aphrodita

ALTRUIS

“Tae, lo gak minum wine lo?”

“Minum, Fre. Tapi nanti, nunggu perut gue agak enakan. Tadi gue makan agak banyak soalnya.”

“Minum loh, Tae. Itu gue beli mahal.”

Taehyung hanya membalas penuturan Freya dengan anggukan. Tatapannya masih tertuju pada ponsel di genggaman.

Saat itu, keenam remaja tersebut sedang berada di ruang TV unit apartemen milik Taehyung yang terbilang cukup luas, bahkan hampir menyerupai rumah. Ia dan Freya tengah duduk di sofa, sementara Jinho, Joori, Minhyun, dan Yejin duduk di lantai yang beralaskan karpet abu-abu berbahan beludru.

Sesekali, Freya akan menoleh ke arah meja makan, di mana terdapat lima gelas wine yang sudah kosong, dan satu gelas lagi yang sama sekali belum disentuh oleh empunya, yaitu Taehyung. Ia juga memperhatikan Minhyun yang terlihat baik-baik saja. Padahal, gadis berparas cantik itu yakin seratus persen, bahwa ia sudah melarutkan obat perangsang pada minuman Minhyun, pemuda lemah lembut yang kerap kali dilabeli penyuka sesama jenis oleh orang sekitar.

Freya nampak gelisah, namun tidak ada yang menyadari karena masing-masing sibuk dengan ponsel atau tayangan televisi di hadapan. Sampai akhirnya ….

“Taehyung, gue pengen buang air kecil. Pinjem toilet lo, ya?”

Lagi-lagi, Taehyung hanya mengangguk sebagai respon atas Freya yang berbisik meminta izinnya untuk ke belakang. Gadis tersebut pun beranjak dari sana dan melangkah menuju kamar mandi yang terletak tepat di antara ruang TV dan dapur yang terdapat meja makan. Menyadari satu entitas tidak lagi berada di sana, salah satu dari mereka, Yejin, menoleh ke belakang dan mendapati tidak ada Freya di samping Taehyung.

“Loh, Taehyung? Freya mana?”

“Ke toilet,” jawabnya, masih fokus pada ponsel di genggaman.

Yejin hanya mengangguk, kemudian pandangannya tidak sengaja bertemu pada segelas wine yang masih terisi di meja sana. “Kak, wine lo buat gue aja, ya? Gak lo minum, ‘kan?”

“Ambil aja, Jin. Gue gak bisa minum alkohol. Tapi gue gak enak sama Freya karena udah beliin. Jadi mending lo aja yang minum.”

Yejin tersenyum sumringah. Meski tubuhnya ringkih dan terkesan lemah, gadis manis tersebut ternyata adalah pecinta alkohol yang bisa menenggak lebih dari sepuluh gelas. Ibarat kata, ia tidak mudah mabuk.

Yejin pun bangkit dari duduknya dan menghampiri meja makan, kemudian mengambil gelas itu dan meneguk habis white wine di dalamnya. Ia letakkan kembali gelas tersebut, bertepatan dengan Freya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Yejin?!” seru Freya, terkejut mendapati adik kelasnya tersebut yang ia duga baru saja meminum wine milik Taehyung. “L—lo … lo gak minum punyanya Tae, ‘kan?”

Taehyung beserta ketiga remaja yang berada di ruang TV pun menoleh ke arah Freya dan Yejin bergantian, bertanya-tanya mengapa Freya terdengar histeris seperti tadi.

“Lah, emangnya kenapa? Taehyung-nya sendiri, kok, yang ngebolehin gue.”

Mendengar jawaban Yejin yang terkesan enteng, membuat sekujur tubuh Freya terasa lemas hingga ia berpegangan pada gagang pintu kamar mandi. Terlebih saat suara lembut dan manja seorang lelaki menyapa pendengaran mereka, Freya semakin kalut dibuatnya.

“K—Kak Taehyung, Minhyun gerah …. Boleh dinyalakan AC-nya?”

ALTRUIS

“Tae, lo gak minum wine lo?”

“Minum, Fre. Tapi nanti, nunggu perut gue agak enakan. Tadi gue makan agak banyak soalnya.”

“Minum loh, Tae. Itu gue beli mahal.”

Taehyung hanya membalas penuturan Freya dengan anggukan. Tatapannya masih tertuju pada ponsel di genggaman.

Saat itu, keenam remaja tersebut sedang berada di ruang TV unit apartemen milik Taehyung yang terbilang cukup luas, bahkan hampir menyerupai rumah. Ia dan Freya tengah duduk di sofa, sementara Jinho, Joori, Minhyun, dan Yejin duduk di lantai yang beralaskan karpet abu-abu berbahan beludru.

Sesekali, Freya akan menoleh ke arah meja makan, di mana terdapat lima gelas wine yang sudah kosong, dan satu gelas lagi yang sama sekali belum disentuh oleh empunya, yaitu Taehyung. Ia juga memperhatikan Minhyun yang terlihat baik-baik saja. Padahal, gadis berparas cantik itu yakin seratus persen, bahwa ia sudah melarutkan obat perangsang pada minuman Minhyun, pemuda lemah lembut yang kerap kali dilabeli penyuka sesama jenis oleh orang sekitar.

Freya nampak gelisah, namun tidak ada yang menyadari karena masing-masing sibuk dengan ponsel atau tayangan televisi di hadapan. Sampai akhirnya ….

“Taehyung, gue pengen buang air kecil. Pinjem toilet lo, ya?”

Lagi-lagi, Taehyung hanya mengangguk sebagai respon atas Freya yang berbisik meminta izinnya untuk ke belakang. Gadis tersebut pun beranjak dari sana dan melangkah menuju kamar mandi yang terletak tepat di antara ruang TV dan dapur yang terdapat meja makan. Menyadari satu entitas tidak lagi berada di sana, salah satu dari mereka, Yejin, menoleh ke belakang dan mendapati tidak ada Freya di samping Taehyung.

“Loh, Taehyung? Freya mana?”

“Ke toilet,” jawabnya, masih fokus pada ponsel di genggaman.

Yejin hanya mengangguk, kemudian pandangannya tidak sengaja bertemu pada segelas wine yang masih terisi di meja sana. “Kak, wine lo buat gue aja, ya? Gak lo minum, ‘kan?”

“Ambil aja, Jin. Gue gak bisa minum alkohol. Tapi gue gak enak sama Freya karena udah beliin. Jadi mending lo aja yang minum.”

Yejin tersenyum sumringah. Meski tubuhnya ringkih dan terkesan lemah, gadis manis tersebut ternyata adalah pecinta alkohol yang bisa menenggak lebih dari sepuluh gelas. Ibarat kata, ia tidak mudah mabuk.

Yejin pun bangkit dari duduknya dan menghampiri meja makan, kemudian mengambil gelas itu dan meneguk habis white wine di dalamnya. Ia letakkan kembali gelas tersebut, bertepatan dengan Freya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Yejin?!” seru Freya, terkejut mendapati adik kelasnya tersebut yang ia duga baru saja meminum wine milik Taehyung. “L—lo … lo gak minum punyanya Tae, ‘kan?”

Taehyung beserta ketiga remaja yang berada di ruang TV pun menoleh ke arah Freya dan Yejin bergantian, bertanya-tanya mengapa Freya terdengar histeris seperti tadi.

“Lah, emangnya kenapa? Taehyung-nya sendiri, kok, yang ngebolehin gue.”

Mendengar jawaban Yejin yang terkesan enteng, membuat sekujur tubuh Freya terasa lemas hingga ia berpegangan pada gagang pintu kamar mandi. Terlebih saat suara lembut dan manja seorang lelaki menyapa pendengaran mereka, Freya semakin kalut dibuatnya.

“K—Kak Taehyung, Minhyun gerah …. Boleh dinyalakan AC-nya?”

🚢 89.

Jungkook beserta calon keluarga barunya udah nyampe di rumah Wonwoo. Tapi, karena insiden di mobil tadi, suasana jadi tegang tegang canggung gimana gitu. Jungkook sama Kak Taehyung juga nunduk terus, persis kayak tahanan. Mana baju mereka sama-sama warna biru. Tinggal kasih borgol aja di tangannya.

“Pak Kimbum, Dik Taehyung, Dik Myungsoo, silahkan diminum dulu airnya,” kata Pak Jinwoo, ayahnya Wonwoo.

“Air apa ini, Pak?” tanya Ayah basa-basi, agak kikuk juga gara-gara masih kepikiran tragedi Fake Taxi tadi.

“Air ketuban,” jawab Pak Jiwoo, “Ya air mineral lah, Pak.”

Jungkook dongak, terus protes, “Aku gak ditawarin minum, Om?”

“Noh, di sumur banyak air. Kamu timba aja sendiri sana,” sahut ibunya Wonwoo, Bu Somin.

Ternyata satu keluarga Jeon gak ada yang bener. Kayaknya Wonwoo doang yang masih bisa ditoleransi.

Posisinya mereka lagi duduk ngelingkarin meja gitu di sofa masing-masing. Wonwoo sama orangtunya hadep-hadepan sama Taehyung dan Ayah, sementara Jungkook duduk sendiri di sofa kiri, Kak Myungsoo di sebelah kanan.

“Baiklah, sebelum acara kita mulai, ada baiknya kita memanjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan karunianyalah-”

“Daddy, ih!” Bu Somin nepok paha suaminya, “Ngapain pembukaan gitu, sih? Emangnya mau pidato?”

Pak Jinwoo ngusap pahanya yang abis ditepok, terus nyengir dan natap Ayah, “Aduh, maaf, Pak Kimbum. Saya kebiasaan. Sering ngisi Tabligh Akbar soalnya.”

Pak Jinwoo-nya Masya Allah, tapi kelakuan keponakannya Naudzubillah. Apalagi yang di mobil tadi.

“Jadi bagaimana, Pak Kimbum?” ini ibunya Wonwoo ngambil alih, “Saya dengar-dengar, kedatangan Pak Kimbum ke sini hendak melamar keponakan saya untuk menjadi suami dari anaknya Bapak. Benar atau betul?”

“Benar, Bu Somin. Saya mau meminang Jungkook untuk menjadi pendamping hidup Taehyung. Walaupun saya baru bertemu dengan Jungkook kemarin, tapi saya yakin dia orang yang tepat untuk anak saya. Beberapa hari yang lalu Taehyung banyak cerita soal keponakan Anda. Dan dari cerita-cerita dia, saya langsung kasih restu. Makanya saya bela-belain tinggalin pekerjaan saya demi bisa datang ke Jogja dan menemui kalian,” jawab Ayah, abis itu ngambil gelas di meja hadapannya, terus minum.

“Kami, sih, terserah Jungkook-nya saja, Pak Kimbum. Dia sudah besar, sudah bisa menentukan pilihannya sendiri. Kami hanya diberi amanah sama orangtuanya Jungkook untuk memastikan kebutuhannya terpenuhi semua sampai nanti dia dapat pekerjaan atau menikah. Kalau Jungkook merasa anak Bapak memang yang terbaik, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain merestui. Saya yakin pasti orangtuanya Jungkook bahagia, kok, punya menantu kayak Dik Taehyung ini,” kata Pak Jinwoo, yang diakhiri dengan noleh ke Taehyung, terus saling ngelempar senyuman, “Tapi jangan cepat-cepat, ya, Pak. Setidaknya tunggu Jungkook lulus dulu.Saya belum siap melepas keponakan saya ke alam liar. Jungkook sudah saya anggap sebagai peliharaan sendiri soalnya.”

“Ih, Om Jinwoo!” Si Adek cemberut sambil berkacak pinggang, abis itu noleh ke atas dan ke bawah sekalian senam SKJ.

Agak miris. Ternyata gak cuma temen-temennya, tapi keluarganya sendiri juga suka cengcengin dia.

“Maksud Om anak sendiri, Jung. Typo,” lanjut Pak Jinwoo, ngeles.

“Itu dia masalahnya, Om, Tante,” ini Kak Myungsoo yang angkat bicara, “Menurut kami, sebaiknya Taehyung dan Jungkook dinikahkan segera. Bahaya kalau masih dibiarkan seperti ini. Bisa-bisa mereka berbuat yang lebih.”

“Yang lebih? Maksudnya?” Wonwoo kepo.

“Coba lo liat leher sepupu lo itu,” jawab Kak Myungsoo.

Karena kebetulan yang paling deket duduknya sama Jungkook itu Pak Jinwoo, jadinya dia duluan yang ngeliatin leher keponakannya itu. Pak Jinwoo ngedeketin mukanya, terus nurunin kacamata beningnya sambil micingin mata.

“Astaga, Jungkook!” Pak Jinwoo heboh, “Kebiasaan kamu, tuh. Kalau mandi gak bersih. Itu daki masih pada bersilaturahmi gitu di lehermu.”

Kak Myungsoo nepok jidat. Jauh-jauh dateng dari Turki cuma buat ngeliat Sirkus Keluarga Jeon.

Wonwoo yang ngerti apa maksud Kak Myungsoo langsung bangkit dari duduknya, terus jalan ngelewatin belakang sofa tempat dia duduk buat nyamperin Jungkook dan merhatiin lehernya yang ternyata ada beberapa tanda keunguan di sisi kirinya. Si Adek cuma bisa nunduk sambil mainin ujung bajunya.

“Oh, ini,” kata Wonwoo, santai, “Yang ginian sebenernya biasa aja. Malah masih mending, cuma dikit.”

“Iya, emang biasa aja. Yang gak biasa itu, mereka ngelakuinnya di mobil. Ada gue sama Ayah di depan.”

Wonwoo yang tadinya santuy, langsung jadi kaget, “Buset, Jung!? Ternyata lo nekat juga, ya??”

“Memangnya kalian ngapain di mobil?” tanya Bu Somin sambil natap Kak Taehyung.

“Saya mabuk darat, Tante. Kalau lagi mabuk begitu, saya harus ciumin bau yang lain. Jadi saya inisiatif hirup aroma leher Jungkook. Tapi saya malah khilaf dan keterusan. Maaf, Om, Tan. Saya yang salah,” jawab Kak Taehyung, berusaha setenang mungkin walau sebenernya dia agak panik, takut pacarnya yang bakalan kena marah abis ini.

“Khilaf apa doyan? Hayooo,” bukannya ngamuk keponakannya udah ternodai, Pak Jinwoo malah ngegodain.

“Maafkan anak saya, Pak Jinwoo,” kata Ayah, “Maka dari itu, untuk menghindari kenekatan dan kekhilafan yang lainnya, ada baiknya kita segera menikahkan mereka. Kalau menunggu Jungkook lulus, itu artinya masih satu tahun lagi. Terlalu lama, Pak.”

“Tapi bukannya mereka berpacaran baru-baru ini ya, Pak? Pasti mereka belum terlalu mengenal seluk beluk satu sama lain,” sanggah Bu Somin, “Bukannya saya gak merestui. Justru saya setuju sekali kalau Jungkook menikah sama Dik Taehyung. Hanya saja, dalam pernikahan itu, kita harus benar-benar mengenal pasangan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.”

“Saya setuju sama istri saya. Tapi saya juga setuju sama Pak Kimbum. Saya takut Dik Taehyung sama keponakan saya berbuat yang macam-macam. Itu sama saja saya tidak bisa menjaga amanah adik saya untuk menjaga anaknya dengan baik,” timpal Pak Jinwoo, “Oleh karena itu, bagaimana kita tes pengetahuan Dik Taehyung seputar Jungkook? Begitu juga sebaliknya. Kalau bisa jawab semua, kita nikahkan mereka segera. Tapi kalau salah satu saja, kita tunggu sampai Jungkook lulus. Setuju?”

Para hadirin yang ada di sana ngangguk semua. Seketika sofa yang didudukin Kak Taehyung berubah jadi kursi panas ala-ala kuis Who Wants to be a Millionaire. Dia benerin posisi duduknya jadi tegak dengan punggungnya yang nyender di senderan sofa.

“Baik, Dik Taehyung. Om beri beberapa pertanyaan,” Pak Jinwoo natap Si Kakak yang ada di hadapannya dengan serius, “Jungkook waktu lahir, yang keluar apanya dulu?”

“Tangannya, Om. Gaya renang.”

“Ari-arinya dikubur di mana?”

“Di halaman belakang rumahnya di Bogor. Pas di bawah kandang ayam.”

“Pas lahir, dia nangis atau enggak?”

“Enggak, Om. Malah teriak minta dimasukin lagi.”

“Jungkook kecil hobinya apa dan sering main di mana?”

“Sering berenang di irigasi sawah. Hobinya nyemilin padi.”

“Terakhir. Waktu SD, dia pernah melihara apa? Terus dikasih nama apa?”

“Melihara laron, Om. Dikasih nama Larasati.”

Wonwoo, Pak Jinwoo, sama Bu Somin saling berpandangan gak percaya. Info-info tadi yang tahu cuma orang-orang terdekat Jungkook karena merupakan rahasia negara. Bahkan kayaknya temen-temennya juga pada gak tahu. Tapi ini Kak Taehyung tahu semua, bahkan detail juga. Jawabinnya juga cepet dan lugas.

“Bagaimana Pak Jinwoo? Anak saya sudah cukup meyakinkan, bukan? Saya rasa Jungkook tidak perlu dites hal yang serupa. Pasti dia juga tahu banyak hal tentang anak saya. Benar begitu, Jung?” Si Ayah noleh ke Jungkook di akhir kalimatnya, terus disambut sama dia pake anggukan.

“Kalau begitu, kapan mereka akan dinikahkan? Tunggu Dik Taehyung lulus?” tanya Bu Somin.

Ayah ngegeleng, “Bukan.

Tapi minggu depan.”

“HAH!!!???” semuanya, kecuali Ayah, kaget berjamaah.

🚢 88.

Udah selesai makan dan ngejemput Ayah di hotel, empat cowok cakep itu langsung cus ke rumah keluarga Jeon. Di mobil, gak ada percakapan yang gimana-gimana di antara mereka. Ayah lebih banyak ngobrol sama Kak Myungsoo. Secara mereka udah gak ketemu dua tahun.

Posisi sekarang yang nyetir Kak Myungsoo. Katanya kangen nyetir di jalanan Indonesia. Terus yang duduk di sampingnya Si Om.

Yang duduk di belakang udah pasti Kak Taehyung sama Jungkook. Si Kakak sama pacarnya sama-sama sibuk sama hape masing-masing. Yang satu rapat online, yang satu gibah di grup. Awalnya, Kak Taehyung duduk tepat di belakang bangku Ayah. Sementara Jungkook di belakangnya Kak Myungsoo. Tapi makin ke sini, Kak Taehyung duduknya makin geser ngedeket ke Jungkook, sampe gak ada lagi jarak yang memisahkan.

“Dek,” bisik Kakak Presma di telinganya Si Adek.

Yang dibisikin agak kaget, terus naro hapenya dan noleh ke Kak Taehyung. Makin kaget pas liat muka mereka udah deket banget, “Eh, Kak? Kenapa?”

Suara mereka agak keredam sama lagu di mobil dan obrolan-obrolan dua orang di depan.

“Saya boleh hirupin aroma leher kamu?” tanya Kak Taehyung, “Saya mabuk.”

“Hah? Kok bisa mabuk?”

“Saya gak kuat sama pewangi di mobil ini. Harus nyiumin bau yang lain.”

Jungkook ngelirik ke arah kaca spion di tengah mobil, di mana ada pewangi yang kegantung di sana.

“Ya jelas aja Kakak mabuk. Orang itu Stella jeruk. Terus Kakak juga tadi sambilan main hape, kan? Kalo aku, sih, gak mual-an orangnya. Jadi biasa aja.”

“Ayah saya yang masang. Dia gak mau naik mobil kalau gak wangi jeruk.”

“Oalah, pantesan aku baru liat. Perasaan tadi pas jemput Kak Myungsoo masih pake yang aroma kayu, kan?”

Kak Taehyung ngangguk doang, terus natap Jungkook memelas. Selama pacaran, baru kali ini Si Adek ngeliat pacarnya lagi kepengen sesuatu sampe melas kayak gini. Ini pertama kalinya dia ngerasa gemes sama Kak Taehyung. Jadinya dia gak bisa nolak dan ngebolehin Kakak Presma buat endus-endus lehernya.

Gak cuma ngendusin, Kak Taehyung juga meluk pinggang Jungkook dari samping. Posisi mereka jadi agak intim gitu. Ini kalau diliat sama Kak Myungsoo dan Ayah, bisa-bisa mereka dikira lagi aneh-aneh. Lagian ada-ada aja, sih. Udah tau lagi di perjalanan dan di mobil gak cuma berdua.

“Kamu wangi banget, Dek,” kata Kak Taehyung, ngebuat Jungkook agak menggeliat pelan karena hembusan napas beratnya Si Kakak ngegelitik lehernya.

“K- Kak, geli…”

Bukannya berhenti, Kak Taehyung malah makin eratin lingkaran tangannya di pinggul Jungkook, bahkan gak segan buat ngecup-ngecup lehernya.

Wah, bahaya, nih. Bisa-bisa Kak Taehyung bablas dan lupa sama prinsipnya dari awal.

Si Jungkook juga. Bukannya ngedorong Kakak Presma biar agak ngejauh, eh dia malah keenakan sampe jenjangin leher segala. Itu dua lelaki di depan juga gak ada yang sadar. Yang satu asik nyanyi-nyanyi sambil nyetir, yang satu ketawa-ketawa sendiri sambil main hape.

Kak Taehyung sama Jungkook sama-sama udah lupa daratan kayaknya. Yang tadinya cuma mau ngebauin leher biar gak mabuk lagi, sekarang malah tambah mabuk karena pacarnya.

Bener kata Kak Taehyung waktu itu. Kalau udah ciuman, terus minta cium yang lain, pasti bakal keterusan ke hal yang lebih-lebih lagi. Setan emang bener-bener gercep kalau kerja. Mana gak tau tempat kayak gini pula.

“Jung… hhh... “ gak tau sengaja apa enggak, Kak Taehyung makin memperpanas suasana dengan ngelenguh pas lagi nyium-nyiumin leher sampe telinganya Jungkook.

“Kak- ahh~”

Mau ngatain Si Adek bego karena malah ngedesah, tapi gak bisa juga. Ya siapa yang gak desah kalau telinganya, alias titik sensitif, diemut seduktif gitu sama pacarnya.

“Yah, denger suara-suara aneh gak, sih?” ini Kak Myungsoo yang nanya ke Ayah.

Ayah ngejawab, tapi tatapannya masih ke hape, “Enggak, tuh. Paling dari luar. Atau radionya.”

Kak Myungsoo ngangguk doang, terus lanjut nyanyi-nyanyi lagi.

Gak tau aja mereka kalau yang di belakang lagi reka adegan Fake Taxi.

Tolong siapa pun pergok mereka berdua sekarang. Karena Jungkook udah mulai ganas. Dia ngeremes rambut Kak Taehyung, terus diteken gitu belakang kepalanya biar makin khidmat Si Kakak ngemut dan gigitin telinganya. Udah gitu satu tangan Kak Taehyung yang nganggur gak bisa diem. Dia pake buat ngelusin paha dalem Jungkook. Walaupun udah pernah dan biasa, bahkan pas rapat aja suka gitu, tapi yang kali ini situasinya beda. Apalagi Jungkook malah ngasih akses lebih dengan naroh kaki kirinya di atas kaki kanan Kak Taehyung biar makin lebar gitu.

“Eh, ini udah deket kayaknya? Tapi Google Maps-nya nge-stuck,” kata Kak Myungsoo, terus melanin laju mobilnya, “Jungkook, abis ini belok mana?”

Gak ada jawaban.

Ya gimana mau jawab? Orang yang di belakang lagi keenakan. Mana satu tangan Kak Taehyung yang lagi meluk, tau-tau udah masuk ke bajunya Jungkook, terus usap-usap perut ratanya. Tangan Jungkook yang satunya dipake buat megang pengangan mobil yang ada di atasnya, terus badannya kayak naik turun gelisah gitu.

Kak Myungsoo ngiranya Jungkook gak denger karena suara musiknya terlalu kenceng. Jadi dikecilin sama dia. Nah, pas dikecilin, suara-suara aneh yang dia denger tadi jadi makin jelas. Terus Ayah juga ngedenger suara yang sama dan ngejauhin hapenya. Jadilah itu dua pria ganteng noleh ke belakang.

“Tae- ASTAGHFIRULLAH PORNO!!”

🚢 85.

Jungkook deg-degan banget baca peringatan dari Jaehyun. Apa yang harus dia hati-hatiin? Dan kenapa juga dia harus hati-hati? Si Jaehyun di-chat juga gak bales-bales. Jungkook jadi gak tau dia harus gimana lagi.

Pikirannya jadi ke mana-mana. Ditambah sama Kak Myungsoo yang terus ngeliatin dia. Ngebuat Jungkook jadi mikir, apa jangan-jangan calon kakak iparnya itu suka sama dia?

“Jungkook? Kok, main hape mulu? Gue dicuekin, nih?”

Mampus. Kak Myungsoo pake segala acara negur dia pula. Jadi makin bingung dia harus ngapain. Gak ada pilihan selain naro hapenya dan natap kakak pacarnya yang gak kalah ganteng itu.

“M- maaf, Kak. Aku tadi abis chat-an sama temen-temenku, hehehe.”

“Chat-an, atau ngehindarin gue, hm?”

Kak Myungsoo agak majuin mukanya, terus dia nopang dagu gitu sambil natap Jungkook dan naikin satu alisnya.

Sumpah, kalau gak inget udah punya pacar, mungkin Kak Myungsoo ini bakal diembat juga sama Jungkook. Cakepnya gak waras. Bener-bener sebelas duabelas sama Kak Taehyung. Tapi karena Jungkook udah bucin setengah mateng sama Kakak Presma, mau seganteng apapun itu cowok, atau lebih ganteng sekali pun, gak bakal bikin Si Adek berpaling.

“U-ung… Kak Myungsoo… Jangan kayak gini, dong.”

Kakak Ganteng Pt.2 agak syok denger calon adek iparnya ngomong begitu. Apalagi liat ekspresinya yang kayak gak suka gitu, makin bikin Kak Myungsoo jadi kaget plus bingung, dan mundurin mukanya.

“Gini gimana, Jung? Emang gue kenapa?”

“Kak Myungsoo suka sama aku, kan?” Jungkook bangun dari duduknya sambil numpuin tangan di meja, ala-ala kakak kelas labrak adek kelasnya, “Gak boleh tau, Kak! Aku itu calon suaminya Kak Taehyung, adeknya Kak Myungsoo.”

Kak Myungsoo dongak natap Jungkook. Dia cengo. Mulutnya kebuka. Makin kaget sekaligus bingung ngeliat Jungkook yang kayak gini. Kenignya juga mengkerut.

“Dek? Ada apa ini?”

Pas banget Kak Taehyung dateng. Dia megang pundak pacarnya, natap bentar, abis itu noleh ke kakaknya, “Kak? Ini kenapa?”

“Ini loh, Kak. Kak Myungsoo kayaknya ada rasa, deh, sama aku,” Jungkook nyerocos, bikin Si Kakak noleh lagi ke dia, “Kak Myungsoo ngeliatin aku terus. Kalo aku khilaf gimana?”

Kak Taehyung langsung noleh ke Kak Myungsoo. Dua kakak beradik itu tatap-tatapan beberapa detik. Sampe akhirnya dua-duanya sama-sama ketawa.

“Kok pada ketawa, sih!?” di sini Jungkook ngehentakin kakinya sampe seisi kafe geter.

Si Adek sebel, dong. Bukannya ditanggepin, malah diketawain.

“Mending lo duduk dulu,” kata Kak Myungsoo yang ketawanya udah agak reda, “Biar gue kasih tau sesuatu.”

Bibir Jungkook agak manyun, terus nurut buat duduk. Diikutin sama Kak Taehyung yang duduk di sampingnya.

“Pertama-tama, gue ngeliatin lo karena bulu idung lo tiba-tiba nongol. Mau gue tegur, yang ada nanti gue malah ketawa duluan dan gak berheni-berhenti. Makanya gue diem aja. Tapi pas Taehyung muncul barusan, itu bulu tiba-tiba masuk lagi. Gue juga gak ngerti. Mungkin itu semacam tameng yang ngelindungin lo kalo lagi gak sama Taehyung,” kata Kak Myungsoo, abis itu ketawa bentar, terus ngelanjut, “Kedua, gue gak suka sama lo, kali. Gue udah punya pacar. Dan asal lo tau. Gue juga sama kayak lo. Sama-sama pihak bawah. Bedanya, gue gak segemes lo, Jungkook.”

Kak Myungsoo sama Kak Taehyung ketawa lagi sambil nepuk-nepuk meja. Sementara Jungkook, dia bener-bener malu sampe mukanya berasap dan ngeluarin abu.

“Saya aja gak pernah loh, Dek, ngeliat bulu hidung kamu,” goda Si Kakak, yang auto dapet cubitan di perut dari Jungkook, “Aduh, aduh. Belum nikah aja udah KDRT, nih.”

“Ntar lagi juga lo bakal ngeliat bulunya yang lain, Tae,” timpal Kak Myungsoo.

“IH KAK MYUNGSOO JOROK!”

Buset. Dia teriak. Persis demonstran yang lagi nolak kebijakan pemerintah.

“Udah, udah. Ayo makan? Abis ini kita jemput Ayah di hotelnya, terus ke rumahnya Wonwoo,” Kak Taehyung menengahi, terus mulai nyantap makanannya yang udah dateng pas dia masih di WC tadi.

Walaupun malu karena udah negative thinking dan insiden bulu idung, tapi sebenernya Jungkook seneng karena dia bisa langsung akrab sama keluarganya Kak Taehyung. Tinggal nunggu restu dari orangtua Wonwoo aja, nih.

🚢 85.

Jungkook deg-degan banget baca peringatan dari Jaehyun. Apa yang harus dia hati-hatiin? Dan kenapa juga dia harus hati-hati? Si Jaehyun di-chat juga gak bales-bales. Jungkook jadi gak tau dia harus gimana lagi.

Pikirannya jadi ke mana-mana. Ditambah sama Kak Myungsoo yang terus ngeliatin dia. Ngebuat Jungkook jadi mikir, apa jangan-jangan calon kakak iparnya itu suka sama dia?

“Jungkook? Kok, main hape mulu? Gue dicuekin, nih?”

Mampus. Kak Myungsoo pake segala acara negur dia pula. Jadi makin bingung dia harus ngapain. Gak ada pilihan selain naro hapenya dan natap kakak pacarnya yang gak kalah ganteng itu.

“M- maaf, Kak. Aku tadi abis chat-an sama temen-temenku, hehehe.”

“Chat-an, atau ngehindarin gue, hm?”

Kak Myungsoo agak majuin mukanya, terus dia nopang dagu gitu sambil natap Jungkook dan naikin satu alisnya.

Sumpah, kalau gak inget udah punya pacar, mungkin Kak Myungsoo ini bakal diembat juga sama Jungkook. Cakepnya gak waras. Bener-bener sebelas duabelas sama Kak Taehyung. Tapi karena Jungkook udah bucin setengah mateng sama Kakak Presma, mau seganteng apapun itu cowok, atau lebih ganteng sekali pun, gak bakal bikin Si Adek berpaling.

“U-ung… Kak Myungsoo… Jangan kayak gini, dong.”

Kakak Ganteng Pt.2 agak syok denger calon adek iparnya ngomong begitu. Apalagi liat ekspresinya yang kayak gak suka gitu, makin bikin Kak Myungsoo jadi kaget plus bingung, dan mundurin mukanya.

“Gini gimana, Jung? Emang gue kenapa?”

“Kak Myungsoo suka sama aku, kan?” Jungkook bangun dari duduknya sambil numpuin tangan di meja, ala-ala kakak kelas labrak adek kelasnya, “Gak boleh tau, Kak! Aku itu calon suaminya Kak Taehyung, adeknya Kak Myungsoo.”

Kak Myungsoo dongak natap Jungkook. Dia cengo. Mulutnya kebuka. Makin kaget sekaligus bingung ngeliat Jungkook yang kayak gini. Kenignya juga mengkerut.

“Dek? Ada apa ini?”

Pas banget Kak Taehyung dateng. Dia megang pundak pacarnya, natap bentar, abis itu noleh ke kakaknya, “Kak? Ini kenapa?”

“Ini loh, Kak. Kak Myungsoo kayaknya ada rasa, deh, sama aku,” Jungkook nyerocos, bikin Si Kakak noleh lagi ke dia, “Kak Myungsoo ngeliatin aku terus. Kalo aku khilaf gimana?”

Kak Taehyung langsung noleh ke Kak Myungsoo. Dua kakak beradik itu tatap-tatapan beberapa detik. Sampe akhirnya dua-duanya sama-sama ketawa.

“Kok pada ketawa, sih!?” di sini Jungkook ngehentakin kakinya sampe seisi kafe geter.

Si Adek sebel, dong. Bukannya ditanggepin, malah diketawain.

“Mending lo duduk dulu,” kata Kak Myungsoo yang ketawanya udah agak reda, “Biar gue kasih tau sesuatu.”

Bibir Jungkook agak manyun, terus nurut buat duduk. Diikutin sama Kak Taehyung yang duduk di sampingnya.

“Pertama-tama, gue ngeliatin lo karena bulu idung lo tiba-tiba nongol. Mau gue tegur, yang ada nanti gue malah ketawa duluan dan gak berheni-berhenti. Makanya gue diem aja. Tapi pas Taehyung muncul barusan, itu bulu tiba-tiba masuk lagi. Gue juga gak ngerti. Mungkin itu semacam tameng yang ngelindungin lo kalo lagi gak sama Taehyung,” kata Kak Myungsoo, abis itu ketawa bentar, terus ngelanjut, “Kedua, gue gak suka sama lo, kali. Gue udah punya pacar. Dan asal lo tau. Gue juga sama kayak lo. Sama-sama pihak bawah. Bedanya, gue gak segemes lo, Jungkook.”

Kak Myungsoo sama Kak Taehyung ketawa lagi sambil nepuk-nepuk meja. Sementara Jungkook, dia bener-bener malu sampe mukanya berasap dan ngeluarin abu.

“Saya aja gak pernah loh, Dek, ngeliat bulu hidung kamu,” goda Si Kakak, yang auto dapet cubitan di perut dari Jungkook, “Aduh, aduh. Belum nikah aja udah KDRT, nih.”

“Ntar lagi juga lo bakal ngeliat bulunya yang lain, Tae,” timpal Kak Myungsoo.

“IH KAK MYUNGSOO JOROK!”

Buset. Dia teriak. Persis demonstran yang lagi nolak kebijakan pemerintah.

“Udah, udah. Ayo makan? Abis ini kita jemput Ayah, terus ke rumahnya Wonwoo,” Kak Taehyung menengahi, terus mulai nyantap makanannya yang udah dateng pas dia masih di WC tadi.

Walaupun malu karena udah negative thinking dan insiden bulu idung, tapi sebenernya Jungkook seneng karena dia bisa langsung akrab sama keluarganya Kak Taehyung. Tinggal nunggu restu dari orangtua Wonwoo aja, nih.

🚢 82.

Sekarang Si Om, Jungkook, sama Kak Taehyung lagi makan di restoran Korea bintang lima. Makanannya mahal-mahal banget. Jungkook ampe gemeteran liatnya. Makanan Aldebaran yang lebih mahal dari makanan dia sehari-hari aja gak semahal ini.

“Kamu mau pesan apa, Jung?” tanya Om Kimbum sambil nyodorin buku menu ke Jungkook yang duduk di depannya.

“A- aku air putih aja, Om. Udah kenyang,” jawab Jungkook sambil nunduk malu-malu.

“Saya tahu kamu belum makan. Gapapa, Dek. Pesen aja apa yang kamu mau,” kata Kak Taehyung yang duduk di sebelah pacarnya.

Jungkook dongak, abis itu natap pacarnya, “Tapi ini mahal banget, Kak. Aku takut lambungku protes dikasih makanan ginian. Biasa juga makan Mie Sukses isi 2.”

Si Om ketawa, sementara Kak Taehyung senyum sambil ngusap punggung tangan Jungkook, “Sekali-kali gapapa loh, Dek. Mumpung ayah saya lagi berbaik hati. Saya yang anaknya aja jarang ditraktir.”

“Oh? Ini ditraktir?” ekspresi Jungkook yang tadinya malu-malu badak, langsung berubah jadi sumringah, “Kirain bayar sendiri. Kalo ditraktir, mah, aku mau.”

Dia nyengir gak berdosa, terus bolak-balikin buku menu sambil nyari makanan yang paling murah, bikin Kak Taehyung nahan gemes pengen nabok. Sedangkan Si Om ketawa lagi sambil geleng-geleng kepala. Gak nyangka ternyata di balik sosok yang manis, tersimpan kepribadian yang agak gak tau malu dan malu-maluin. Tapi gapapa, kata Om Kimbum. Justru yang kayak gini bagus, jadi ketauan sifat aslinya dari awal.

“Kalau kamu bingung mau makan apa, saya rekomendasikan Grilled Wagyu Beef. Itu chef’s pick di restoran ini. Wajib dicoba, Jung.”

“Yaudah, Om. Aku itu aja, deh. Minumnya air putih aja biar sehat.”

“Jangan panggil saya Om lagi. Panggil Ayah aja.”

Jungkook keselek ludahnya sendiri. Bulu-bulu di badannya auto kekepang.

“Kok ayah? Kan, aku bukan anaknya Om?”

“Saya sudah bilang tadi di bandara, kalau saya calon mertua kamu. Karena sebentar lagi kamu bakal jadi suaminya anak saya.”

Kali ini Jungkook bukan keselek ludah lagi. Tapi selidah-lidahnya juga ketelen sama dia saking syoknya.

“Ja- jadi… yang di bandara tadi serius?”

“Serius, Dek,” Kak Taehyung ngambil alih, ngebuat Jungkook noleh ke dia, “Yang saya pikirin dua hari ini adalah, rencana saya buat ngelamar kamu. Tapi kata temen-temen saya, itu terlalu terburu-buru. Makanya saya ngobrol sama Ayah, dan Ayah ngasih saya banyak wejangan yang ngebuat saya akhirnya yakin sama rencana saya itu.”

Jungkook makin syok sampe ginjalnya ngeduplikat jadi empat. Kalo di film India ini kayaknya muka Si Adek udah di-zoom in zoom out sampe masuk ke idungnya.

“Ngelamar!? Kakak mau nikahin aku?!”

“Iya, Dek. Awalnya saya mau lamar kamu di akhir acara POM nanti. Tapi kata Ayah, yang kayak gitu sebaiknya gak perlu. Lebih baik langsung ambil langkah yang pasti. Ketemu keluarga kamu misalnya.”

Jungkook udah gak tau mau ngomong apa lagi. Pengen nangis, pengen teriak, pengen loncat-loncat, pengen naik haji. Pokoknya pengen semua saking senengnya. Ternyata yang dia galauin dua hari ini adalah sesuatu yang menggembirakan. Gak sia-sia Mingyu numbalin Jaehyun.

“Tapi, Jungkook. Mohon maaf sebelumnya. Ayah sudah dengar dari Taehyung, kalau orangtua kamu sudah tiada. Jadi, kira-kira siapa yang harus Ayah temui?”

“I- itu, Om- eh, Yah,” Jungkook masih gugup, lagi nyoba ngontrol rasa bahagianya, “Tante sama om saya. Orangtuanya sepupu saya.”

“Oh, Wonwoo?” Kak Taehyung nimpalin, yang dijawab sama Jungkook pake anggukan.

Tiga-tiganya gak ngomog apa-apa lagi abis itu. Pada diem dan larut sama pikiran masing-masing untuk beberapa detik. Gak lama setelahnya, barulah Kak Taehyung sadar satu hal dan buka suara.

“Dek,” panggilnya, yang ngebuat Jungkook dan Om Kimbum noleh ke dia, “Apa ini berarti kamu mau-”

“Iya, Kak. Aku mau nikah sama Kakak!”

Kak Taehyung senyum seneng, terus langsung meluk Jungkook dan ngecup-ngecupin pucuk kepalanya. Gak peduli ayahnya ngeliatin sambil senyum-senyum juga.

Itu orang dua asik pelukan sambil merem, sampe gak sadar kalau pelayan udah dateng buat nanyain pesenan mereka apa.

Gapapa gak jadi ngelamar di panggung Fesbud. Yang penting nikahnya yang jadi. Ya, kan?

🚢 80.

Kak Taehyung sama Jungkook udah nyampe di bandara, tepatnya lagi di pintu kedatangan. Jadi, ayahnya Kakak Presma gak tinggal di Jogja. Beliau tinggalnya di Madura. Dateng ke Jogja spesial buat ketemu Jungkook, katanya.

Pas di kos tadi, Kak Taehyung udah ngeyakinin pacarnya kalau dia bukan mau dijodohin sama siapa pun. Si Kakak bilang kalau ayahnya emang cuma pengen kenalan. Makanya sekarang Jungkook mau ikut, bahkan dia segala bawa papan yang ada tulisan “TAXI-NYA OM KIM.”

Gak lama kemudian, sosok yang ditunggu pun muncul dan jalan ngedeket. Jungkook cengo ngeliat laki-laki yang umurnya dua kali lipat dari dia senyum-senyum ke arah mereka. Dia natap Kak Taehyung yang lagi senyum juga ke laki-laki itu, terus natap si laki-laki lagi. Gitu aja terus sampe kapal Mail dan Mei-Mei berlayar.

“Ayah,” sapa Kak Taehyung pas laki-laki paruh baya itu udah berdiri tepat di depannya, terus mereka pelukan macho gitu, deh.

Laki-laki yang tak lain tak bukan adalah ayahnya Kakak Presma itu nepuk-nepuk pelan punggung anaknya, terus ngelepas pelukan, “Mana pacar kamu?”

“Oh, iya. Ini, Yah,” Si Kakak noleh ke Jungkook, terus ngelingkarin satu tangan di pinggang pacarnya itu dari samping, abis itu noleh ke ayahnya lagi, “Kenalin, Jungkook. Pacarnya Taehyung.”

Jungkook masih kicep dan gak sanggup buat ngomong apa-apa. Dia gak nyangka kalau om-om di depannya ini ayahnya Kak Taehyung. Soalnya…

Awet muda dan ganteng banget.

Kalau ganteng sebenernya Jungkook udah duga, sih. Orang Kak Taehyung-nya aja seganteng itu, kan?

Tapi yang bikin dia heran, ini Si Om awet muda, atau nikah muda?

“Oh? Jadi ini pacar kamu? Kamu keliatan bangga, ya, punya pacar modelan kayak gini? Sampai dipeluk-peluk segala pinggangnya.”

Baru aja Jungkook muji-muji dalem hati, betapa cakepnya ayah Kak Taehyung. Tapi pas denger Si Om ngomong kayak gitu, Si Adek langsung lemes. Ditambah ekspresinya Si Om yang natap Jungkook dengan tatapan remeh sambil smirk-smirk gitu. Makin buat pacarnya Kakak Presma itu pengen nangis. Dia udah biasa dikata-katain bego, oon, dan sejenisnya sama orang-orang dan selalu biasa aja. Tapi yang kali ini, gak dikatain bodoh atau dodol, cuma diliatin dengan ekspresi dan omongan yang terkesan merendahkan, Jungkook jadi mau pulang sekarang juga.

Kak Taehyung yang ngerti sama suasana yang gak ngenakin kayak gini, apalagi pas ngeliat pacarnya kayak sedih banget, makin ngeratin lingkaran tangannya di pinggang Jungkook sambil diusap-usap pelan. Bahkan dia gak segan buat negur ayahnya.

“Yah? Maksud Ayah ngomong kayak gitu apa?”

Jungkook nunduk. Kak Taehyung natap ayahnya dengan tatapan berapi-api. Sementara itu Si Om juga cuma diem.

Diem.

Diem.

Diem.

Sampe akhirnya…

“Gak cuma kamu aja yang bangga, Taehyung,” kata Si Om sambil senyum lebar, “Ayah juga bangga, soalnya selera kamu gak mengecewakan.”

Jungkook auto dongak, dong, denger Si Om ngomong gitu. Terlebih pas liat ekspresi ayahnya Kak Taehyung yang bedaaa banget sama yang tadi. Yang sekarang ini dia senyum ganteng. Natap Jungkook-nya juga lembut dan bersahaja.

Si Om julurin tangannya, “Salam kenal, Jeon Jungkook. Saya Kim Sangbum, calon mertua kamu.”

🚢 79.

Udah, kagak usah ditanya. Udah pasti Jungkook ketar-ketir baca bubble chat terakhir dari Kak Taehyung. Gak ada angin gak ada ujan, tiba-tiba pacarnya itu ngajak dia ketemu sama ayahnya? Dua hari gak ketemu dan gak chatan, tau-tau… Ah, sudahlah. Jungkook gak sanggup bayanginnya.

Sesuai perintah Si Kakak, Jungkook udah siap dengan penampilannya yang kece punya. Gak asal-asalan kayak biasanya. Rapi banget. Lebih rapi dari kalo ke kampus malah. Persis kayak anak rohis. Tinggal kasih ransel gede aja.

Waktu lagi asik ngaca sambil sisiran, Jungkook denger pintunya diketuk dari luar beberapa kali. Terus kedengeran juga suara cowok yang dia kangenin banget lagi manggil namanya. Rasanya kayak dua zaman gak ketemu. Suasana langsung berubah jadi mellow-mellow romantis ala-ala Bollywood gimana gitu. Apalagi Jungkook lagi sambilan muter lagu Humko Humise Chura Lo. Kebiasaan kalo lagi siap-siap atau beberes kamar, Si Adek pasti nyetel lagu.

Biar agak dramatis dan ngikutin irama lagu, Jungkook jalan pelaaan banget ke arah pintu. Begitu sampe, dia juga bukain pintunya pelan. Soalnya nunggu part ceweknya nyanyi di awal lagu.

Nah, pas bagian si cewek yang “Aaaa~ Hmm~” pake suara idung, pintu bener-bener kebuka dan nampilin Kak Taehyung yang berdiri di hadapannya sambil senyum. Tatap-tatapan itu orang dua. Ditambah sama angin dari kipas angin Cosmos Wadesta-nya Jungkook yang nempel di dinding, nempel di meja, nempel di lantai, bikin situasi jadi beneran kayak di film India. Seketika mereka berubah jadi warga Vrindavan.

“Dek?”

“Kak…”

Gak lama setelah saling sebut menyebut, Kak Taehyung langsung ngerengkuh Jungkook ke dalam dekapannya. Yang didekap langsung meluk erat juga. Pelukan, deh, mereka di ambang pintu.

“Saya kangen kamu. Kangen sekali.”

“Aku juga, Kak. Kangen banget.”

Maklumin aja, ya. Walaupun cuma kepisah dua hari, tapi wajar, sih. Mereka sama-sama baru ngerasain yang namanya pacaran. Gak komunikasi dua hari pasti rasanya kosong banget. Apalagi selama dua bulan pacaran ini, mereka tiap hari pasti bareng terus.

Jungkook dongakin kepalanya buat natap Kak Taehyung dengan bibirnya yang nge-pout, “Kakak dua hari ini mikirin apa, sih? Kok, tiba-tiba aku diajak ketemuan sama ayahnya Kakak?”

“Saya belum bisa kasih tahu kamu sekarang. Yang jelas, bukan sesuatu yang buruk, kok,” jawab Kak Taehyung, terus nangkup pipi pacarnya, “Maafin saya yang udah bikin galau, ya? Saya gak bermaksud.”

“Gapapa, Kak. Toh, Kakak udah di sini sekarang. Aku kira bakal beneran seminggu aku didiemin,” kata Jungkook dengan bibirnya yang masih monyong.

“Ternyata perkiraan saya meleset. Saya kira bakal butuh waktu lama. Tapi, setelah saya ngobrol sama Ayah dua hari ini, saya udah yakin sama apa yang saya pikirin itu. Lagipula, mana bisa saya jauh dari kamu selama itu. Keburu kangen duluan saya-nya.”

Jungkook blushing denger dua kalimat terakhir Kak Taehyung sambil senyum-senyum malu. Saking blushing-nya malah jadi kayak warna ijo lumut itu muka.

Tapi itu gak berlangsung lama. Soalnya dia keinget lagi tentang ayahnya Si Kakak. Dia tiba-tiba mikir yang macem-macem. Geleng-geleng dah tuh anaknya sambil mundur selangkah, agak ngejauh dari Kak Taehyung.

Kening Kakak Presma mengkerut karena bingung liat pacarnya, “Kamu kenapa, Dek?”

“Jadi yang Kakak pikirin selama dua hari ini...” di sini dia sok-sokan nutup mulutnya pake telapak tangan, terus lanjut geleng-geleng lagi, “Jangan paksa aku, Kak. Aku gak mau putus sama Kakak.”

“Dek? Kamu kenapa? Siapa yang minta putus?” ini Kak Taehyung agak panik sambil maju deketin Jungkook dan megangin lengannya.

Jungkook diem sambil gigit bibir. Kak Taehyung juga diem natap pacarnya nunggu jawaban.

“Kakak mau jodohin aku sama ayahnya Kakak, kan?”

🚢 64.

“Rapat malam ini cukup sampe sini dulu. Ada yang mau ditanyain?”

Itu Kak Seulgi yang ngomong. Posisinya dia duduk di lantai. Sementara yang lain di sofa semua. Emang kurangajar. Yang punya rumah malah lesehan.

Apalagi Kak Taehyung sama Jungkook. Yang paling kurangajar dari yang ter-kurangajar. Nempel banget kayak nasi kalo gak sengaja keinjek. Udah gitu Si Kakak dikit-dikit ngelus paha pacarnya. Suka gak tau tempat.

“Kalo gak ada yang tanya, hasil rapatnya bakalan dipaparin ulang sekarang,” kata Kak Seulgi, abis itu noleh ke Dahyun selaku sekretaris kementerian, “Yun, notulensi.”

Dahyun langsung ngambil hape dan buka notes buat bacain hasil rapat yang udah dia ketik, “Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) fix diadain dari tanggal 1 Mei-8 Mei 2021. Cabang olahraga (cabor) yang dilombain ada basket, bulutangkis, catur, futsal, sama sepakbola. Pembukaannya tanggal 30 April, penutupannya tanggal 9 Mei. Pas penutupan sekalian nyerahin piala, piagam, sama prizes buat para juara. Acara penutupan dimeriahkan oleh Festival Budaya (Fesbud), di mana Fesbud ini adalah panggung seni buat nampilin kebudayaan-kebudaayan daerah masing-masing. Yang bakal tampil itu organisasi-organisasi daerah dari UBH. Ada organisasi perkumpulan mahasiswa Sulawesi Utara, Jakarta, Kalimantan Timur, Lampung, sama Sumatera Utara. Selain itu, bakal ada guest star juga. Rencananya, kita bakal ngundang BTS sama TXT. Durasi penutupan sama Fesbud kira-kira 3 jam. Untuk rundown POM sama Fesbud nanti dibuat sama divisi acara dan bakal dishare di grup secepatnya. Dan soal dana, kuranglebih kita bakal butuh seratus jutaan. Itu udah dari pembukaan sampe penutupan”

Semua orang ngangguk-ngangguk paham termasuk Kak Seulgi, “Oke, Yun. Makasih. Rapat gue tutup, ya. Kalo pada masih mau di sini, sok.”

“Aku pulang deh, Kak. Udah jam duabelas.”

“Gue juga, Kak. Mau nugas.”

“Aku juga. Kosku ada jam malem.”

Satu per satu orang mulai pada pamitan, terutama anak-anak kementerian. Sisa Kak Taehyung, Kak Yoongi, Kak Seokjin, Kak Hoseok, Kak Seulgi, sama Jungkook. Sebenernya Jungkook udah gak ada kepentingan apa-apa, karena kating-katingnya itu mau ngomongin masalah internal kabinet. Tapi karena Kak Taehyung gak bolehin Jungkook balik sama yang lain, jadilah dia tetep di sana dan diem aja nyimak pacarnya lagi rapat.

“Kak Seulgi,” sela Jungkook tiba-tiba yang bikin semuanya noleh ke dia, “Mau ke kamar mandi, boleh?”

“Oh, boleh. Ke belakang aja, ya. Deket dapur,” jawab Kak Seulgi.

Jungkook berdiri, “Toiletnya duduk atau jongkok, Kak?”

“Toiletnya sikap lilin,” ini Kak Seokjin yang nyolot, “Heh, tahu gejrot. Mau ke toilet ya tinggal ke toilet aja, sih. Ribet amat.”

“Ih, Kak Seokjin mah!” cemberut dah tuh Si Adek jadinya, “Aku gak bisa pake toilet duduk soalnya. Gak nyaman.”

“Kalau mau yang jongkok, di lantai dua ada, Jung. Mau gue anterin?” tawar Kak Seulgi.’

Jungkook geleng, “Aku sendiri aja. Permisi ya, Kak.”

Pergi deh dia dari situ. Naik tangga ke lantai dua buat ke toilet. Pas udah dipastiin Jungkook gak keliatan lagi, Kak Taehyung langsung ekhem-ekhem.

“Kenapa lo? Keselek abu gosok?” tanya Kak Seokjin, masih agak nyolot.

“Ada yang mau saya omongin soal Jungkook, mumpung dia lagi gak ada di sini,” jawab Kakak Presma dengan intonasi yang datar, “Terutama kalian Gi, Seok. Ini menyangkut kementerian kalian.”

Kak Seulgi sama Kak Hoseok langsung tatap-tatapan. Agak deg-degan. Soalnya daritadi Kak Taehyung banyak diem. Yang sering ngomong justru Kak Yoongi aja. Sekalinya ngomong, ngeri-ngeri sedep gini.

“Rundown Fesbud kalian belum dibuat, kan?” tanya Si Kakak yang dijawab sama Kak Hoseok pake anggukan, “Kalau gitu, saya boleh request?”

Kak Hoseok ngernyitin keningnya, “Request apaan? Request guest star?”

Kak Taehyung geleng beberapa kali, “Saya mau durasinya ditambah sedikit, mungkin 15-30 menit? Saya minta waktunya di akhir acara.”

“Hah?” alis Kak Seulgi naut, “Buat apa?”

“Saya mau lamar Jungkook.”