Ushijima harem: Starvation (feat. Oikawa, Sakusa, Akaashi, Suna, Miya Atsumu)

warning: mention of blood, harem sex scene (Ushijima x omegas), graphic sexual scene.


“You can just come in, you know?”

Oikawa tersenyum sebelum melewati Ushijima yang menutup kembali pintunya. Yang lebih kurus berjalan selangkah di depan Ushijima, seakan berjalan di atas tanahnya sendiri.

Lelaki berumur 36 tahun itu datang dengan kain merah membalut tubuhnya. Ushijima pernah memujinya ditengah peluh dan nafas tersenggal bahwa Oikawa terlihat sempurna dengan warna merah di kulitnya.

(Sebenarnya yang dimaksud ushijima adalah bekas gigitan berikut ceplakan darahnya, tapi Oikawa dengan dress blouse tetap tak bisa dielakkan pesonanya.)

“You look good,” tangan besar si tuan rumah tanpa permisi melingkar di pinggang sang tamu “this way.”

Sang vampire terus menggiring Oikawa ke dalam villanya. Ruangan demi ruangan. Ruang tamu dan dapur dilewati, beberapa pintu kamar juga tak dihiraukan.

Ushijima memilih tempat yang tepat untuk acara malam ini. Villa di puncak bukit begini sangat senyap. Cuma ketukan buram kaki dengan lantai dan sayup kucuran air dari kolam indoor capai telinga keduanya. Sejauh mata memandang, yang ditemukan sang tamu hanya campuran beton, kayu dan batu kapur sebagai bahan dasar furnitur. Jendela kaca yang besar-besar buat cahaya bulan banyak menyorot masuk. Oikawa mengerti mengapa Ushijima tidak menyalakan penerangan terlalu banyak.

“Dimana yang lain?”

Ushijima tersenyum tipis dengan dua emosi yang paling kentara; gairah dan gelisah.

Ushijima biasa menangani para omega yang juga personal blood banknya dalam musim heat secara bergilir, tapi malam ini jauh berbeda dari biasa. Ushijima harus menangani lima dalam satu malam; lima omega untuk dipuaskan satu-satu hasrat dikawininya.

Catatan, omega tak akan bisa puas dengan satu pukulan ejakulasi.

Akhirnya mereka sampai di depan pintu yang menjulang dua kali tinggi Ushijima. Kokoh, terbuat dari jati yang keras. Suara di dalam terendam begitu sempurna.

“They are here already.”

.

Ushijima kembali ke posisinya sebelum Oikawa datang.

Satu-satunya yang bermata merah berbaring di tengah kasur, punuknya bersandar ditumpukkan bantal dan dua omega yang wangi tubuhnya sudah pekat dengan birahi berlaku bagai semut yang mengerubungi gula yang menjadi favorit.

Akaashi di sebelah kirinya, pinggang ke bawah sudah telanjang, menyisakan turtle neck yang membungkus lengket tubuh atasnya. Kakinya saling menggesek tak karuan.

Yang satu lagi Sakusa. Sahabat sang vampire itu masih lengkap dengan kaus biru dan celana bahan di tungkainya. Bedanya, dua kain tersebut basah oleh keringat dan cairan dari selangkangannya sendiri.

Keduanya sama, sudah lebih dulu sampai di puncak masa kawinnya, sudah lebih dulu mengais kehangatan dari yang lebih dominan. Keduanya menggesekkan tubuhnya pada vampire yang mereka jepit di tengah, bibir berisik meracau meminta belas kasih sang penghisap darah.

Tak punya pilihan lain selain menurut, Ushijima mengelus mereka tepat di titik kawin masing-masing.

Oikawa duduk di samping Akaashi, mata perhatikan Ushijima yang membagi adil kecupannya.

“Oh my god” Oikawa terkekeh, tangannya mengelus pergelangan Ushijima yang maju-mundur di bokong Akaashi, “dan kamu belum gigit mereka?”

“I know right?” suara dari pojok ruangan menanggapi, rokok di tangan dengan kaki tak sopan naik ke atas meja, “what would happen if they were bitten?”

Yang paling tua tersenyum, “and you are?”

“Suna,” jawabnya, asap di tengah bibir, “dan belum- aku belum.”

“Kapan?”

“Gak tau, tapi aku udah mulai di basah.”

Lelaki yang duduk tak bersuara di belakang tubuh Sakusa tiba-tiba berdiri, tak puas hanya menyaksikan pertunjukkan di sampingnya.

Kasur besar dengan kain putih itu berderik; Miya tiba-tiba berdiri. Tungkai panjang dengan celana washed jeans yang robek-robek tarik semua perhatian.

Miya Atsumu dengan gemetar dan nafas berat menduduki kaki Ushijima, punggungnya bersandar pada kaki Ushijima yang tertekuk naik.

“It's coming,” katanya dengan terburu-buru, “Ushijima-”

Tangan Ushijima naik ke pipi si penunggang, menenangkan yang pipinya mulai memanas, “come here, kiss me.”

Ushijima dipagut begitu dalam oleh Miya. Bibir ditarik-tarik mendekat, buat si vampire menggeram.

“Want me to bite you?”

Miya mengerang, begitu menyukai gagasan barusan.

Lehernya meninggi, menyerahkan diri pada sang algojo di bawahnya untuk hukuman yang tau akan bawanya makin terjorok masuk ke dalam kepulan kabut nafsu.

SSSH, taring Ushijima menembus lehernya, lewati tiga lapis pertahanan kulitnya sampai akhirnya menancap di tempat yang paling menyenangkan. Bukan hanya bawa keluar darah yang dicecap gembira oleh sang vampire, tapi juga satu-satunya insting omega di masa heat, yaitu untuk digagahi.

Tak berhenti di Miya, Sakusa dan Akaashi yang menonton temannya mengerang nikmat karena insting heatnya keluar juga meminta bagian.

Sakusa dan Akaashi digigitnya dan tiga erangan berbeda kini saling menyahut di atas ranjang. Wajah memerah karena tubuh yang terbakar dan basah di tengah tungkai mereka tak membantu sama sekali.

Ushijima bangkit dari posisinya. Kerongkongannya basah dan dahaganya terpuasi. Tubuhnya meletup-letup dari dalam, mengalirkan energi yang berbeda dari biasa, pengaruh dari berbagai macam darah yang diminumnya.

Darah Miya di lidah Ushijima terasa bagai kebebasan, gemerlap masa muda di tengah musik yang berdenging dan lampu temaram dan ia yang berdansa di tengah kerumunan.

Akaashi sarat akan keingintahuan, pengembara hamparan langit malam hari yang gelap, yang banyak rasa ingin tahu, yang tak peduli kemungkinan dilahap oleh kegelapan, yang matanya tetap berbinar elok walau dihadapkan dengan hitam tak berujung.

Sakusa punya magis sendiri ditiap rintik darahnya, buat Ushijima bagai berdiri di pinggir laut dengan air biru langit berlomba-lomba kasar mengejar daratan, angin berhembus sentuh kulitnya menggoda. Ushijima merasakan ketenangan, tapi juga hasrat untuk menghirup lebih banyak.

“Fuck fuck fuck fuck-” Suna mematikan rokoknya yang sepanjang kelingking, menekannya keras pada asbak, “this is getting interesting.”

“Yes,” Oikawa yang juga menjadi audiens tak bisa diam saja, kaki rapat-rapat saling menggesek, “mulai kerasa, Suna?”

Yang dimaksud Oikawa adalah heatnya dan Suna menggangguk tak malu, menyalakan rokok ke tiga malam itu untuk menenangkan dirinya.

“Pa-pak Ushijima-” Akaashi menarik tangannya ditengah kegiatannya mengulum penis Miya.

Ushijima berdiri dengan lututnya, melorotkan semua kain yang ada di tubuhnya. Tiga omega di depannya terkulai lemas karena belum dipuasi hasratnya. Nafas ketiganya tersenggal, tatap Ushijima begitu mendamba.

“Let me handle you three, okay? Do you trust me?”

Ketiganya mengangguk dan Ushijima mulai benar-benar bekerja.

Ushijima mengutamakan Sakusa dan Akaashi yang lebih dulu memasuki masa heatnya. Maka, didudukannya Akaashi di atas pinggangnya, tepat di atas kejantanannya.

Ushijima menggesekkan Akaashi dengan tiga jari sebelum menggantinya dengan penisnya, perlahan memasuki lubang senggamanya yang paling menanti sentuhan.

“Hmmh- nggh,”

“Gak apa-apa? Sakit?”

Akaashi menggeleng, mencengkram Ushijima di sisi perutnya. Sang vampire selalu terasa seperti pertama untuknya, besar memenuhi tiap sudut dirinya.

Hmmh b-besar- hhn,”

Ushijima menggerakkan pinggulnya naik turun, buat Akaashi ikut terlempar ke atas dan ke bawah. Leher tinggi-tinggi mengais nafas. Akaashi mendesah terpuaskan karena akhirnya titik kawinnya ditumbuk oleh penis sang vampire.

“Lakukan sendiri, ya? bergerak naik turun.”

Si omega mengangguk, dengan frustasi naik-turun di atas Ushijima mengejar kenikmatan, memuaskan hasrat omega dalam dirinya.

Melihat Akaashi yang mulai terbiasa dengan gerakannya sendiri, Ushijima menarik Sakusa dan Miya untuk bergerak dekati tubuhnya.

Miya yang panas nafasnya dibuat memeluk tubuhnya di bagian kiri.

Miya dicumbunya halus, tangannya menjelajah turun dekati bokongnya, “kau begitu basah, Miya.”

Sang omega mendesah kala jemari-jemari Ushijima dengan mudah mengintrupsi rapatan lubangnya. Wajahnya menelisik leher Ushijima malu karena telah membanjiri tangan Ushijima dengan cairannya sendiri.

Si rambut hijau tertawa kecil, “is this okay?”

Lidah Miya terjulur menggoda, menjilat tulang selangka Ushijima, “gue mau lebih, Ushi.”

_“Of course, Miya. You will get your turn, okay?”

Mengalah, Miya mengangguk. Pinggulnya bergerak mundur, mengejar jari Ushijima yang mengoreknya begitu dalam.

Yang terakhir Sakusa. Si rambut ikal yang merintih kesakitan di sampingnya dituntun untuk berdiri dengan lututnya dan mendekati wajahnya.

Sakusa terkesiap saat tahu maksud temannya itu, “To-toshi-”

“Ride my face, let me taste you.”

Ini bukan pertama kalinya. Ushijima memang pernah sesekali mencicipinya di bawah tanpa persetujuannya, tapi duduk di wajah temannya bukan cerita yang sama.

Sakusa menggeleng, wajah memerah bukan hanya karena panas tapi juga malu. Malu dengan kepalanya yang seenaknya membayangkan rasanya lidah Ushijima di dalamnya.

“No- no, Toshi. I-”

“I want to, okay? Let me eat your sweet slick.”

Ragu, akhirnya dengan gemetar satu kaki Sakusa melewati kepalanya.

Pantas Sakusa begitu malu. Si lelaki kurus begini basah dimana-mana. Dari penisnya dan lubangnya. Cairannya turun basahi kedua pahanya.

Ushijima menjilat bibirnya. Jelas, omega bukan hanya lezat di darahnya, tapi juga cairan kawinnya.

“Pegang sesuatu.”

Sakusa mencengkram kepala kasur, Ushijima mencengkram bokongnya.

Lelaki yang sama-sama berumur 34 tahun itu didudukkan di atas mulutnya.

“Hhng- T-toshi- mmh Tosh- Toshi-”

Lidah Ushijima menjilati pintunya, melingkari pinggirannya untuk terbuka dan kemudian menerobos masuk, melambaikan lidahnya sentuhi dindingnya yang basah dan terus makin basah.

Sakusa menggeleng kewalahan, menarik helai rambut Ushijima di tengah kakinya.

“Waka- Wakatosh-i- Toshi- jangan- god jangan-”

Bibirnya meneriakan penolakan, tapi tubuhnya berbicara lain. Sakusa menggoyangkan pinggulnya, masukkan lidah Ushijima lebih jauh ke dalam dirinya.

Begitu. Ushijima menyantap Sakusa masih dengan tangan kirinya yang aktif menusuk-nusuk Miya dibokongnya dan penisnya yang berdiri tegak digenjoti Akaashi.

Erangan ketiganya menyahut.

Makin terpuasi, makin keras suara yang memantul di kamar tidur itu.

Oikawa mendekati Akaashi yang masih kewalahan mengais nikmat di penis besar sang vampire.

Lelaki dengan surai coklat cedar itu menggigit bibirnya kala menemukan benjolan samar di perut bagian bawah sang omega tiap kali berhasil membawa masuk penuh penis Ushijima ke dalam tubuhnya.

“Ushijima, kamu terlalu besar,” Oikawa tertawa kecil di tengah deru nafasnya, jarinya menekan halus penis Ushijima di perut Akaashi, “you reach him so deep. You know about this?”

“I know,” jawab Ushijima di tengah penetrasi lidahnya, “he cried in joy knowing it for the first time.” katanya enteng, buat Akaashi mengerang malu, pinggulnya bergerak makin berantakan.

“I think he will come.” celetuk Suna sambil berjalan ke arah ranjang dan duduk di sisi lain Akaashi.

Suna mengerling nakal ke arah Akaashi yang tersenggal, “you like it there, young omega?”

Akaashi mengangguk, “s-suka-” dan Suna tertawa karena ia merasakan hal yang sama tiap kali dimanja Ushijima.

“Then come, let me have my turn.”

Ushijima ikut menggerakkan pinggulnya di detik-detik pelepasannya dan Akaashi keluar begitu hebat sampai suaranya hilang di pangkal tenggorokan. Cairannya yang banyak membanjiri perut Ushijima.

Tubuh lemasnya ditangkap Oikawa. Kulitnya meremang karena post-orgasm dan Oikawa membisikinya kata-kata manis untuk menenangkannya sebelum dibawa ke sisi ranjang untuk beristirahat.

Setelah Akaashi lepas dari tubuhnya, Ushijima dengan halus menjauhi Miya dan Sakusa juga dari tubuhnya untuk dengan lebih serius mengatasi Sakusa.

Sakusa dibanting ke sampingnya dan pinggulnya di bawa naik dekati udara. Lubangnya yang sudah terlalu banyak pemanasan dimasuki penis Ushijima tanpa jeda.

“Ah- hhh ah-”

Lelaki dengan dua titik di dahinya mendesah keras-keras, mencengkram bantal di tangannya.

Penis Ushijima yang besar dan keras menerobosnya begitu saja dan bergerak jauh dari halus. Ushijima tahu Sakusa hampir mencapai puncaknya, maka si vampire tak berniat membuang waktu.

“Pelan- pelan, Tosh- hhhh Wakatoshi-” tangan Sakusa menggapai-gapai ke belakang untuk menghentikan laju temannya yang terlalu keras-keras menekan titik nikmatnya.

Tak mau dengar, Ushijima menekan penisnya makin dalam, menekan telak di titik Sakusa, di titik yang membuat Sakusa mencengkram lebih keras, mengerang lebih ribut.

Sampai akhirnya matanya gelap saat ejakulasinya berhasil dicapai. Tubuhnya merenggang dan kakinya mengayuh di atas ranjang.

Ya, dari semua omega yang ditangani Ushijima, Sakusa memang salah satu yang paling dewasa, tapi kadar kesensitifan tubuhnya adalah yang paling tinggi. Sakusa biasa menangis di ejakulasi pertama saat masa heatnya.

Dan disini Ushijima, mendekap Sakusa erat dengan tubuhnya sampai gemetarnya berhenti, sampai kakinya berhenti menyereti kain.

“Kiyoomi? Kiyoomi?”

Tangan Sakusa lemah menggoresi punggung telanjang temannya, bibirnya terbuka menciumi pundak Ushijima.

“L-lagi, Wakatoshi- want you- you inside me–”

“I will give it to you later, okay?” Ushijima menciumi lehernya, menenangkan omega dipelukannya, “take a rest first, the night is still young.”

Sakusa mengangguk pelan dan dibaringkan di samping Akaashi yang matanya sayu kelelahan. Si rambut ikal terlihat sama berantakannya.

Sang vampire terburu-buru mendekati Miya yang nafasnya begitu panas. Tangannya besar membungkus pipinya, “you okay, Miya?”

Miya menggeleng. Mencari hangat di telapak tangan Ushijima.

Ushijima menengok ke bawah dan menemukan selangkangan Miya yang begitu basah, terlalu basah. Ushijima ingat memberikan tekanan terlalu banyak pada gigitannya tadi. Wajar kalau Miya saat ini adalah yang paling merasa panas dibanding Sakusa dan Akaashi.

Si vampire turun menjilat Miya di bawah, menciumi dan meneguk cairan kawinnya yang banjir membasahi dagunya. Miya mengalir begitu deras dan Ushijima tak mau membiarkan cairan itu hilang diserap kapas ranjangnya.

“Ushi- Ushijima-”

“Maaf, kamu pasti sensitif sekali sekarang,” tubuh Miya dilipat dua, memudahkan Ushijima meneguknya, “mau langsung saja? aku yakin kamu akan langsung keluar saat aku masuki.”

Miya mengangguk keras, mengoyak kepala Ushijima di tengah kakinya saat yang lebih tua menghirupnya keras-keras. Suara dari mulutnya begitu basah, buat Miya memerah malu karena diperhatikan omega yang masih menunggu gilirannya.

Terlalu terpaku dengan sekitarnya, Miya melupakan Ushjima yang menjulang di depannya. Kejantanan keras mencoba memasukinya.

“Hmmn- fuck fuck– hnn-”

Ushijima tergelincir masuk ke dalamnya, terlalu dalam.

Miya meninggi, memisahkan punggungnya dari ranjang, mengoyak sprei di atas kepalanya.

“Sshh, Miya?” Ushijima mendekatkan tubuhnya, tak sengaja makin melipat Miya, makin memasuki Miya, “hei?”

Miya mengerang begitu keras, dagu tinggi memamerkan merah disekeliling lehernya, matanya hampir putih karena ekstasi dimasuki di masa heatnya.

Begitu saja. Cuma beberapa dorongan halus dan Miya jejaki puncaknya. Erangannya keras, bagai domba yang tercekik oleh binatang yang haus darah.

Tapi, nyatanya, penghisap darah di atasnya begitu lembut dibanding pukulan ejakulasi yang dipersembahkannya. Ushijima mengigiti Miya di pundaknya, tinggali gigitan. Pinggulnya memijat Miya di dalam.

“Miya, kamu terlalu capek di ejakulasi pertama,” rambut Miya yang basah di keningnya diusapnya sayang, “istirahat, besok pagi lagi, ya?”

Miya menggeleng, bersikeras. Omega di dalamnya belum terpuaskan sama sekali hanya dengan satu orgasme.

Ushijima menunduk, menggigit kecil Miya di lehernya, kali ini menusuknya. Pelan, di titik dimana omega akan merasa tenang sementara, dimana nafsu dikawininya akan mereda sedikit.

“I promise to treat you tomorrow, i will do anything you like, okay?”

Menyerah dan ketenangan berangsur menyelimutinya, Miya tak memberontak kala diangkat naik menuju sofa.

Setelah memakaikan Miya dengan celana dalam dan kaus acak dari lemarinya, Ushijima kembali menapaki ranjang, dimana dua omega yang satu langkah lagi sampai di masa heat menunggunya.

Suna sudah setengah telanjang. Matanya liar perhatikan Ushijima yang menghampirinya dan Oikawa di sampingnya.

Ushijima tertawa kecil, tangannya membantu Oikawa keluar dari dress shirt merahnya.

“Eager much, Suna?”

Suna mendengung, menaiki paha Ushijima saat Oikawa di tangannya sudah telanjang total.

Ushijima menatap Oikawa di samping tubuhnya, “Suna dulu, gak apa-apa?”

Yang ditanya mengangguk tak masalah. Kepalanya bersandar pada kepala ranjang tepat di sisi Sakusa yang masih tergeletak tak berdaya.

Suna tertawa, tangannya dengan nakal mengusap tubuh Ushijima, menghabiskan waktu agak banyak di dada dan perutnya.

“Make me scream?”

“Suna, you always scream.”

“Make me louder tonight, then.”

Ushijima mengendusi leher jenjangnya, siap membawa heatnya keluar.

“Siap?”

Ushijima perlahan menancapkan taringnya. Begitu hati-hati, tak ingin sembarangan dan membuat Suna lebih panas dari yang seharusnya.

Dan Suna benar menjerit. Heatnya naik ke permukaan, kepalanya dipenuhi insting omeganya, yang ingin berbaring dan digagahi oleh seorang dominan.

Tangannya mencengkram Ushijima di kepalanya, menekan lebih keras si vampire ke kulitnya, memohon sang vampire untuk menjilat habis darahnya, yang tentu saja disambut antusias oleh si pemburu darah.

Suna terasa bagai pemenang di pengecap Ushijima. Percaya diri meski duduk di tengah meja yang bundar dan dikelilingi oleh pesaingnya. Wild and free, tepatnya. Ushijima merasakan adrenalin luar biasa tiap kali mengecap Suna.

Si bartender dibaringkan di bawahnya dan Ushijima mengukung di atasnya, perhatikan sang omega yang sedang menikmati darah miliknya yang memanas di sekujur tubuhnya.

“That good?”

Suna mendengung serak, hidungnya menciumi tangan lelaki yang mengurung kepalanya. Membaui tubuh Ushijima yang tercium lezat di hidungnya.

“Kamu basah, Suna.”

Ushijima menusuki lubangnya dengan jari, mengeruk lubrikan alami yang mengalir dari lubangnya, buat Suna naik turun di kain ranjangnya yang kesat, menggapai jemari Ushijima di bawah.

Tak tega melihat Suna yang makin frustasi dengan catukan jarinya, Ushijima mengangkat pinggul lelaki yang lebih muda, mendekatkannya dengan Penisnya yang masih keras dan siap memanja omega.

“Hhhh- FUCK–”

Tusukkan penis Ushijima ke dalam Suna sebanding dengan tusukkan taringnya tadi pada lehernya.

Reaksinya pun masih sama, Suna bagai tertawa ditengah perkawinannya. Bibirnya menyeringai. Dorongan Ushijima di dalamnya terlihat begitu dinikmati, menyenangkan di indra perasanya.

“Fuck, Ushijim- ma- you feel so good-”

“Hhhng- Fuck- how are you- you so big-”

Lidahnya mencelos keluar ditengah maju-mundur pinggul Ushijima. Erangan bahagia dari Suna tak henti-hentinya memantulkan gema.

Sampai Oikawa datang dari belakangnya, memeluk Ushijima yang masih sibuk dengan pinggulnya.

Lelaki itu menciumi Ushijima di tengkuknya, tangannya memeta di perut si vampire yang membentuk lipatan daratan.

“Give m-me your finger, Ushijima.”

Hidung Ushijima dipenuhi wangi cairan kawin yang baru; Oikawa memasuki heatnya.

“Is it here?”

“You are having fun here, i can't wait so i play with myself a-and, it just came.”

Ushijima mengecup Oikawa, “berbaring di samping Suna.”

Tangan Ushijima langsung bekerja masuk ke dalam Oikawa sedetik lelaki itu membaringkan tubuhnya yang hangat.

Oikawa mengerang puas. Kakinya lebar-lebar mengangkang di atas ranjang, bertekad membawa jemari Ushijima memasukinya lebih dalam, membawanya lebih jauh masuk ke dalam masa heatnya.

“Ushi- Ushijima- Ushi-”

“Ushijima- Ushi-”

Dua omega dibawahnya merintih saat Ushijima mempercepat geraknya, bertubi-tubi menabrakkan titik lemah omega di dalam tubuh mereka. Suna dan Oikawa sama cantiknya dengan warna merah memperkeruh warna kulit asli mereka. Uap panas berhembus panas dari mulut yang tak berhenti merapal nama si vampire yang berkeringat di atasnya.

Yang pertama adalah Suna. Pemuda itu mendorong-dorong Ushijima dengan kaki gemetarnya. Merasa menerima berlebihan, kewalahan dengan hujaman Ushijima.

“Ush- Ushijima- Hnmn- Ushijima-”

“Come, Suna.”

Patuh dengan sang vampire, Suna benar meledak-ledak. Dadanya tinggi-tinggi menyongsong udara. Cairannya makin deras di selangkangannya.

Kepercayaan diri Suna memang bukan sembarang omong kosong. Suna stunning, begitu kata orang-orang di bar dan satu-satunya yang bisa membuatnya gaduh karena puas hanya Ushijima.

Nafas Suna terkesiap saat Ushijima meninggalkannya begitu saja. Si vampire berpindah mengurusi Oikawa yang frustasi karena Orgasmenya yang sudah dekat ditunda karena fokus Ushijima yang penuh pada Suna.

“S-sebentar, Suna.”

Ushijima menerobos bagian bawah Oikawa. Tanpa basa-basi mendorong kuat, terburu-buru ingin menerbangkan Oikawa capai orgasmenya.

“Ahh- t-there p-please- Ushijima-”

Wibawa Oikawa sebagai managing director brand ternama Marie Antoinette tercoreng di bawah Ushijima.

Oikawa Tooru dielu-elukan karena keterampilan product presentationnya yang menakjubkan. Bahasa tubuhnya menarik perhatian, buat pendengarnya tak mau sedetikpun memalingkan mata. Muda dan cerdas. Buat tidak hanya tawaran kolaborasi produk yang membanjirinya, tapi juga undangan untuk makan malam yang diakhiri di atas ranjang.

Kini lelaki yang diidamkan orang-orang memikat hanya Ushijima dengan erungan seraknya, mencakari punggung si vampire dengan mata yang hampir terbalik. Jangankan presentasi, Oikawa saat ini hanya mengingat Ushijima di lidahnya.

“Deeper- p-please reach deeper-”

“Hm? You want it deep?”

Oikawa mengangguk ribut, Ushijima menyerbu lebih keras. Tungkai kaki omega yang naik ke atas digenggamnya untuk diciumi berkali-kali, digesek dengan taringnya tepat di permukaan utasan uratnya yang berdenyut.

Ushijima mengaum rendah, perutnya ikut teraduk karena birahinya yang naik, “aku mau keluar, Oikawa.”

“In-inside, please-”

Dorongan yang dalam dan keras, akhirnya Ushijima keluar di dalam Oikawa. Pertama kalinya malam ini. Begitu deras, membanjiri lubang analnya yang rapat.

Oikawa dibawahnya meraung senang, kaki menyeret-nyeret saat orgasmenya juga ikut meletus keluar, membanjiri perutnya sendiri.

Sang vampire memundurkan tubuhnya, membawa Oikawa mendekat untuk dipeluknya. Ia berbaring di samping Suna yang menatapnya masih dengan mata sayu.

“Capek?” tanya Suna perhatian.

“Hm, tapi tidak juga,” dengung Ushijima menatapnya balik, “aku sudah banyak minum, so this much is alright.”

Suna mendengung, tubuhnya setengah meninggi untuk menjilat bibir Ushijima yang kemudian disambut dengan lidah sang vampire. Basah, saling membelit, saling menggesek hamparan pengecap satu sama lain.

“I want to taste you,” bisik Suna di tengah jilatannya, “can you come one more time?”

Sang vampire mengangguk, membiarkan Suna mengecupi tubuhnya yang coklat sampai turun ke bawah.

Ushijima Wakatoshi bukan vampire yang terbit dari cerita dongeng. Bukan vampire dengan tubuh kurus yang pucat dengan kantung mata tebal di bawah matanya.

Lelaki yang umur manusianya mencapai 34 tahun itu punya tubuh secakap Hephaestus. Kulit Ushijima panas di peraba, coklat keemasan seakan ia adalah anak kesayangan matahari yang tak habis-habisnya dikecupi. Matanya menatap dengan tampan. Retinanya coklat transparan di pagi hari dan akan berubah sepekat darah saat kehausan. Kukunya yang rapi akan meruncing dalam sedetik, perlihatkan hasratnya untuk memburu darah manusia walau tak pernah dipakainya.

Ushijima mendengung nikmat kala mulut Suna sampai di penisnya. Dilahapnya kejantanan yang telah bekerja memanja lima omega malam ini. Suna menyantapnya begitu gembira, menyekungkan pipinya untuk menghirup isi dari penis sang vampire.

Sampai Akaashi dan Sakusa terbangun dari lelahnya. Merangkak mendekati Suna yang sibuk di bawah Ushijima.

Diperhatikan begitu Suna terkekeh di tengah jilatannya, “want some?”

Akaashi, omega yang paling muda, mengangguk. Masih dengan mata yang berat, bibirnya dengan ragu menguncup, mengulum Ushijima di ujungnya.

“Use your tongue- yes, honey, like that,” Suna menarik halus rambut di kening Akaashi, “baru pertama, ya?”

Pipi yang ditanya memerah, “y-ya.”

“Mau ku ajari?”

Lagi-lagi Akaashi mengangguk, membiarkan Suna yang tak dikenalnya menuntun pipinya, sesekali dengan kasar memaksakan lidah Akaashi untuk ikut keluar. Sampai akhirnya Suna dan Akaashi saling berbagi, menjilati satu penis Ushijima untuk berdua. Lidah kadang bersapa, kuyup dengan saliva dan cairan Ushijima.

Tanpa berbicara, Sakusa ikut bergerak, menciumi bulu halus tepat di atas selangkangan sang vampire yang lurus menuju kejantanannya. Lidahnya sesekali menjilat kecil dan menggelitik, buat Ushijima melipat kakinya gelisah.

Tangan sang vampire bergerak, mencekal rambut Sakusa untuk lebih turun, ikut serta dengan dua omega yang haus di bawah.

“Aku mau keluar.”

Satu kalimat Ushijima dan ketiga omega di tengah kakinya dengan tak sabar menjilatinya dimana-mana, berniat mempercepat ejakulasi Ushijima. Tak sabar ingin menyecap cairan yang tak didapatkan untuk lubang di bawahnya.

Sang vampire menggeram rendah mencapai kulminasinya. Cairannya meleleh turun kelilingi penisnya.

Tiga omega di bawahnya menggerung puas. Menjilatinya dengan rakus, tak mau satu titik pun terbuang sia-sia.

Yang habis dicecap kembali duduk, perhatikan tiga omega cantik yang heatnya belum mereda menatapnya mendamba, menatapnya dengan banyak artian.

Belum, belum puas.

Ushijima tersenyum, tangan besarnya mengelus bergantian omega yang kakinya rapat bergerak resah.

“Siapa yang lebih dulu?”

.