bokuroo – uniform

-

rok telah tandas dari tubuh, seragam putih ketat dengan kancing buyar tersingkap sampai leher, kaki gemetar tertekuk yang sesekali menendang, juga wajah merah berpeluh; semua akibat tiga jari yang mencatuk pada lubang kecil di antara bokong kuroo.

bokuto, dimana-mana, besar. mulai dari tinggi sampai otot, kemudian paha dan punggungnya. jadi bukan hal mengagetkan kalau jarinya juga sama besarnya; begitu tebal dan kasar, hasil latihan isengnya panjat tebing yang ada di halaman belakang kampus bareng anak-anak mapala.

jarinya begitu terlatih. biasanya mencari pijakan untuk menggapai sisi tebing yang lebih tinggi. kali ini, jarinya mencari pijakan lain pada lubang kuroo, untuk yang ditusuk menggapai sisi yang lebih tinggi.

tapi, kuroo gak mau.

“udahㅡ udah anjing,” protes yang di bawah, “ㅡcepetan.”

jari keluar, bokuto mengelus paha mulus yang dibawah, paha kebanggaan yang katanya cantik. emang cantik, sih. buat bokuto mau banyak menjejak disana.

bokuto pindah, mengelus lipatan basah di bawah yang tertutupi lagi celana dalam rendaㅡ iya, bokuto suruh kuroo buat gak lepaskan celana dalamnya, “buru-buru banget? kenapa emang?”

kuroo mau, mau banget menyumpahi lelaki congkak di atasnya, tapi badannya yang gemetar dan gak tahan lagi untuk dimasuki aja terus udahan, capek gak mengizinkan.

bokuto ambil kondom dari saku celana belakang, merobek dengan gigi sambil tetap tatapi orang yang kemarin masih berstatus temannya itu. bibirnya tertarik ke atas, bangga atas perbuatannya sendiri yang buat kuroo bisa seberantakan ini.

kain celana melorot, kuroo meremas kain abu di bawah tubuhnya.

“sinting, ituㅡ”

“ya gak jauh besar dari lo, kok. santai, ya?”

si rambut abu belum bergerak mendekat, masih ingin isengi kesayangannya, yang dilihat makin frustasi di tiap detik berlalu.

bokuto menaik-turunkan tangannya pada penisnya, membalurinya dengan lubrikan dengan jumlah banyak. matanya masih menerawang pada tubuh molekㅡterutama favoritnya, pantatㅡ di depannya.

“gila lo, gila,” tawanya dengan terengah-engah karena asap nafsu, kemudian mendekati kuroo untuk dicium lehernya, “cantik banget, adek lo lewat pokoknya.”

kuroo tau itu cuma omongan manis gak ada dasar, tapi wajahnya memerah malu. mau rasanya menjitak kepala orang yang kini menjiplak bibirnya pada dadanya.

“gak perlu, gue bukan cewek, gak adaㅡ hhn.”

iya, bokuto baru saja menggigit pucuk kemerahan pada dada kuroo, lalu dengan sok prihatin mengelapnya dengan lidah, buat air liur dinginnya sebagai 'pereda nyeri' pada putingnya.

tangan kuroo naik meremas surai kelabu saat basuhan lidah berubah jadi hisapan yang serakah, seakan ingin memanen sesuatu dari sana.

“udah, s-sakitㅡ setan, sakit!”

lagi, senyum nakal terbit, “tapi enak? enak lah, kan sekarang lo cewek. enak kalau dimakan di payudara.”

“anjinㅡ”

“eh, tets,” bokuto bangun untuk menatap kuroo di mata, “kan sekarang lo lagi pake seragam SMA, coba panggil gue 'pak'.”

“hah?”

“bilang, 'pak guru, ayo masukinㅡ”

“t-tolol! serius, mesum tololㅡ”

“loh? mau gak? apa gak gue kasih?”

bajingan bangsat bangsat bangsat bangsat mesum bangsat begitu isi hati kuroo, gigi gigit bibir karena kesal.

tapi mau gimana? lubangnya begitu mendamba ingin dirumahi. penis besar bokuto yang diselimuti kondom dan banyak lubrikan seakan menggodanya untuk turuti permintaan bodoh tadi.

siapa suruh kuroo tergoda?

“ayo? gimana?”

jarinya meremas seragamnya yang lepek karena keringat, mukanya makin padam karena si anjing permintaan macam apa sih ini.

“p-pak guruㅡ”

“ya, sayang?”

anjing.

“pak g-guru, masuki aku...”

bokuto hampir meledak tawanya, tapi harus tahan, gak mau kalau-kalau yang satu malah ngambek dan tinggalkannya keras di selangkangan begini.

“oke sayang,” bokuto bergerak geser celana dalam renda untuk buat jalan, “masuk ya.”

“p-pelan-pelanhhㅡ fuuuuuuck koUTARO!”

bukan cuma kuroo yang merintih, bokuto juga. penisnya seperti dijepit. kuroo sempit, rapat sekali di bawah. ternyata tiga jarinya gak ada apa-apanya sama penisnya.

lain bokuto, lain kuroo. ukurannya dengan bokuto memang hampir sama, tapi rasanya beda saat dimasuki, bokuto terasa jauh lebih besar, buat spasi sendiri untuk tinggal di dalam.

“gak apa-apa?”

kuroo mengangguk, gak percaya diri dengan suaranya.

“gue gerak ya.”

belum diiyakan, bokuto bergerak sesukanya. masuki kuroo lebih dalam, lalu menghilang, menyeret penisnya keluar untuk kemudian maju lagi.

“hnnㅡg ahㅡ sintingㅡ pelan!”

kuroo minta pelan, tapi wajahnya begitu berdosa, seakan minta lebih, minta ditumbuk lagi.

“gak bisa, brengsek. nagih banget.”

kotor mulutnya, ingin kuroo tampar tepat di bibir.

“coba panggil 'pak' lagi?”

ini lagi.

kuroo menggeleng, tubuh masih bergerak, kepala hampir menabrak kepala kasurnya.

gila begini rasanya main di anal? pertama kali dan rasanya seluar biasa ini. apa ini karena bokuto yang siapkan dirinya dengan baik? karena bokuto memasukinya dengan yang besar?

gak tau, gak peduli. kuroo gak bisa berpikir sekarang.

“enak gak, sayang?”

kalau si rambut jelaga tidak dijajah sebegini rupa, tidak melayang sampai kewarasan menipis, bokuto bisa saja sudah terduduk di lantai karena ditendang.

tapi ini kuroo, yang mengawan tinggi karena titik di dalamnya dimanja dan juga karena cubitan bokuto di, yang katanya 'payudara', buat tubuhnya menegang, buat kepalanya rusak, buat mulutnya tak terkendali.

“e-enakㅡ enak pakㅡ hgghㅡ udah.”

pelipisnya dicium karena sudah buang harga diri, “iya, sebentarㅡ sebentar lagi.”

laju meninggi, buat kuroo melengkung, meremas kencang pada rambut si pelakunya. nafasnya satu-satu karena bokuto telak menyundul nikmatnya di dalam.

“kou-koutarouㅡ keluarㅡ aku mau keluarㅡ”

“iya, iya, iyaㅡ samaㅡ ayo.”

kuroo lebih cepat dua detik pada pelepasannya, ikut bawa bokuto dengan menjepitnya di dalam. bokuto membaluri putih dinding anal kuroo, menghasilkan erangan kembar dari keduanya.

bokuto bersimpuh pada lututnya, mengangkat lipatan kaki kuroo yang gemetar ke langit. hal ini buatnya mudah pandangi celana dalam calon pacarnya yang sedikit robek, bertengger pada selangkangannya, yang basah dengan cairan putihnya.

kuroo masih belum sepenuhnya sadar, masih berenang-renang dikubangan euphoria yang diciptakan lelaki yang satu, tapi dengan enteng, bokuto menjilat bibirnya sendiri, menurunkan kepalanya di antara kaki jenjang yang belum menapak.

“pak guru boleh jilat di bawah, ya?”

anjing.