dandelion — 151 ;

belakangan ini rasanya jimin terlalu sering dijumpai dengan hal hal yang tidak baik.

mulai dari perlakuan kakak kelasnya yang tidak pantas, gagal mengikuti lomba, yoongi yang terluka sampai harus dirawat di rumah sakit.

tidak lupa juga dengan kejadian tempo hari perihal hubungan yoongi dan mamanya.

napas dihembuskan perlahan, jimin terbangun di pagi harinya yang cukup cerah. hiruk pikuk kota dari luar terdengar ramai—minggu memang hari yang tepat untuk berlibur.

suara nada dering ponsel terdengar. ada pesan suara masuk dari yoongi.

“selamat pagi, cantik”

“pagiii. tumben telpon? ada apa?”

“kalo gak ada apa apa, gak boleh telepon kamu?”

“boleh! aku basa basi aja tau!”

yoongi terkekeh, “mau sarapan bareng gak?” tanyanya.

“mauu. aku mandi dulu tapi ya”

“iya. kabari aja kalo udah selesai, nanti aku jemput.”

“okayy”

“i love you, ji”

“i love—” telepon dimatikan. “you”

dan dari sekian banyak hal tidak baik yang terjadi, jimin berharap kini tak ada lagi. ia sungguh sungguh sekali meminta, meski jauh dalam hatinya; tersimpan banyak keraguan.

mengingat perihal ajun yang mengenal yoongi, lalu sang ibu yang ternyata terlibat di dalamnya. sesuatu yang terasa janggal, nyaris membuat jimin sulit untuk tetap berpikir baik tanpa alasan yang jelas.


“mau kemana, ji?”

tanya ibu yang duduk di atas sofa ruang tamu.

“aku mau sarapan di luar sama yoongi, bu.”

“yoonginya mana?”

“masih di jalan.”

“kalo begitu, sini duduk dulu sama ibu. ada yang mau ibu bicarakan perihal semalam.”

rasanya ingin menolak; jimin tak ingin pagi harinya dimulai dengan sesuatu yang tak diharapkan. meski begitu ia tetap menghampiri ibu. duduk di samping beliau seraya memainkan ujung kemeja flanelnya.

“ibu yang menyuruh ajun untuk jangan kasih tau yoongi kalo kamu dan dia saudara. ajun itu teman kecilnya yoongi dan yoonji—”

“ibu kenal yoonji?”

“tentu. rumah nenek kamu sampingan sama rumah yoongi, ji. kita dulu tetanggaan. tapi karena ibu menikah dengan ayah kamu, ibu gak lagi tinggal di sana. terakhir ibu ninggalin rumah nenek kamu, yoongi dan yoonji itu masih umur enam tahun. lalu dua tahun setelahnya, ibu mendengar kabar kalo yoonji meninggal.”

wajah ibu berubah menjadi sendu. kian menit berlalu, beliau menangis

“ibu kenapa nangis? ada apa?”

“yoonji meninggal karena insiden tabrak lari saat bermain dengan yoongi. dan setelah itu, ji, hidup yoongi hancur. mama dan ayahnya yang terlalu mencintai yoonji menjadi menyimpan banyak benci yang gak wajar sama yoongi. anak itu, malang sekali.

padahal.. pelaku ugal ugalan yang menabrak yoongi dan yoonji itu adalah; ayah kamu.”

mendengar itu, luruh semua harapan jimin untuk meminta hal hal yang baik saja setelah ini.

“jadi- yang nabrak yoonji itu ayah, bu?”

ibu mengangguk, “sampai sekarang ngga ada yang tau tentang ini. sampai sekarang juga ibu takut untuk jujur.. ibu takut karena ancaman ayah kamu dulu, ji.” tuturnya.

“ayah ngancem ibu apa?”

“m-menjual kamu.” lirih ibu.

sakit sekali rasanya. dada jimin menjadi sangat sesak.

“selama ini ibu cuma bisa memberi yoongi semampu ibu melalui ajun. ibu membantu ajun mencari tempat kerja yang layak buat yoongi saat dia ingin kerja. ibu juga selalu titip bekal di rumah ajun buat yoongi makan, karena ibu tau mama yoongi gak menyediakan itu.”

“ibu memperhatikan yoongi dari jauh—upaya untuk menebus kesalahan. walaupun ibu sadar semua yang ibu lakukan gak akan pernah cukup, ji.”

“ibu minta ajun buat jangan kasih tau semuanya sama yoongi. selain karena ibu yang belum siap, ibu juga takut merusak hubungan kamu dan yoongi..”

ah benar, hubungannya dengan yoongi.

jimin tak ingin menyembunyikan lebih dalam lagi tentang semua rahasia ibu pada yoongi.

tapi jika nanti yoongi mengetahui semuanya, tentang siapa pelaku dari tabrak lari sang adik; apakah hubungannya dengan yoongi akan baik-baik saja?

apa yoongi akan tetap mencintainya? atau membencinya?

mengingat kepergian yoonji adalah kehancuran terbesar bagi yoongi.

<>