sugusato: friends to mates ii

Getou Suguru x Gojo Satoru

warning: nsfw, explicit sexual scene, mention of mpreg and blood.


Sesampainya di kos-an, Gojo disambut oleh dua tangan yang mengambil alih kantung belanjaannya untuk dibawa terburu-buru ke atas meja dapur.

Ia yang kebingungan tiba-tiba diangkat tinggi-tinggi. Gojo digendong di bagian paha buat wajah Getou sejajar dengan perutnya.

Gojo tertawa, “Lah apa nih? Belum juga digodain, udah mulai aja?”

“Belum,” Getou menggumam di atas kain tepat di perut pacarnya, “habis kamu, godain aku. Mau bawa kamu ke kamar.”

Lelaki yang berambut putih benar-benar dilempar ke atas ranjang.

Awalnya Gojo diciumi punuk tangannya. Bunyinya keras, bising terpantul dinding kamar Getou yang gak bisa dibilang besar.

Berbeda dengan kamarnya yang penuh wangi campuran Cedar Shavings dan Mugwort dari Potpurri yang dibelikan oleh pacarnya sendiri, bau Marlboro Ice Blast menyengat di kamar Getou. Ditambah campuran parfum Invictus yang punya kandungan Guaiac Wood and Patchouli yang gak Gojo paham apa. Yang Gojo tau, harusnya dia gak betah sama wangi begini. Menyengat dan pahit walau tak sampai lidahnya, tapi wangi ini punya Getou; Gojo malah hirup banyak-banyak.

Cup, cup, cup.

Getou naik ciumi pipinya, gigiti hidung dan dagunya. Tangan besarnya bawa Gojo mendekat tempeli tubuhnya, sesekali menyelip di bawah kausnya dan mengelusi kulit dingin di bawahnya. Diam-diam mengukur apa pinggang sang pacar muat untuk dicengkram oleh lima jarinya.

Kuncir di atas kepala meluncur lewati rambut hitam dan kini Gojo leluasa menarik rambut lelaki di atasnya. Getou ditarik untuk mencium bibirnya. Tawa kecil merayap di telinga dan Gojo dibalas dengan jilatan besar; Gojo merasakan rasa pahit yang kental dan juga sedikit coklat dan margarin dari roti panggang pagi.

“Kamu ngerokok habis sarapan tadi?”

“Hm,” Getou menarik bibir Gojo untuk lebih terbuka, “buat pengalihan.”

Ya, pengalihan yang gagal total.

Semua obrolan soal omega breeding dan bite mark benar-benar mengganggu kepala Getou. Jadwal rutnya yang diperkirakan besok malah sudah terasa di perut bawahnya saat ini.

Insting alpha-nya mendambakan hal-hal tersebut; secara resmi menjadikan Gojo sang omega sebagai miliknya dengan menggigit belakang lehernya dan membuat omega tersebut mengandung anak-anaknya; Tanda fisik bahwa Gojo memang miliknya.

Ditambah ia sebagai Getou Suguru juga begitu menginginkannya. Ingin menjadikan Gojo Satoru miliknya seutuhnya, fisik-rohaninya, sampai omega jauh di dalamnya.

Tapi hal itu masih diangan-angan; Getou masih harus sabar hanya dengan pengandaian.

Belitan lidah terlepas dan tawa Gojo tiba-tiba nyaring di telinga.

“Hei, ini kayanya kamu udah mulai rut-nya.”

Pernyataan, bukan pertanyaan. Semuanya jelas dengan Getou di atasnya bernapas pendek-pendek dan keringat yang hinggapi pelipisnya. Gojo merasakan kejantanan sang alpha keras di kakinya.

“Mulai sakit?”

Getou berdengung, mengecupi pergelangan tangan Gojo yang naik ke atas mengusapi keringatnya.

Sang omega membaringkan sang alpha setelah mengangkat piyamanya sampai terlepas. Dengan penuh hati-hati, Gojo mengikat kembali rambut Getou karena helaian panjangnya akan menganggu apa yang akan dilakukan Gojo kemudian.

Pundak kokoh sang alpha dihirupi, dikecupi dan dijilati. Gojo naik, menggesekkan leher menjulang sang alpha dengan leher miliknya. Buntalan scent gland dekat tulang selangka saling menggesek untuk memanas kemudian memancarkan pheromone asli alpha dan omega di dalamnya.

“Hmmh—”

Scent marking. Hal ini bukan hal baru untuk Getou dan Gojo. Biasanya setelah masa rut Getou atau heat Gojo, mereka akan menggesekkan scent gland satu sama lain. Bentuk penenang saat sang alpha atau omega masih haus oleh afeksi setelah bertarung sendirian di musim kawin.

Dilakukan sebelum mengatasi rut dan heat begini memberikan efek yang berbeda. Gojo dan Getou saat ini memberikan sinyal mating, menandai teritori satu sama lain. Gojo untuk alpha Getou dan Getou untuk omega Gojo. Pheromone yang memekat di udara penuhi akal dan memberikan fantasi bahwa saat ini dunia hanya milik berdua untuk dinikmati.

Sang alpha mencium lagi aroma manis fruktosa terbakar.

Sedang sang omega meneguk aroma arang dan air laut yang teraduk.

Dirasa gesekkan Gojo melemah dan tarikan nafasnya makin mengeras, Getou meraih pinggang sang omega, membantunya.

“Sa- satoru?”

Yang dipanggil bergeming, tetapi jarinya kuat mencengkram kulit yang memanggilnya.

“Satoru?”

“B-basah—” kuping dijangkauannya digigit, “Sugu— aku basah.”

Tubuh yang sudah menempel makin melekat lengket. Jari saling membelit dan aroma pekat satu sama lain yang menusuk hidung berbelok ke dua arah; ke otak untuk menumpulkan daya pikir dan ke selangkangan untuk menajamkan reaksi untuk perkawinan.

“Heatnya kerasa? hei—” Getou yang sama-sama kewalahan dengan reaksi tubuhnya sendiri berusaha untuk mengendalikan Gojo, “—Satoru?”

“Sugu— aku mau bantu kamu— maaf— you really smell good— aku—aku suka wangi kamu—” Gojo mengecup bibir sang alpha, “maaf—”

Shhh gak apa-apa.”

Hal ini tak masuk perhitungan mereka; secara naluriah omega di dalam Gojo tunduk di depan alpha— alphanya, yang juga familiar dan punya ikatan batin dengannya.

Niat Gojo membantu Getou terlupakan sekejap. Sang omega malah ikut terseret masuk kubangan yang terasa menyenangkan; untuk dipuasi insting persatuannya dengan sang dominan.

Walau Gojo masih bisa berpikir, omega di dalamnya mengendalikan reaksi tubuhnya yang akhirnya menjadi panas dan lemas, yang buat titik rapat tubuhnya menganga dengan sungai yang menganak deras.

Kini Gojo yang berada di bawah kukungan. Nafas keduanya berat dan pendek-pendek, mengepul hangat di tengah keduanya.

Dengan kaki terbuka, Gojo mengais wajah sang alpha untuk diciumi kembali. Bukan oksigen yang dibutuhkan saat ini tetapi jamahan kulit, bibir yang saling membingkai dan pusat tubuh yang bergesekan.

“Su-sugu, celana—”

Tanpa melihat bawahnya, keduanya meloloskan kain terakhir di kulit. Getou dalam hati meledak-ledak. Untuk pertama kalinya omeganya mempersembahkan dirinya untuknya, untuk berbagi kasih, untuk bersenang-senang bersama di puncak nirwana.

Tubuh Gojo memerah padam, kaki terbukanya bergetar malu di bawah penilaian mata tajam sang alpha.

Kiranya tubuh Gojo yang tergeletak di atas ranjangnya akan terlihat bagai hamparan padang pasir putih yang Getou siap mengubur diri di dalamnya, tapi bukan— Gojo di bawahnya terlihat bagai hamparan awan bersih yang telah dicumbu bukannya oleh para malaikat tapi para penghianat Tuhan; Gojo benar-benar terlihat bagai dosa di matanya. Terlihat indah untuk dicecap dan Getou yakin ia akan terbakar saat menikmatinya.

Salah satu jari Getou merangsek masuk ke dalam dan Gojo mendesah keras.

“Su-s-suguru—”

“Kamu basah, Satoru—” Getou makin menekan, makin masuk, “—ini karena aku?”

Untuk pertama kalinya disentuh disana yang bukan dengan jarinya sendiri buat Gojo tak mampu berkata. Ia mengangguk, alihkan pandangan dari Getou.

Satu digit, kemudian dua, dan tiga.

Gojo terasa makin menjepitnya, menelan jari-jarinya masuk. Bayang-bayang bukan jarinya yang ditelan buat Getou makin gelisah. Ditambah digit-digitnya yang kini bersimbah cairan sampai telapaknya buat kepalanya berputar-putar, buat kekeringan di dalamnya menjadi-jadi. Inginnya meneguk Gojo langsung dengan mulutnya, ingin siram gurun pasir di perutnya oleh cairan sang omega.

Sang alpha menyandarkan wajahnya ke lutut sang omega yang terlipat, menggigiti tungkai yang gemetar.

“You smell wonderful here, Satoru.”

“Di-diem—”

Getou tertawa kecil. Tanpa melepas tangannya di bawah, tubuhnya naik, raih leher Gojo yang panjang karena sang omega mengadah tinggi ke atas. Dikecupinya disana, digelitiknya Gojo dengan hidungnya dengan endusan.

“Kamu takut?”

Kaki Gojo berterbangan di udara dan hinggap di punggung Getou. Sang omega mengerang serak. Matanya membuka terpejam merasakan jari tengah Getou makin merambat masuk tembus dinding-dinding pertahanannya.

Gojo menggeleng, memeluk Getou dengan satu kakinya, mendekatkan diri dengan sang alpha.

Rambut putih dan hitam bergesekan menghantarkan listrik. Ciuman yang dibagi terasa kotor, berantakan dengan saliva yang tak dipedulikan. Ingatnya hanya memenuhi dahaga masing-masing. Keduanya saling membentur, berbagi suhu tubuh yang sama-sama panas, yang sama-sama mendamba sentuhan afeksi.

“Satoru?”

“Hmmm?”

“Sekarang?”

Gojo menggeram, digigitnya rahang berkeringat sang Alpha, “Hnm.”

Sang alpha menegakkan tubuhnya dan menarik jarinya yang basah dan mengolesinya ke kejantanannya sendiri. Gulungan kulitnya terasa keras dan mengacung tinggi di selangkangannya.

Kepala tonggaknya mengecup pintu ruang yang akan dimasukinya. Memutari kulit memerah yang dipaksa melebar. Dipengaruhi sang tuan rumah yang senang hati menyambut tamunya, pintunya terbuka mudah walau dengan sedikit penetrasi.

“Hng— Su-suguru—”

Gojo tersedak saat sang tamu memasuki ruangnya.

“Satoru?”

Hembus nafas sang omega tersendat. Dengan dada membusung dan jari yang mengoyak kain, Gojo terlihat kacau.

“A-alpha— alpha— a— alpha—”

Omega di dalamnya bereaksi senang. Takdirnya untuk digagahi oleh seorang alpha—terlebih dengan ikatan batin di antaranya—terpenuhi.

“Su-suguru—”

Getou menunduk, memberikan tubuhnya untuk sang omega dan Gojo langsung saja mendekapnya. Tubuh bagian depan yang dibanjiri keringat keduanya melebur jadi satu. Tak lagi merusuhi kain di bawahnya, Gojo menjadikan punggung Getou sebagai pengganti; mengoyak kulitnya yang panas dengan kukunya.

Bukan hanya Gojo, Getou sama kewalahannya.

Ia tak mempermasalahkan geretan kuku yang menusuknya, tapi Gojo yang menjepitnya erat di bawahnya menyiksa, tak mau biarkan Getou melakukan gerakannya. Ditambah Gojo yang mulai kehilangan akalnya buat Getou harus memaksa diri menajamkan insting manusianya daripada alphanya. Sebagai dominan di antara dua buatnya bertanggung jawab untuk mengendalikan laju mereka.

Getou harus berkali-kali memejam, menghilangkan wajah sang omega yang tunduk padanya dari pandangan.

Omeganya begitu memikat, terlihat begitu cantik walau dengan rintik-rintik hujan basahi wajahnya. Bulu matanya yang lebat membingkai pemandangan sepasang mata yang sebiru laut di siang hari namun mampu menghanyutkannya bagai air laut di malam hari. Semu di pipinya layaknya warna langit yang dicium matahari sore. Bibirnya merekah merah karena digigiti, melolongkan desah nikmat dengan nama Getou menyelip disana.

Semua itu karena Getou, sang alpha.

Seluruh bagian tubuhnya berteriak bangga karena mampu membuat omeganya bertekuk lutut di bawah kuasanya, di bawah usahanya menyenanginya. Ia ingin menerjang sang omega, ingin menjejaki tanda jelas di hamparan tubuh cantik itu bahwa ia adalah miliknya.

Untungnya akal sehatnya memenanginya.

“Hmmh— Su-suguru—”

Getou menarik untuk menghunus jauh kejantanannya ke dalam dan Gojo meninggikan kepalanya karena nikmat.

“Is it that good, sweetheart?”

Dengung serak Getou di kupingnya dibalas anggukan ribut. Pinggul Getou bergerak menabraknya, mengusal tepat di titiknya yang paling sensitif.

“Gimana— gimana kalau pagi ini aku berhasil hamili kamu?”

“Satoru, mau punya anak-anakku?”

“You are so pretty, you will be the prettiest dad to our children.”

Bisikan Getou makin menajamkan insting omega di dalam Gojo dan membuatnya resah. Tak mau mendengar lagi, Gojo menyelinapkan jemarinya di antara kedua belah bibir sang alpha, menyumpal kata-katanya.

Getou menggeram, menjilat dan mengigitinya dengan taring-taring yang mulai tumbuh di antara gigi manusianya, memancing darah segar dari sela jari-jarinya.

Sang omega merintih. Laju pinggang Getou tak bisa buatnya menghela nafas. Kejantanannya kasar menyeret-nyeret di dalamnya, mengoyak jalur di dalam untuk terbuka luas sekaligus mengoyak logikanya.

Tangan Getou memeta perut sang omega, terus turun dan akhirnya menggenggam penis sang omega.

“Ah— Su-suguru—”

“Aku dekat— bareng?”

Telapak tangan Getou mengusapnya, menekan-nekannya di titiknya yang paling peka. Gojo makin dekat, jari kakinya menguncup di bawah.

“Suguru— Suguru di luar— jangan—”

“Ya— ya— tahu, tahu— sebentar—”

Getou merenggut paksa penisnya dari dalam Gojo yang mendekapnya erat. Ia membawanya menggesek dengan penis sang omega untuk saling mencumbu.

Pagi itu, pertama kalinya mereka mengarungi langit bersama-sama dan keduanya berhasil menembus langit ke-tujuh.