bokuaka: lemonade.

-

puluhan air tanggal beramai-ramai dari langit, menghantam di jendela kamar lantai dua. guruh dibarengi kilat pembelah langit samar-samar menggemuruh.

benar, hujan.

yang bersurai hitam diam tatap kesal titik air yang memilih untuk menempel di kaca yang kemudian meluncur kalah karena titik gravitasi; akaashi merasa diejek.

memang, matanya merah, tapi tak kunjung hujan. kesal, hujan di luar seakan menyemangatinya untuk ikut kalah bersama langit dan menangis.

hatinya resah, rasanya berat untuk ditopang rongga dadanya. kepalanya sakit, entah karena menerobos gerimis atau tidak bisa berhenti mereka adegan di jam istirahat sekolahnya tadi, tepatnya di belakang halaman sekolah.

akaashi melihat rambut hitam panjang dengan ikal di bawahnya itu, rok manis menutupi sepertiga kaki panjangnya.

“jadi pacarku?” sebutnya pada lelaki di depannya yang begitu familiar di lima indra akaashi.

bokuto koutarou. kakak kelasnya itu berdiri di depan si murid perempuan, tangan canggung menggantung di samping tubuhnya.

niatnya memotong jalan untuk sampai lebih cepat ke ruang kelas murid kelas tiga harus diurungkan. dua roti melon dan susu yang jadi favorit dan bokuto dipegang erat di tangan.

akaashi gemetar di balik dinding.

pemandangan begini baru untuk dilihat akaashi walaupun ia tahu betapa bokuto banyak dikagumi di sekolahnya.

bokuto koutarou yang jadi kebanggaan sekolahnya karena partisipasinya mengikuti kejuaraan karate juga olimpiade geografi, selalu pulang dengan piala di tangan.

bokuto koutarou yang juga selalu menarik perhatian karena tinggi tubuhnya yang tidak banyak dimiliki anak SMA. mata keemasan yang mencalak penuh pesona tapi tetap dengan senyum dan tawa yang mendebarkan orang disekitarnya.

bokuto koutarou yang dikenal tak congkak dan mudah diajak bicara, bukan murid yang menolak ajakan karaoke untuk belajar di rumahnya.

bokuto koutarou yang menakjubkan itu, bintang yang berkelip paling menyilaukan di tengah hamparan bintang di langit itu, lebih memilih tidur di kelasnya di jam istirahat, menunggu akaashi menghampirinya dengan cemilan pilihannya yang berbeda di tiap harinya.

akaashi bertanya mengapa, bokuto enteng menjawab di tengah kunyahannya, “aku main game semalaman, malas ke kantin, lagipula makanan pilihan kamu selalu enak. gak apa, ya?”

si adik kelas pikir tak masalah. kakinya memang harus menempuh lebih jauh karena kantin dan kelas bokuto ada di arah yang berbeda.

tapi, tak masalah.

kelas bokuto yang kosong hanya akan diisi mereka berdua, hanya akan dipenuhi gerutuan bokuto soal permainan buruknya semalam, hanya akan ada akaashi yang diam mendengarkan atau ikut tertawa, hanya akan ada akaashi yang melihat bokuto memakan rotinya dengan mata setengah terbuka,

-hanya akaashi yang dibiarkan bokuto untuk membelai rambutnya yang halus dihembus angin, hanya akaashi yang bisa hitung tiap hela nafas bokuto di waktu tidur, hanya akaashi yang bisa saksikan bintang sebegini dekat tanpa membutakan matanya.

“azuna,” bokuto sebut nama si cantik di depannya, “-kamu cantik,”

akaashi ingat kerasnya ia menarik nafas, kemudian berlari, tak mau dengar.