write.as

Written by Arash

“Gue bingung...” Adalah kalimat pertama yang berhasil terlontar dari bibir mungil milik Renjun.

Haechan yang berdiri tak jauh di depannya sedikit tersentak. Beberapa saat kemudian sebuah lengkungan manis pun terpahat di wajahnya.

“Bentar... Bentar... Biarin gue mencerna semuanya...” Ucap Renjun dengan suara yang bergetar. Renjun berusaha memutar kembali semua yang terekam dalam otaknya.

“Udah?” Suara Haechan barusan berhasil membuyarkan lamunan Renjun. Renjun menggigit bibir bawahnya dengan pelan tanpa menjawab pertanyaan Haechan, ia masih belum siap untuk dihadapkan oleh sebuah kenyataan.

“Sebelumnya gue atas nama Pudu emm ralat, maksud gue Haechan, gue minta maaf sebesar-besarnya atas kejadian malam itu di Alfamart. Gue benar-benar gak sengaja,” Dengan keberanian yang penuh, Renjun dongakkan kepalanya. Tatapannya jatuh pada Haechan yang tengah berbicara kepadanya.

“Gue juga minta maaf karena selama ini gue gak ngaku kalau sebenarnya gue itu Haechan. Gue udah terlalu nyaman jadi orang yang biasa-biasa aja di mata lo. Gue—” Ucapan Haechan terhenti sejenak. Alih-alih menarik nafas panjang.

“Gue sebenarnya capek. Gue selalu dilihat sebagai drummernya Arunika. Gue selalu dipuja-puja. Seneng? Ya gue seneng. Tapi adakalanya gue capek, adakalanya gue pengen dilihat sebagai orang yang biasa-biasa aja. Gue pengen dilihat sebagai Haechan anak ilkom angkatan 2018 aja, bukan Haechan drummer Arunika yang terkenal,” Renjun terkejut. Namun Renjun tetap terdiam, enggan membuka suara. Renjun memilih untuk membiarkan Haechan meledak-ledak, karena yang Renjun tangkap, selama ini Haechan hanya bisa memendamnya.

“Renjun... Setelah ini, tolong jangan berubah ya? Pandangan lo ke gue jangan berubah. Lihat gue sebagai Pudu aja bisa?” Lanjutnya lagi.

“Atau lo mau mandang gue sebagai Haechan juga bisa. Haechan mahasiswa ilmu komunikasi yang ipknya biasa-biasa aja,”

Jeda saat itu membuat ruangan itu menjadi hening. Sampai akhirnya Renjun menarik nafas dan menatap lurus pada Haechan. “Pudu... Eh Haechan... Jujur, gue masih kaget. Gue masih nyangka kalau ini semua cuma mimpi. Karena gue gak pernah menyangka selama ini gue chattingan sama idola gue sendiri. Gue gak marah sama lo. Jadi sebenarnya, lo gak perlu minta maaf. Cuma emang mungkin gue butuh waktu buat mencerna semua yang selama ini udah gue lewati bersama lo. Ya... meskipun itu semua cuma lewat chat, tetap aja. Gue mau menenangkan diri dulu. Jujur, gue masih shock. Shock berat. Asli. Suer.”

Senyum Haechan yang sempat meredup kini kembali mengembang di wajahnya. Membuat Renjun sedikit salah tingkah. Melihat idolanya sedekat bahkan sampai berbincang bersama masih belum bisa diterima oleh nalar Renjun. Rasanya Renjun masih belum percaya.

“Ren—” Ucapan Haechan terpotong ketika ponsel Renjun berdering. Renjun refleks meraih ponselnya dan layarnya langsung menampilkan nama kontak abangnya. Renjun berdiri dari duduknya kemudian berjalan sedikit menjauh dari Haechan untuk menerima panggilan dari abangnya.

“Emm sorry. Abang gue udah nunggu di depan. Gue balik ya, Pudu?”

“Gue anter ke depan ya?” Tawar Haechan yang langsung ditolak Renjun secara mentah-mentah.

“Yaudah, gue balik dulu ya,” Pamit Renjun sekali lagi. Haechan mengangguk ramah.

Baru saja berjalan beberapa langkah, suara Haechan kembali menginterupsinya.

“Ya?” Sahut Renjun.

“Makasih ya. Makasih udah mau jadi temen gue. Nanti kalau udah sampai rumah, kabari gue ya?” Ucap Haechan dengan sebuah kurva manis yang tercetak di wajahnya.

Renjun mengangguk dengan senyum kikuk yang tak lepas dari wajahnya. Tak mau berlama-lama di ruangan itu, Renjun langsung melangkahkan langkahnya yang tadi sempat terhenti.

Disepanjang perjalanan, Renjun berusaha mati-matian menahan rasa lemas di kedua tungkak kakinya. Sampai akhirnya,

“ASTAGAAAAA RENJ—” Ucapan Dery terpotong tepat saat tubuh Renjun meluruh di depannya. Pertahanan Renjun yang sedari tadi ditahannya akhirnya runtuh saat itu juga.