write.as

•ryeonseung—before wedding• — "Dek, besok mulai dipingit, ya? Bisa, kan, lepas dulu dua minggu dari mas Uyon?" Seungwoo yang mendengar titah ibunya hanya merengut tidak suka. Sudah sejak tiga hari yang lalu ibunya terus-terusan membahas tentang pingitan. Seungwoo tidak suka. "Dek, kok diem aja?" Seungyoun yang duduk di samping Seungwoo hanya terkekeh. "Dek, ditanya bunda di jawab, dong." Seungwoo menatap Seungyoun, lalu merebahkan kepalanya di bahu lebar calon suaminya itu. "Kenapa, sih, bun, harus ada pingit-pingitan? Adek mau sama mas Uyon terus." Seungwoo merangkul lengan kekar Seungyoun, memperlihatkan pada bundanya kalau ia tidak ingin berpisah dari Seungyoun. "Lho, dipingit itu cara orang dulu buat mengetahui seberapa besar cinta kalian? Biasanya selama masa dipingit bakal ada kendala-kendala yang muncul secara tiba-tiba." Penjelasan bunda malah membuat Seungwoo makin mengeratkan pelukannya pada lengan Seungyoun. "Bunda jangan nakut-nakutin adek! Adek ga suka!" Seungwoo beneran ngambek kali ini. "Bunda cuma becanda, dek. Tenang aja." Seungyoun tersenyum, ia mengusap kepala Seungwoo penuh dengan kasih sayang. "Yaudah, puas-puasin dulu, ya, hari ini jalan-jalannya. Besok udah dipingit." . Seungyoun dan Seungwoo sedang berjalan-jalan di alun-alun kota sambil bergandeng tangan. Tidak ada perbincangan yang berarti diantara mereka. Mereka hanya ingin menikmati sore yang hangat berdua. "Dek, kamu udah ditelpon mama?" Seungwoo menoleh saat Seungyoun bertanya padanya, ia mengangguk. "Udah, mas mau ke kampung, kan?" Kali ini gantian Seungyoun yang mengangguk. "Besok lusa paling berangkat. Sekalian, ngabarin saudara-saudara di kampung." Seungwoo berhenti melangkah, ia menghadap Seungyoun, "Lama?" Seungyoun tersenyum, mencubit pipi Seungwoo. "Semingguan lebih dikit paling." Seungyoun menangkup pipi Seungwoo, "Kenapa?" Seungwoo langsung memeluk Seungyoun, "Mas, nanti kalo ada apa-apa gimana? Aku gamau." Seungyoun kaget, ia tau Seungwoo itu manja tapi lebih dominan sikapnya yang acuh dan kadang terkesan dingin. Seungyoun jadi bingung kenapa tiba-tiba calon pendamping hidupnya ini bermanja-manja. "Ya, makanya, adek jangan mikir kayak gitu, dong." Seungyoun balas memeluk Seungwoo, memberikan kecupan-kecupn menenangkan. "Mas, janji, ya, harus balik ke sini secepatnya!" Seungwoo menatap Seungyoun tepat di mata. "Janji, sayang." . Seungyoun sedang sibuk mengemas barang-barangnya saat sedang melakukan video call dengan sang kekasih. "Berangkat jam berapa besok, mas?" Seungyoun tersenyum, "Pagi paling, dek. Sekitar jam 7an." Seungwoo bergumam di seberang. Ia sedang makan. "Makan yang banyak, ya, sayang." Seungwoo mengangguk, "Mas juga mam yang banyak, biar ndut." Seketika, Seungyoun diam. Kok calon suaminya ini jadi makin gemesin dari hari ke hari. "Kamu jangan lucu-lucu, dong. Nanti mas khilaf datengin kamu." Seungwoo langsung menghentikan acara mengunyahnya. "Sini, mas." Ucap Seungwoo dengan nada manja dan ekspresi melas. "Dek, mas nikahin sekarang mau?" "Mau!" . Seungwoo bangun pukul lima pagi, semalam ia bertelepon dengan Seungyoun sampai pukul tiga pagi. Hanya tidur selama dua jam membuatnya pening, tapi ingatan tentang video call semalam membuatnya memanas. Bagaimana bisa, hanya karena membahas pernikahan malah berakhir dengan video call sex? Seungwoo rasanya ingin menangis. Dua minggu tanpa Seungyoun. Dua minggu tanpa sentuhan Seungyoun. Dua minggu tanpa kecupan Seungyoun. Dua minggu tanpa pelukan Seungyoun. Dua minggu tanpa melihat Seungyoun. Ponsel Seungwoo berdering, ada telepon masuk dari Seungyoun. Telepon biasa, bukan video call. "Ya, kenapa, mas?" "Udah bangun? Ga ngantuk? Baru tidur jam tiga, kan?" Seungwoo merengut. "Jangan diingetin!" Terdengar suara tawa Seungyoun di seberang sana. "Mas cuma mau pamit, bentar lagi mau berangkat." Seungwoo melebarkan matanya. "Loh, katanya jam tujuh?" "Keburu macet, dek. Jam segini juga udah pada siap jadi, ya, berangkat aja sekalian." Seungwoo mendengar Seungyoun membuka pintu mobil lalu menutupnya. Terdengar suara-suara lain, sependengaran Seungwoo, ada suara mama, papa, sama dek Eunsang, adeknya Seungyoun. "Yaudah, hati-hati, ya, mas. Kalo capek langsung istirahat. Gantian sama dek Esa." "Iya, sayang. See you on wedding day. I love you." "I love you too, mas!" . Tidak sekalipun dalam benak Seungyoun terpikir, setelah ia menjalin hubungan dengan Seungwoo memikirkan sang mantan kekasih, yang entah bagaimana bisa ada di kampung halamannya dan sedang berbincang dengan neneknya. "Mas, bukannya itu kak Sejin?" Eunsang berucap saat mobil keluarga Cho berhenti di halaman rumah nenek Seungyoun. Seungyoun dan keluarganya turun dari mobil, Sejin kaget melihat Seungyoun. "Hai, Youn. Dari jauh aku masih ngenalin mobil kamu, lho." Seungyoun hanya nyengir canggung. Kenapa, sih, harus ketemu Sejin? "Lho, Uyon kenal sama ponakannya pak kades?" Nenek Seungyoun bertanya, "Mantannya mas Uyon itu, Eyang." Eunsang yang jawab, Seungyoun rasanya ingin memukul mulut ember adiknya. "Lho, kok mantanan? Balikan aja, sih, mas. Nak Sejin cakep gini." Seungyoun menjatuhkan tas punggungnya kasar. "Yang, Seungyoun udah mau nikah! Bisa ga, ga usah bahas-bahas kayak gini! Eyang kan juga udah tau!" Seungyoun langsung meninggalkan halaman depan dan masuk ke dalam rumah dengan langkah kesal. Sejin sendiri kaget, Seungyoun mau menikah? . Tiga hari berlalu setelah kepergian Seungyoun, pagi itu Seungwoo bersama kakak perempuannya lari-lari di sekitar komplek rumahnya. Alasannya, "Bentar lagi kamu mau nikah! Jaga tuh bentuk tubuh! Masa mau ngasih liat Seungyoun perut gendut gitu. Hiii, malu." Akhirnya, Seungwoo mau ikit kakaknya lari pagi. Saat sedang istirahat untuk minum air, Seungwoo dan kakaknya dikagetkan dengan kehadiran seorang cowok jangkung dengan senyum sejuta watt andalannya, "Pagi, Seungwoo!" "Jinhyuk?" . Acara lari paginya harus tertunda karena Jinhyuk mengajaknya bicara, "Lama ga ketemu, gimana kabar kamu?" Sekilas tentang Lee Jinhyuk, dia ini mantan terindah Seungwoo. Putus secara baik-baik karena Jinhyuk mau kuliah di luar negri ngikut kakaknya. Jinhyuk ga kuatan nahan kangen makanya mending putus, biar status mereka jelas, biar Jinhyuk sungkan mau bilang kangen ke orang yang udah bukan pacarnya. "Baik, kok. Kamu gimana?" Ga bisa dipungkiri, ada sedikit rasa bahagia kala bertemu lagi dengan Jinhyuk. Ia masih sama, masih ganteng seperti dulu. "Kayak yang bisa kamu liat, aku balik. Aku udah bawa gelar master." Seungwoo kaget, jadi Jinhyuk langsung kuliah sampe S2? "Ya ampun, selamat, ya, Hyuk! Aku seneng, deh!" Sudah seperti kebiasaan, Seungwoo dengan reflek memeluk Jinhyuk. "Makasih, Woo. Nanti malem mau jalan? Aku traktir, deh. Itung-itung ngerayain kepulanganku." Seungwoo tanpa pikir panjang langsung mengangguk. "Boleh! Mau, mau!" "Aku jemput jam 7, ya." . Seungyoun sedang memanen singkong di ladang bersama kakeknya saat tiba-tiba Sejin datang. "Eh, nak Sejin." Seungyoun langsung menghentikan kegiatannya, melirik sekilas. "Siang, kek." "Kak Sejin bawa apaan?" Eunsang yang paling antusias karena melihat Sejin membawa sebuah tas besar. "Tadi budhe bikin gorengan banyak, aku di suruh ke ladang kakek Cho buat nganterin ini." Eunsang langsung menerimanya. "Wah, makasih, ya, kak!" "Duh, nak Sejin ini repot-repot saja." Sejin tersenyum, "Engga, kok, Eyang." "Eyang, Seungyoun pulang dulu, ya." Rasanya, Seungyoun ingin menjauh jika ada Sejin di tempat yang sama. "Lho, kenapa, mas? Ini lho ada nak Sejin." Tanpa menjawab Seungyoun pergi begitu saja. Di lubuk hati Sejin yang paling dalam, sebenarnya ia sedih dan merasa bersalah. Dulu, memang dia yang memutuskan hanya karena keegoisannya yang ingin mengejar mimpi menjadi seorang model. Seungyoun yang saat itu berstatus sebagai kekasihnya, melarang Sejin karena ia tau, jika dunia enterteimen itu kelam. Ia takut terjadi sesuatu dengan Sejin tapi Sejin berpikir sebaliknya, ia berpikir kalau Seungyoun tidak ingin bakatnya berkembang, dan dengan jahatnya Sejin mengatakan kalau menjalin hubungan dengan Seungyoun hanyalah membuang waktu dan menghambat karirnya. Setelah mengatakan sederet kalimat menyesakan hati, Sejin pergi mengejar mimpinya tanpa pamit pada Seungyoun yang saat itu rela menunggunya. Seolah mendapat karma, karir Sejin tidak berjalan begitu baik setelah dua tahun kiprahnya di dunia modeling. Segala macam cobaan datang dari seniornya yang memfitnahnya ke sana kemari. Setahun setelahnya, Sejin memutuskan untuk berhenti. Ibu Sejin bilang, untuk kembali mengumpulkan kepercayaan dirinya lagi, Sejin lebih baik pergi ke kampung pamannya, menetap di sana untuk sementara, namun baru menginjak dua minggu, ia malah bertemu kembali dengan Seungyoun. Mantan yang pernah ia sakiti. . Seungwoo menghabiskan malam bersama Jinhyuk, ia seolah dibuat lupa dengan statusnya yang sebentar lagi akan menjadi suami orang. "Ya ampun, kamu pas banget pulangnya, kita jadi bisa nonton Frozen 2 bareng, deh." Seungwoo menggandeng lengan Jinhyuk. "Aku juga ga nyangka, sih, Woo. Untung aja tadi kita iseng ke bioskop." Jinhyuk mengusap pipi Seungwoo sayang. "Lho, kamu gatau kalo Frozen 2 tayang?" Jinhyuk tertawa, "Tau dong. Cuma semunya ngeblank pas ketemu kamu tadi pagi." Seungwoo mencubit pipi Jinhyuk, "Bisa aja!" Ekor mata Jinhyuk melihat sesuatu yang mengkilap di jari manis Seungwoo, ia meraih tangan Seungwoo, mengusap benda yang melingkari jari manis itu. Seolah di tarik ke dunia nyata, Seungwoo langsung melepaskan gandengannya di lengan Jinhyuk, "Kamu udah nikah, Woo?" Seungwoo menunduk, ia menggeleng pelan. "Terus ini apaan?" Entah mengapa hatinya merasa bersalah, ia tidak mau mengecawakan Jinhyuk tapi di sisi lain ia akan menikah dengan Seungyoun. "Aku mau nikah 9 hari lagi, Hyuk." Jinhyuk melepaskan genggamannya. "Jadi, aku ninggalin kamu kelamaan, ya? Sampe udah ada yang ngelamar kamu duluan?" Seungwoo mendongak, ia dapat melihat tatapan sakit dari Jinhyuk, rasanya Seungwoo ingin menangis. Seungwoo menggeleng, "Hyuk, aku bisa jelasin." "Gapapa, Woo. Selama kamu bahagia, aku juga bahagia, kok." Jinhyuk mengusap pipi Seungwoo yang dilelehi air mata. "Udah, jangan nangis." . "Youn, aku mau ngomong." Seungyoun makin cepat mengayunkan kaki-kaki panjangnya, ia enggan berurusan dengan Sejin. "Seungyoun!" Sejin menarik lengan berotot Seungyoun. Ia berhenti, tapi enggan berbalik, Sejin berlari kehadapan Seungyoun. "Aku minta maaf." Ucap Sejin penuh penyesalan. Seungyoun masih diam. "Plis, kasih aku kesempatan lagi." Seungyoun menatap Sejin tajam. "Lo mau kesempatan apa lagi? Gue udah mau nikah! Jauh-jauh dah lo!" Seungyoun akan beranjak namun Sejin langsung memeluknya erat. "Youn, plis. Aku masih sayang sama kamu." Hati Seungyoun menghangat tanpa di suruh. Sejin ini memang pintar sekali membolak-balikan perasaan orang. Tapi, Seungyoun masih waras, ia mengingat senyum manis Seungwoo, ia tidak mau mengecewakan calon suaminya itu. "Jin, gue udah mau nikah. Mau lo minta kesempatan kayak apa juga ga bakal ada." Nada suara Seungyoun melunak. "Baru mau nikah, kan? Kamu belum resmi sama calonmu. Kamu masih bisa milih, aku atau dia." Anjing. Seungyoun rasanya ingin mati saja kalau begini. . "Woo, aku punya permintaan." Jinhyuk menggenggam kedua tangan Seungwoo, yang digenggam hanya tersenyum, "Apa?" "Seminggu lagi kamu mau nikah, kan?" Seungwoo mengangguk. "Aku boleh nyium kamu? Buat terakhir kalinya." Seungwoo ragu, dia bukan anak kecil yang harus menyerahkan segala bentuk 'first' untuk suaminya kelak, tapi yang jadi permasalahan adalah, apakah ini suatu hal yang benar? Status Seungwoo sudah menjadi tunang dan hampir menjadi calon suami Seungyoun, apa itu suatu tindakan etis memberikan sebuah ciuman perpisahan pada mantan kekasih yang ia masih sayangi? Lama bergulat dengan pikirannya, akhirnya Seungwoo mengangguk. Ia membiarkan Jinhyuk menciumnya, bibirnya. Membawa lumatan-lumatan ringan yang bercampur dengan asinnya air mata dari kedua mantan kekasih itu. . Beda Seungwoo, beda juga dengan Seungyoun yang sekarang tengah bercumbu panas dengan Sejin, tangan meraba di mana-mana. Bibir saling bertarung, tidak ada yang mau mengalah. Tangan Sejin masuk ke dalam kaos oblong Seungyoun, mengelus perut berototnya, seolah mendapat tamparan hebat, Seungyoun langsung mendorong tubuh Sejin hingga jatuh. "Lo gila! Gue gila! Anjing! Gue mau nikah, Jin! Gue mau nikah 4 hari lagi!" Sejin dalam duduknya menangis. "Sori, Youn. Tapi, aku ga rela kamu nikah sama yang lain! Aku masih sayang sama kamu!" Seungyoun menggebrak meja. "Anjing emang lo! Lo ga berubah, Jin! Masih egois kayak dulu! Bodoh banget gue masih jatuh ke pesona setelah apa yang lo lakuin ke gue dulu!" Sejin masih menangis tersedu. "Youn, plis. Satu kesempatan aja." Sejin memohon, bahkan sampai bersujud di kaki Seungyoun. "Kesempatan buat apaan lagi? Nyakitin gue?" Seungyoun tertawa sumbang. "Udahlah, Jin. Udah muak gue sama semua kebusukan lo!" . 3 hari sebelum hari pernikahan, Seungyoun mengepak pakaiannya. Di benaknya masih terngiang-ngiang dosa besarnya dengan Sejin kemarin. Walau hanya ciuman dan sedikit saling menyentuh sana-sini. Tetap saja membuat Seungyoun merasa bersalah. Ia seakan lupa pada janjinya, pada Seungwoonya yang menanti di rumah harap-harap cemas. Ia merasa bersalah karena telah menghianati kepercayaan Seungwoo. Ia tidak tau harus berbuat apa saat bertemu Seungwoo dipelaminan nanti. Tapi, Seungyoun sangat mencintai Seungwoo. Ia tidak ingin melepaskan Seungwoo apapun yang terjadi. . Tidur Seungwoo tidak tenang, padahal sudah H-2 acara pernikahannya akan di gelar, ia juga mendapat kabar dari bundanya kalau Seungyoun sudah pulang ke rumah dengan selamat. Ia berciuman dengan Jinhyuk beberapa hari yang lalu, ia merasa bersalah pada Seungyoun. Kenapa ia tega menghianati Seungyoun yang jelas-jelas sedang pulang ke kampung untuk menjemput sanak saudaranya untuk di ajak ke pesta pernikahan mereka. Ia merasa berkhianat pada Seungyoun. Bagaimana ini? Apa ia harus jujur pada Seungyoun nanti? Tapi ia takut Seungyoun tidak akan memaafkannya. Walaupun bukan sesuatu yang fatal tapi itu cukup untuk membuat Seungyoun kecewa nantinya jika ia tau. Apa yang harus Seungwoo lakukan? . D-Day — Wedding Day Seungyoun menunggu di altar dengan harap-harap cemas, bagaimana ia harus menatap Seungwoo nanti? Jujur, kecelakaan yang ia alami dengan Sejin sehari sebelum kepulangannya ke kota itu masih menghantui pikirannya. Seungyoun hanya berharap, jika nanti ia menatap mata berbinar Seungwoo di altar, kenangan buruk itu akan sirna, tergantikan dengan senyum lugu nun manis milik Seungwoo. . Tanpa Seungyoun tau, hal yang sama mengganggu pikiran Seungwoo. Ia hanya berharap semoga nanti saat di altar ia tidak menangis. Setidaknya, tidak menangis karena merasa bersalah karena telah berkhianat pada calon suaminya ini. . Musik mengalun, Seungwoo berjalan bersama ayahnya menuju altar, menuju calon suaminya, pendamping hidupnya. Senyum terukir saat tatap mata saling bertemu. Mereka tidak sadar, bahwa di balik senyum tulus mereka, mereka menyimpan rasa bersalah yang teramat karena mereka saling berkhianat. "Kamu Cho Seungyoun, apakah akan menerima Han Seungwoo menjadi suamimu dalam senang, susah, kaya maupun miskin?" "Ya, saya menerima." "Dan kamu, Han Seungwoo, apakah akan menerima Han Seungwoo menjadi suamimu dalam senang, susah, kaya maupun miskin?" Seungwoo meneteskan air mata. "Ya, saya menerima." Setelah, terdengar sorak sorai yang mengiringi ciuman antara Seungyoun dan Seungwoo. Dalam hati, mereka berdua berharap, semoga ciuman ini dapat menghapus jejak dosa yang pernah mereka perbuat sebelumnya dengan sang mantan kekasih. — End. © phanthxm