Kalau kakak mau, aku akan berbicara dengan ayah agar kakak tetap menjadi kepala keluarga”

“Tidak apa-apa, kalau kau mengatakan hal seperti itu bisa-bisa kesehatan ayah akan tambah menurun”

Senyum merekah di wajah sang gadis, “Lagipula aku tau, betapa kau bekerja keras untuk menggantikan posisiku. Bahkan sampai kemarin kau masih latihan diam-diam bukan?”

Wajah sang adik terlihat memerah tipis, “K-KAKAK MELIHATNYA YA??”

“Fufu, tentu saja~”

“Ukh... habisnya kakak dan ayah terlalu kuat. Rasanya latihan setiap hari pun aku tetap tidak bisa mengejar kalian”

“Jangan berkata seperti itu, mulai besok kau adalah kepala keluarga ini. Jadilah pemimpin yang berwibawa”

“Soal itu tentu saja. Ngomong-ngomong kak...”

“Ya?”

“Ada rumor bahwa Pangeran Vil dari Kerajaan Loen akan datang kemari untuk bertunangan dengan seseorang”

”... hm, benarkah?”

Cangkir ditaruh, dan senyum masih mengembang di wajah. Meskipun begitu dapat sang adik lihat bahwa kakaknya terlihat kaget sekilas saat mendengar ucapannya tadi.

“Apa kakak masih mengharapkannya? Aku memang ingin kakak bersama seseorang yang membuat kakak bahagia. Tapi tidak berarti maksudku kakak harus menutup diri seperti ini, bahkan sampai saat ini saja kakak tidak pernah dekat dengan siapapun”

“Itu hanya karena aku merasa belum ada yang cocok denganku”

“Bukan karna kakak menunggunya? Pangeran Vil itu”

”...”

“Saat masih kecil aku ingat kakak pernah berdansa dengannya, apa saat itu kakak sudah menyukainya? Aku hanya takut dia menyakiti perasaan kakak”

“Soal itu... aku akan melihat hasilnya besok”

“Benarkah?”

Sang gadis mengangguk pelan, “Tentu, kalau seandainya... ucapannya di hari itu hanyalah omong kosong. Maka aku berjanji akan mulai mencari tunangan setelah ini. Lagipula sebentar lagi ayah pasti sudah akan mendesakku untuk mencari seseorang yang pantas”

👑🌻

Sang gadis meregangkan tubuhnya, menikmati terpaan angin malam yang menghembus lembut gaunnya. Dengan berakhirnya pesta, maka berakhir pula masa dirinya menjabat sebagai kepala keluarga karna telah digantikan oleh adiknya.

Rasanya beban di kedua pundaknya seolah menguap seketika, walaupun sedikit tersirat rasa kecewa. Yuuki tidak membencinya, hari-hari yang sebagian besar dihabiskannya untuk bekerja. Maka dari itu saat dipaksa untuk berhenti seperti ini, membuat rasa kecewa sedikit mengisi dirinya.

Kedua kakinya membawa sang gadis entah kemana. Namun begitu sadar, ia telah tiba di taman yang berada tidak jauh dari kediamannya tersebut. Taman di mana untuk pertama kalinya ia bertemu dengan sang pemuda 8 tahun silam.

Angin kembali menghembus lembut dirinya, membuat senyum mengisi wajah saat melihat beberapa kelopak bunga ikut berterbangan.

Merasakan hawa keberadaan seseorang di taman yang sebelumnya kosong tersebut, membuat sang gadis refleks berbalik.

“Aku datang-

Kepala sang gadis terasa kosong seketika, namun yang detik berikutnya sang gadis sadari, ia telah berlari ke arah sang pemuda dan memeluknya.

”– untuk menepati janjiku padamu”

End