10 kebenaran (2)

Minho menarik jarinya dari luka Chris. Bulu kuduknya meremang, dan jantungnya berdegup kelewat kencang. Chris memandang, sorot matanya tak yakin.

Ia terpaksa menerima kalau saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengikuti otak logisnya.

“Jadi jelas lo bukan manusia.” Ucap Minho. “Lo itu malaikat terbuang. Mahluk yang enggak baik.”

Sukses membuat Chris tersenyum. “Jadi gue bukan cowok baik?”

“Lo nguasain tubuh... manusia lain.”

Dan Chris mengangguk.

“Apa lo pengen nguasain tubuh gue?”

“Gue tentu pengen ngelakuin banyak hal dengan tubuh lo, tapi itu bukan salah satunya.”

“Emangnya kenapa sama tubuh lo?”

“Tubuh gue mirip kaca. Nyata, tapi bisa mantulin dunia di sekeliling gue. Lo ngeliat dan ngedengerin gue. Ketika lo nyentuh gue, lo ngerasain. Gue gak mengalami hal yang sama kaya lo. Gue gak bisa ngerasain lo. Gue ngalamin semuanya dari lembaran kaca. Dan satu-satunya cara buat nembus lembaran itu ya dari nguasain tubuh manusia.”

“Atau separuh manusia.”

“Pas lo nyentuh luka gue, lo ngeliat Sam?” Tebak Chris.

“Gue ngeliat isi chat lo sama Changbin. Dia ngasih pesan kalo lo nguasain tubuh Sam selama dua minggu setiap tahun, selama Cheshvan. Dia bilang Sam juga bukan manusia. Dia nephilim.” Kata Minho yang meluncur seperti bisikan.

“Sam persilangan antara malaikat terbuang dan manusia. Dia abadi kaya malaikat, tapi punya semua indra manusia. Malaikat terbuang yang pengen ngerasain sensasi manusia bisa ngelakuin itu dalam tubuh seorang nephil.”

“Kalo lo gak bisa merasa, kenapa lo ngelakuin itu sama gue?”

Chris menjalankan jarinya ke sepanjang tulang leher Minho, mengarah ke selatan dan berhenti di jantung. Minho dapat merasakan jantungnya berdegup menembus kulit. “Gue gak kehilangan kemampuan buat ngerasain emosi.” Chris menatap Minho lekat-lekat. “Maksud gue, kami memiliki hubungan emosional.”

Jangan panik, kata Minho di dalam hati. Tapi nafasnya sudah menjadi lebih cepat, dan pendek. “Maksud lo, bisa ngerasa bahagia atau sedih atau—”

“Bergairah.” Sambungnya sambil tersenyum kecil.

“Terus kenapa lo dibuang?”

Chris menatap mata Minho beberapa detik. “Nafsu.”

“Uang?”

Rahang Chris mengencang. Sepertinya Minho mengetahui bahwa laki-laki di hadapannya hanya melakukannya ketika ingin menutupi apa yang tengah dia pikirkan, seolah penyalur pikiran selain mulutnya. Ia berusaha menahan senyuman. “Dan nafsu terhadap yang lain. Gue pikir kalau dibuang, gue bakal jadi manusia. Malaikat yang menggoda bakal dilempar ke bumi. Dan kabarnya mereka kehilangan sayap di sana dan jadi manusia.

Ketika mereka meninggalkan surga, diadakan upacara besar-besaran. Kita semua dibuang. Tapi ada yang ditutupi. Gue gak tau kalo sayap mereka bakal di cabut, atau mereka di kutuk untuk menghuni bumi dengan rasa haus untuk menguasai tubuh manusia. Saat itu gak ada yang pernah mendengar tentang malaikat terbuang. Jadi wajarlah kalau gue berpikir jika dibuang, gue bakal kehilangan sayap dan jadi manusia. Saat itu, gue lagi tergila-gila sama seorang perempuan, dan mempertaruhkan resiko rasanya sepadan.”

“Sana bilang lo bisa ngedapetin sayap lagi dengan nyelametin nyawa manusia. Dia bilang lo bakal jadi malaikat pelindung. Lo gak mau itu?” Minho bingung, kenapa Chris berkeras menolaknya.

“Pilihan itu bukan buat gue. Gue pengen jadi manusia. Keinginan yang lebih besar dari apapun.”

“Gimana soal Sana? Kalo kalian berdua enggak sama-sama lagi, kenapa dia masih ada di sini? Gue pikir dia malaikat biasa. Apa dia pengen jadi manusia juga?”

Chris membisu. Seluruh otot ditangannya menegang. “Sana masih di Bumi?”

“Dia kerja di sekolah. Jadi psikolog yang baru. Gue ketemu dia beberapa kali.” Minho merasa perutnya seperti dililit saat ini. “Setelah gue ngeliat memori lo, gue pikir dia ngambil pekerjaan itu biar bisa lebih deket sama lo Chris.”

“Apa yang dia bilang ke lo pas kalian ketemu?”

“Minta gue buat ngejauhin lo. Dia ngasih tau kalo lo punya masa lalu yang gelap dan berbahaya.” Terdiam selama sesaat. “Ada sesuatu yang enggak beres dalam hal ini kan?” Tanya Minho, merasa bulu kuduk mulai meremang di sepanjang tulang punggungnya.

“Gue harus nganter lo pulang. Setelahnya gue bakal ke sekolah buat meriksa arsip Sana, barangkali bisa nemuin sesuatu yang bermanfaat. Gue bakal ngerasa lebih baik kalo tau apa yang dia rencanain.” Chris merenggut seprai kasur. “Tutup tubuh lo pake ini,” katanya, menyodorkan buntalan seprai kering.

Pikiran Minho masih bekerja keras untuk memahi penggalan-penggalan informasi. Tiba-tiba mulutnya menjadi kering dan lengket. “Dia masih cinta sama lo. Mungkin dia pengen nyingkirin gue.”

Mata mereka bertemu. “Terlintas dalam pikiran gue.”

Sebuah pikiran dingin dan mengganggu memukul-mukul dalam kepala selama beberapa menit terakhir, berusaha mencari perhatian. Minho seketika berteriak di dalam hati sekarang, mengatakan kalau laki-laki di balik topeng ski bisa saja Sana. Kini ia tak bisa melewatkan kemungkinan perempuan itu telah menipu mereka berdua.

Setelah ke kamar mandi sebentar, Chris muncul dengan kausnya yang masih basah. “Gue bakal ngambil jip.” Katanya. “Dua puluh menit lagi di pintu belakang. Jangan keluar sampe gue dateng.”