Perjuangan Chenji #DijodohinUniverse
Di rumah Jeno alias tempat tinggalnya Chenle juga.
Jisung datang untuk kesekian kalinya setelah tujuh hari lalu Chenle ghosting entah kenapa dia melakukan itu.
Tapi setelah bertanya pada Ka Doyoung yang lebih berpengalaman mendekati manusia tsundere semacam Renjun ia paham Chenle ini tidak ada apa-apanya.
“Chenle keluar, udah di depan ni.“Jisung menelpon singkat Chenle yang dari nadanya ia kaget.
Padahal keluarga Jeno sudah familiar dengan Jisung lagipula dia kan adik Jaemin tapi sayangnya hari ini mereka semua pergi, Chenle dirumah memegang kendali.
“Mau ngapain? Kan udah dibilang jangan ke rumah, biasanya juga ngabarin.” Balas Chenle
“Ya gimana gua gak kerumah, lu tiba-tiba menjauh lagi! Emangnya gua virus dijauhin, keluar atau gua panjat pager.” Ancam Jisung.
“Bodo amat, gua tuh masih aneh sama kelakuan lu ya perlu adaptasi. Mau lu akrobat disitu juga gua gak peduli.” Chenle mengakhiri teleponnya.
Ia berharap kalimat yang ia katakan pada Jisung cukup membuat lelaki itu pergi dari tempatnya, memangnya jisung kira ini adalah hal mudah?
Menjadi berbeda adalah hal sulit baginya yang sedari kecil hidup dari golden spoon, Chenle memilih mengabaikan panggilan lain yang datang dari Jisung.
Ia memilih kembali bermain game memakai headsetnya.
Hingga tak sadar sudah sejam ia bermain game dan hujan kini datang. Membuat dirinya mengantuk.
Namun belum saja ia sempurna tidur, telpon tak henti mengganggunya, ia siap mengomel jika itu dari Jisung tapi layarnya menampilkan nama sepupunya Jeno.
“CHENLE-YAAA!!!” Teriakan Jeno membuat Chenle langsung terjaga.
“Ngapain sih teriak-teriak, gua gak lupa matiin kompor kok, terus itu tiga kucing udah dikasih makan juga. Semuanya udah.” Chenle mengucapkan alasan-alasan yang biasanya membuat Jeno marah.
“Bukan! Itu Jisung nungguin depan rumah kehujanan! Ya ampun Chenle gua paketin pulang ke china yak kelakuannya bener2 .”
Kehujanan? Jadi sedari tadi Jisung belum pulang, lagipula bukankah ia memakai mobil kenapa dia begitu meresahkan.
Chenle membuka jendelanya untuk memastikan dan matanya membulat melihat
Jisung yang duduk di depan pagar kehujanan persis model video klip lagu galau.
ASTAGA SUDAH BERAPA LAMA? Chenle tanpa melanjutkan telepon Jeno bergegas mengambil mantel dan payungnya.
Ia bahkan tak peduli hanya memakai kaus tipis dan boxer lumba-lumba langsung menghampiri Jisung yang menunduk.
“Gua kan suruh lu pulang Jisung! Mau sakit apa gimana si lu bodoh banget.” Chenle dengan sigap berjongkok menyelimuti tubuh Jisung dengan mantel hangat.
“Sesuai apa yang di deklarasi itu bilang, tekad gua kuat le,” Jisung masih menyempatkan tersenyum sebelum tubuhnya Lele tarik dengan kemampuan yang ia punya masuk ke dalam rumahnya.
“Tapi jangan gak pake akal juga dong, berteduh di dalam mobil bisa atau gimana kek” Walaupun Chenle marah namun ia sekarang mendorong Jisung ke dalam kamar mandi menyuruhnya membasuh dengan air hangat.
“Mandi atau gua mandiin pake air mendidih!” Suruh Chenle.
Mendengar itu Jisung menutup kamar mandinya segera. Ia tidak mau mati muda, cukup melihat Chenle yang begitu khawatir sekaligus marah itu membuatnya terkejut ia padahal hanya sedang ingin hujan-hujanan barulah kalau reda Jisung pulang.
Entah pemikiran anak muda memang begitu.
“Ada baju bersih gak?” Jisung keluar hanya dengan handuk dibawahnya membuat Chenle yang melihatnya antara malu dan kesal karena apa itu kenapa tubuh Jisung lebih Bagus darinya!
Chenle melemparkan piyamanya, Jisung berniat menurunkan handuknya di hadapannya mengundang teriakan Chenle.
“Udah gila ya! Ganti di kamar mandi sana!”
“Kan lu gak suka sama gua ini jadi ngapain lah malu.”
Chenle memberi gesture mematikan, hingga Jisung menurutinya.
kenapa Jisung sangat menguji kesabarannya?
Jisung menghampiri Chenle yang duduk di ruang makan, ia telah memakai piyamanya.
“Makan dulu udah dibuatin ramen nih.” Chenle menyodorkan semangkuk hangat ramen, Indah sekali hidup Jisung setelah kehujanan ia dibuatkan masakan oleh calon kekasihnya. 😂
“Lain kali pakai akal ya, sumpah lu bener-bener gak takut sakit apa gimana.”
“Ya maaf, tadi twuh cwuma mawuh hwujan-hwujanan ajwah.” Jisung menjawab sambil memakan ramen panas.
Chenle tak menangkapnya dengan jelas, kalau ia dengar jelas pasti menyesali apa yang selanjutnya Chenle katakan.
“Jisung gua akan bilang ini sekali aja, gua mau.”
“Mau apa?” Rupanya pikiran Jisung setelah kehujanan agak lambat.
“Ya pikir aja mau apa.” Kesal Chenle padahal ia mengatakan itu mengumpulkan niat besar.
“Ramenya mau?” Jisung menawarkan makananya.
Chenle sudah siap dengan garpu di tangannya. “Coba pikir tolong jangan bilang pikiranya melempem gara-gara kehujanan kayak krupuk kena air.”
Jisung berhenti sebentar makan untuk lebih fokus berpikir, apa yang chenle mau?
Ah mau?
APA MAU JADI KEKASIHNYA?
“Jadi gua diterima sama Chenle.”
Chenle tidak menjawab malah menaruh handuk di kepala Jisung yang masih basah lalu mengeringkannya dengan mengusap-usap pelan.
“Ya gimana Jisung gak pantang menyerah, kan jadi yaudahlah.”
Jisung berhenti dari mengunyah, ia membalikkan badanya untuk memeluk Chenle yang berdiri di belakangnya.
“Terima kasih, padahal gua gak nyangka bakal diterima tau gini dari kemarin aja.”
Chenle hanya mengangguk dan menyingkirkan tangan Jisung, ya walaupun dia nyaman ingat dia masih adaptasi.
“Aku pulang atau nginep disini?” Tanya Jisung.
Sebentar? Ada yang berbeda.
“Langsung berubah begitu panggilanya ih apaan.”
“Kan statusnya berubah.” Jisung menaikkan alisnya.
Chenle menyerah, nasi sudah jadi bubur ia hanya bisa menerima itu, setelah melalui perdebatan panjang ia memutuskan Jisung boleh menginap asal…
“Gak boleh cium! Berulah kayak gitu lagi gua tusuk pake garpu.” Chenle menyiapkan garpu di nakas tempat tidurnya.
Iya sekarang mereka sudah berada di Kamar Chenle, ia berharap Mas Jeno cepat pulang walau dia sanksi sepupunya pulang apalagi kalau sudah bersama Ka Jaemin.
Jangan kira Chenle terlalu polos, ia tahu lebih banyak dari apa yang diduga.
Tapi ia takut terjadi apa-apa.
Kan khilaf tiada yang tahu, eh apa ia mengharapkan hal itu?
Tapi Jisung kini sudah berbaring di sebelahnya memegang bantal guling sambil menatapnya dengan senyum menyebalkan.
“Tidur sana! Kenapa liatin mulu sih.” Wajah Chenle memerah ia malu lah ya dilihat orang yang dicintainya ini.
“Kan ganteng makanya aku liatin terus.”
“Mau tidur aja ngalus, udah balik ke arah sana!” Chenle mendorong paksa tubuh Jisung berbalik, yang didorong sepertinya juga sudah lelah makanya menurut.
Baru beberapa menit ia mendengar Jisung terlelap, Chenle mengambil sebotol minyak telon di laci kamarnya kemudian membalurinya ke perut Jisung, hingga leher.
Tiada nafsu atau apa yang ada hanyalah rasa peduli Chenle takut lelaki yang lebih muda itu masuk angin.
Setelahnya Chenle memandangi wajah Jisung yang tertidur, ah jadi begini nyata rasanya melihat orang yang biasanya ia hanya bisa pikirkan sebelum tidur.
Jisung tidak jelek-jelek amat dijadikan pacar, ganteng kok tapi tidak lebih ganteng darinya tentu.
Sebuah ide terbersit di pikirannya, Chenle mendekati wajah Jisung.
CUP!
Ia cium rambut Jisung yang Wangi shampo Johnson top to toe miliknya yang tidak pedih dimata.
Satu sama pikir Chenle walau ia belum berani mencium pipi seperti kelakuan Jisung kala itu tapi ia senang setidaknya sudah terbalaskan.
Oke waktunya tidur.
Chenle tak tahu Jisung belum sepenuhnya tidur apalagi ketika bagian perutnya disentuh ia sempurna terjaga tapi memaksakan dirinya terpejam berakhir tidur dengan senyuman selebar-lebarnya.
*****
Paginya.
Chenle tidak menemukan Jisung di sampingnya seperti waktu itu ia menginap di rumah ekhem pacarnya itu yah ia tidak bisa lihat pemandangan Jisung bangun tidur lagi.
Atau jangan-jangan semalam hanya mimpi Chenle mulai delusi
Ia meraba-raba kasur di sebelahnya bahkan rapih.
Chenle kebingungan hingga pintu kamar terbuka memperlihatkan Jisung membawa nampan berisi waffle yang ia ragukan rasanya…
“Pagi tuan muda Chenle, saya Jisung pelayan tuan hari ini.”
Demi mendengar itu Chenle tertawa yang terdengar persis seperti lumba-lumba.
“Kenapa Sih?” Ia masih tertawa.
“Biar berbeda tuan, ini sudah disiapkan.” Jisung menaruh nampan sarapan di kasur Chenle.
“Oke pelayan wafflenya dicoba ya.” Chenle merasakan waffle yang mungkin terlalu banyak minyak dan selai coklat yang membuat rasanya jadi ya buruk.
Ia tidak tega mengatakannya tapi Jisung melihatnya penuh harap itu membuatnya…
“Gak enak, kebanyakan minyak terus isian coklatnya juga mending gua yang masak aja ya gantian.”
Mengerjai Jisung itu memang seru tapi membuatnya senang lebih seru.
Chenle dengan cekatan membuatkan mereka Nasi Hainan, itu sarapan paling enak bagi Jisung ya maklumi dia bucin stadium 2 semoga tidak sampai 4 bahkan bulol.
“Kamu kapan balik ke China?” Tanya Jisung.
Ini sudah hampir dua bulan waktu libur semester, cepat atau lambat pertanyaan ini juga pasti ditanyakan.
Raut wajah Chenle berubah begitu mendengarnya.
“Aku tinggal nunggu lulus aja kan jadi sebenarnya masih bisa liburan santai tapi ya perusahaan banyak ga bisa nunggu.” Chenle mengatakannya dengan nada datar tapi bagi Jisung…
Sultan sekali pacarnya ini ya ampun apakah sanggup dirinya.
“Oke berarti kita manfaatkan waktu ini ya buat quality time.”
“Ya terserah.” Kata Chenle senang sebenarnya tapi gengsinya ituloh.
“Chenle kalau misalnya aku ajak jalan ke tempat yang gak terlalu mewah gapapa atau diajak makan pecel ayam pinggir jalan?”
“Hei, tenang gua gak jaim yang penting bersih bisa dimakan aja cukup. Jangan karena gua kaya lu minder.” Ia sungguh-sungguh mengatakannya tak mau Jisung terbebani.
“Oke thanks pacar.” Jisung menggodanya.
“Sama-sama Pacar.” Kali ini Chenle membalasnya
Membuat Jisung bergidik geli ternyata itu cringe sungguh ia butuh banyak arahan bukan dari Ka Nomin itu masih jauh, mungkin dari Markhyuck.
oh andai Jisung tahu mereka lebih dari nomin
“Cringe ih jangan lagi.” Ucap Chenle
“Iya gak lagi, kalau baby gimana?”
“Sama-sama bayi jangan.” ingat Chenle membuat keduanya tertawa, receh sekali memang humor mereka
Padahal itu ulah indahnya jatuh Cinta.