bokusuna – maid

-

suna yang hampir tertidur karena menonton tayangan random di televisi langsung sadar karena dengar suara tombol intercom yang ditekan dari luar.

tanpa pikir panjang, ia berlari hampiri pintu, hampiri tuan rumah.

“sunaㅡ”

panggilan lelaki yang lebih tua terhenti liat yang dipanggil sudah menghampirinya, tangan gugup di depan dengan jari saling terkait.

tuannya tersenyum, bukan senyum yang biasa diperlihatkan saat ada suaminya, bukan senyum yang biasa diperlihatkan saat suna memasak makanan yang enak, bukan senyum berkesan ramah sama sekali.

tapi senyum yang lebih seperti meremehkan.

pinggul suna langsung dipeluk dengan tangan kanan, tangan kiri penuh dengan tas kantor dan jasnya.

“ayo, langsung aja.”

suna yang kikuk cuma mengangguk, ikuti lelaki yang menggiringnya bagai anak yang tersesat.

iya juga, suna tersesat, tapi dalam sense yang begitu lain.

si mahasiswa gak benar-benar nol pahamnya. dia tahu apa mau si tuan yang sudah biarkannya bekerja di apartnya selama lima bulan, tapi, tetap aja, pengetahuannya soal ranjang nol besar. pacarnya di masa lalu gak pernah menuntutnya macam-macam.

jadi gak salah, kalo dadanya berdegup bagai ditinggali penggebuk drum, dan yang dipukul oleh stick drumnya bukan alat musik, melainkan hatinya.

“keiji bilang my sweat turns him on, jadi saya gak usah mandi, ya?”

suna bingung harus jawab apa. gak paham juga rasanya turn on itu gimana.

bokuto tertawa liat kebingungan di depannya. ia menarik dasi di lehernya untuk lepas kancing seluruhnya, “tapi kamu gak punya pilihan, sih.” ia merenggangkan kakinya ke depan, “sini, anak baik.”

suna dengan ragu naik ke ranjang, naik ke pangkuan tuannya. baju maidnya merumbai kesana kemari, gelitik bokuto yang masih dengan setelan kerjanya.

“saya kaget liat kamu secantik ini,” tangannya dengan kurang ajar mencelos masuk ke dalam rok yang pendek, “keiji cantik but damn kamu sinting pake ini.”

wajar si tuan panggil maidnya begitu. suna punya package di bagian belakang. pinggang ramping dengan tinggi yang semampai kini terbalut baju berdosa dengan dominan renda. rok pendeknya terlihat lebih kecil di kaki suna yang panjang. ukuran yang sebenarnya untuk akaashi sekarang terlihat begitu kecil di torso suna. bagian dada bajunya jugaㅡ

“ㅡdi bagian payudara ada busa, fuck, as if you have those boobs.” geram bokuto dengan tangan ikut kurang ajar meremas di bagian yang dikatainya.

suna menggigit bibirnya, jarinya menekuk di pinggang si tuan. rasanya salah baginya untuk merinding dengar kalimat tersebut. ditambah tangan bokuto yang gak secara langsung pegang bagian tubuh atasnya itu buat darahnya melesat naik ke pipi.

suna dipermalukan di atas kaki si tuan, rasanya harga dirinya dibuang entah kemana.

“kamu yang mulai dulu ya? you are the maid after all, tau tugas kamu?”

yang ditanya menggeleng.

“puaskan saya di bawah,” jawabnya halus, “kamu mundur sedikit.”

bokuto melebarkan kakinya di depan suna yang masih bersimpuh di depannya. tangannya menarik resletingnya, menurunkan celananya untuk kemudian mengeluarkan kejantanannya.

suna menarik nafas, “tㅡtuan, ituㅡ”

“iya, suna. sini, puaskan saya.”

kini posisi suna sudah begitu dekat dengan benda yang harus dipuaskan, badan menunduk tidak nyaman. bokuto mana peduli?

dua tangan suna dengan pergelangan yang dililit gelang renda melingkupi tonggak yang sudah menegak. suna menangis dalam hati karena entah kenapa penis di tangannya buat kakinya resah.

bokuto membantunya, menggesekkan penisnya pada pipi kemudian turun ke bibir tipis si pelayan, “ayo.”

suna menjilat ragu, mengecupi puncaknya dan kemudian memijitinya dengan bibirnya.

fuck, suna.” bokuto mendesah lega kala suna meloloskan setengah penisnya ke dalam mulutnya. bokuto begitu besar dan suna tak berani memasukkannya lebih dalam.

untungnya bokuto mengerti, tangannya mengelus sayang pada kepala suna, “sesukamu ajaㅡ fuck ukuran saya terlalu besar untuk kamu, pelan-pelan aja.”

suna mendengung, bokuto menggeram.

beberapa kali pijatan mulut, akhirnya suna diangkat untuk menegak. bokuto mengatur tubuhnya bagai boneka dan buatnya kini tiba-tiba menyandar di kepala kasur.

bokuto di depannya, angkat setengah badannya untuk menumpu pada pahanya lagi.

rok rumbainya disingkap, si tuan langsung saja menyentuhnya dari luar celana dalamnya, celana dalam yang juga hadiahnya.

“suna, kamu nurut banget, ya?” bokuto mengelus di bawah, beberapa kali tangannya tergelincir, menusuk jarinya di atas lubang yang jadi tujuannya malam ini, “kamu benar pake lace panty ini... black looks gorgeous on you.”

lelahnya setelah menyumbu penis bokuto masih belum mereda dan kini tubuh bagian bawahnya ikut dijahili.

jadi ini namanya turn on? tubuhnya seakan menyala di tiap sudut, begitu sensitif dengan bahkan hanya usapan ringan. suna gak mengerti, tapi kakinya yang dilebarkan di depan mata mesum si tuan buatnya ingin merapatkan kaki, ingin menggesek apa yang ditengah kakinya.

“tㅡtuan, tolongㅡ”

“kalau kamu terus menurut begini, kamu bisa saya biayai sampai kamu lulus, gimana?” kaki si pelayan yang masih dibalut hak tinggi diangkat tinggi-tinggi, dicium di bagian paha.

“atau kamu mau kerja di perusahaan saya? jadi sekretaris pribadi saya?”

suna merasa mual, perutnya bagai diaduk lahar yang panas. kakinya merinding sampai kukunya kala gigi tuannya ikut menggesek di kakinya.

fuck coba kamu bayangin aku gagahi di meja saya? kamu di bawah meja saya, asik mengulum padahal saya lagi rapat sama klien? atau a quickie di kamar mandi? hm?”

suna menggeleng dengan mata memerah. pipinya padam karena deskripsi bajingan sang tuan yang tak sengaja terbayang. ia dilecehkan begitu kurang ajarnya, tapi panas di ujung perutnya makin tersulut saja. si pelayan hampir menangis, putus asa di selangkangannya. kakinya ingin sekali merapat.

bokuto melepas celana dalamnya, tangannya mengelus di bawah, sedang tangan yang satunya menggigit lubrikan sachet dari saku celana kantornya.

“kamu basah disini, sunaㅡ” bokuto menuang cairan bening tersebut di atas kulit suna dengan cuek, “i want to eat your pussy but it would do another day, ya?”

suna hampir menangis.

satu jari lolos, si pemuda meringis, kakinya yang satu masih bertengger di pundak si tuan, yang satu mencari pijakan di kasur.

“sebentar, ya? saya akan coba gak kasar di kali pertama kamu.”

dua jari, kemudian tiga, bokuto menekan dinding anal suna. menekuk jarinya untuk maju lebih dalam. suna benar-benar rapat, begitu perawan di lubangnya.

“ahㅡ hngㅡ hhnㅡ tuanㅡ t-tuanㅡ”

bokuto tersenyum puas. puas sekali dapatkan suna yang merintih keenakan di bawahnya. suna yang sehari-hari dilihatnya adalah mahasiswa yang sangat sopan, yang bekerja dengan rapi dan giat ditengah kesibukannya, yang diperlakukan bagai adik oleh akaashi karena perilakunya yang ramah.

iya, kini pelayannya itu bukan membantunya dalam urusan rumah tangga, tapi urusan dahaga seksualnya. dilakukan dengan senang, pula. suna mungkin tak menyadarinya, tapi ia sejak tadi mengais jarinya untuk makin masuk, mengais nikmat dari tiga jarinya.

cukup dengan persiapannya, bokuto melepas jarinya dari lubang pemuda di bawahnya, berikut kemeja yang sudah lepek di punggungnya akibat nafsunya sendiri.

bokuto menggesek di bawah, menciumi kerutan anal suna dengan ujung penisnya.

suna memandanginya dari atas. kerutan analnya yang masih rapat yang digesek oleh kejantanan si tuan yang tebal dengan urat yang mengelilinginya. mulutnya terbuka, ingin meminta tapi merasa bukan tempatnya. pinggulnya bergerak, ingin sekali mendorong bokuto untuk memasukinya.

si rambut kelabu tertawa, “suna, mau? mau saya masuki?”

suna melempar jauh harga dirinya. yang di bawah begitu frustasi ingin dimanja.

si pelayan mengangguk frustasi, memandang bokuto dengan mata yang layu.

“say it?”

suna gemetar di bibir, tapi terucap juga, “m-mau tuan.”

kali ini, si tuan yang menuruti perintah si pelayan.

bokuto mendorong dengan hati-hati gulungan kulitnya masuk ke dalam lubang suna.

yang lebih muda mengerang, tubuhnya naik kewalahan.

“ahㅡ hhㅡ t-tuanㅡ”

“fuck, fuck, fucking fuckㅡ i knowㅡ i know you would be this tightㅡ”

yang lebih tua, tanpa basa-basi, memaju mundurkan tubuhnya, menyeret dinding suna dengan kulit penisnya. saat gumpalan titik menyenangkan suna tersundul, yang digempur mendenguk karena nikmat.

bokuto agak menegak, tumpu tubuhnya dengan betisnya, melipat suna menjadi dua, untuk kemudian maju lagi, menghantam suna telak di dalam.

suna bergoyang di atas kasurnya, mata ramah nan tajamnya hilang dibalur kenikmatan. bibirnya tak mau tertutup, mendesahkan tuan berkali-kali. matanya memutar ke belakang kala bokuto menabraknya terlalu dalam.

“tuanㅡ t-tuan sudahㅡ tuanㅡ anehㅡ a-aneh, akuㅡ hh ada yang mauㅡ keluarㅡ ke-keluarㅡ ahh

tangan suna terseok-seok cari pegangan di atas kasur, kemudian bokuto menundukkan tubuhnya, buat suna berpegangan pada punggungnya yang lebar.

punggung bokuto dicabik, pelampiasan pada pelepasannya yang diujung.

“tㅡtuanㅡ”

“keluar, suna. keluarin. i will let out mine too, inside you.”

suna keluar dengan jeritan, basahi seragam barunya dengan putih. ia ikut membawa bokuto yang dijepit luar biasa di bawah.

kepalanya melembek, pikirannya menumpul. suna rintarou, si pelayan sukses dibuat tak punya akal oleh tuannya.