bokuaka: lip glitter

-

malam minggu; malam sakral untuk yang berpasang. malam temu dan kangen untuk mereka yang sibuk dengan hidupnya dari senin sampai jum'at. malam berlangit gelap yang punya udara merah jambu berhembus; akibat pasangan yang memadu kasih dimana-mana.

tidak terkecuali untuk dua orang ini.

bokuto dan akaashi.

lelaki yang hampir beranjak tiga puluh tahun yang akhirnya bebas dari tumpukan kerjaannya.

mahasiswa yang dengan ajaib menyelesaikan essay tiga ribu kata di jum'at kemarin.

bedanya, mereka tidak memilih hiruk pikuk di luar sebagai tempat kencan. ada paket kain yang ditungguㅡterutama oleh bokutoㅡ untuk diterima.

makanan habis, menyisakan tumpukan piring kotor sebagai bukti makan malam. biasanya, akaashi akan bawel soal tumpukan piring kotor, tapi itu bisa ditunda.

akaashi berdiri di depan kasurnyaㅡkasurnya dan bokutoㅡcanggung. kerah kimono semerah tinta melorot, meninggalkan pundak kurusnya, buat tulang selangka yang menonjol sugestif menjadi tontonan, buat yang melihat tidak tahan melukisnya dengan merah.

“wahㅡ akaashiㅡ”

akaashi memicing, “kebesaran di aku.”

“tinggal buat kamu gemuk.”

“mana mau?” protesnya, “tapi ini bisa dijahit.”

“kamu pakai begitu juga aku suka.”

“kamu memang suka aku pakai kimono, you and your weird fetish.”

si rambut abu terkekeh, kini menegak dari duduknya yang semula santai, “berapa kali kamu minta aku masuki kamu pakai baju kerja aku?”

yang diejek tersipu, melotot coba buat dirinya mengintimidasi bokuto.

“but for real, though,” bokuto dengan kurang ajarnya menatap akaashi dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, dengan tatapan yang bukan main-main, “kamu benar-benar stunning in red.”

mata mereka bertemu dan akaashi paham bahwa malam ini adalah malam-malam itu.

malam dimana bokuto yang baik dan lembut hilang ditelan nafsunya sendiri, berwujud baru menjadi bokuto yang kejam, yang mau menangi hasratnya, yang mau akaashi bertekuk lutut untuknya.

secara harfiah dan kiasan, maksudnya.

“kamu mau aku apa?” tanya akaashi yang tahu tempatnya. tahu bahwa dia memang di bawah bokuto. tahu bahwa dia harus menuruti sang kekasih di permainannya. tahu juga bahwa dirinya sendiri menyukai ini.

dia suka saat bokuto memegang talinya, memberikannya perintah sampai akaashi berantakan dengan suka hati.

“sebentar, aku mau ambil sesuatu, kamu disana, on your knees.”

membiarkan bokuto mengacak lemarinya, akaashi bergerak, menekuk kakinya sampai lututnya jadi tumpuan. obinya dilepas karena sesak, bukan karena sabuk itu terlalu mengikat di perutnya dan menganggu pernafasannya. akaashi sesak karena hasratnya sendiri, kakinya gemetar dengan bayangan apa yang akan datang. bokuto selalu membuatnya terkejut dengan ide ranjangnya, buat akaashi putih sampai ke ujung kaki.

bokuto yang duduk di depannyaㅡdi atas kasur tepat di depan wajahnyaㅡ buat lamunan akaashi buyar.

lelaki dengan kaus longgar rumahannya tersenyum menggoyangkan botol kecil di depan akaashi.

“ituㅡ”

“hadiah beberapa bulan lalu yang belum dipake, ingat gak?”

akaashi mengangguk, ingat. lip glitter. hadiah yang iseng dibeli bokuto itu belum sempat dipakai, terlupakan begitu saja karena kesibukan keduanya.

“let me put this on your lips.”

akaashi, tanpa disuruh, mendekatkan tubuhnya, kedua jari meremat di atas paha bokuto saat dirasa cairan kenyal dibubuh di permukaan kulit bibirnya.

bibir akaashi tidak tipis, tapi juga tidak tebal. bibir akaashi gemuk dibagian tengah, dengan sisi yang kian menipis sampai pinggirnya. bokuto tersenyum dengan kerjaannya yang tidak begitu rapiㅡdia bukan veteran dalam hal iniㅡbuat bibir akaashi yang ranum dengan warna sakura menjadi semerah beri. bibir merah akaashi mengilat, layak serpihan kaca yang bersinar saat lampu menyorot, cantik berkelip tiap kali bokuto mengubah sudut pandangnya.

dengan terburu-buru, bokuto menutup botol kecilnya, kemudian sembarangan meletakkannya di dekat ujung kaki.

tangannya menggapai pada dagu si manis, menekannya lembut dengan jari, buat pipi akaashi menyekung dan pop! buah beri itu terbelah, memperlihatkan isinya yang begitu menggoda untuk dilahap habis.

bokuto menyeret jarinya pada kelip di ranum yang lebih muda, dibarengi air liur yang menetes tak sengaja.

“gila, akaashi,” tawa yang lebih tua, menyebalkan, “things i would love to do to you.”

kuku jari pada paha bokuto menajam pada kulitnya, tanda akaashi yang malu karena merasa dilecehkan. mata akaashi menyayu, pandang bokuto dengan mau.

mau apa?

“bibir kamu cantik, akaashi.”

“tapiㅡ tapi kamu ngerasa gak sih, ada yang kurang? tebak apa?”

“hm?”

“you know it better, right?”

“ayo bilang, i will give it to you.”

rematan pada pipi akaashi mendalam, bukan hanya akaashi yang frustasi disini.

“akaashiㅡ”

“aㅡ” suaranya akaashi teredam, antara karena keputusasaan dan saliva yang berkumpul karena tak bisa mengatup bibirnya, “aㅡaku mauㅡ”

“hm?”

matanya kian menyipit gelisah, jarinya yang panjang mengelus kulit di bawah tangannya penuh damba.

“i want to suck you off.”

bokuto tersenyum menang, tangannya melepas kasar tangkupannya pada wajah akaashi untuk menarik lehernya mendekat pada hadiah yang diidamkan akaashi.

“with pleasure, pretty.”

malam itu, bukan hanya lip glitter yang menempel pada bibir akaashi.