Dua — Gak apa-apa

Minho bangkit dari duduknya untuk berpindah dan bersandar pada bagian tembok dekat pintu Ruangan Konseling, kaki kanannya ia ketukan dengan irama yang berantakan untuk setidaknya menetralkan pikirannya yang terasa gusar. Ia mengangkat sebelah tangannya yang menggunakan jam tangan, menunjukan jam pukul 08.37. Sudah tidak bisa berfikir apa yang nanti sekiranya akan guru bahasanya berikan kepada Minho dikarenakan membolos pelajarann setelah mengetahui kalau Chan yang sempat berkelahi dan kini berakhir berada di ruangan Konseling bersama dengan beberapa teman sekelasnya yang katanya ia pukuli.

Minho sendiri tidak tau, kapan lama kiranya Chan akan berada di dalam ruangan itu. Apakah yang akan terjadi. Karena hal yang dilakukannya itu, tentu merupakan pelanggaran yang agak serius jika menyangkut sekolah.

Dirinya benar-benar tidak bisa tenang. Ia kemudian mengarahkan tangannya untuk mendekati mulutnya, dan seketika mulai menggigiti ujung kuku jarinya yang memang sudah mulai memanjang. Namun tak lama setelah itu, pintu yang berada di samping kirinya terbuka. Membuat Minho buru-buru menoleh, dan menemukan tiga sosok laki-laki yang sudah pasti merupakan kakak kelasnya itu seketika juga menoleh ke arah dirinya. Bisa dikatakan, penampilan mereka jauh dari kata baik. Tapi sepertinya, mereka masih bisa dikatakan dalam kondisi yang masih baik-baik saja.

Ketiga sosok kakak kelasnya, yang akhirnya mengetahui bahwa mereka kini sedang bersitatap dengan Minho seketika itu juga langsung mengalihkan pandangannya buru-buru. Wajah mereka terlihat sangat menahan amarah, namun memilih untuk diam dengan bibir terkatup rapat dan segera beranjak pergi dari pintu depan ruangan konseling.

“Minho, lo ngapain?”

Suara yang memanggil namanya, tentu membuat Minho langsung kembali menolehkan kepalanya untuk sekali lagi mengarah ke samping kiri. Menemukan sosok Chan yang wajahnya juga terlihat ada sedikit memar di bagian pipi sebelah kirinya dan juga sedikit luka sobek di bagian ujung bibirnya dan bagian pelipis kirinya.

“Seharusnya gue gak sih yang nanya, lo ngapain?” Tanya Minho balik dengan nada kahwatirnya. “Kena skors berapa hari?”

Pertanyaan yang di jawab dengan menunjukan jari telunjuk dan jari tengah dari sosok di sampingnya.

Minho yang melihatnya, menghembuskan nafas sebelum menarik tangan Chan dan membawanya beranjak dari tempat mereka berada.

Chan hanya terdiam, mengikuti kemana Minho kini menariknya. yang ternyata berakhir dengan sosok itu membawanya ke ruangan kesehatan.

“kenapa kesini?”

“Ya buat obatin luka lo lah kak, emangnya mau ngapain lagi. ngajak orang berantem lagi, iya?” Cetus Minho sambil mendorong tubuh Chan agar duduk di salah satu tempat tidur. Beranjak sebentar dari hadapan Chan untuk mengambil kotak P3K dan juga kompresan.

Laki-laki manis itu menyodorkan kompresan begitu saja, yang tentunya di balas dengan Chan dengan tatapan bingungnya tanpa berniat untuk mengambil kompresan yang di sodorkan. “Ambil kak, kompresin ke pipi lo sambil gue obatin luka-luka kecilnya.”

Membuat Chan langsung melakukan apa yang Minho beritahukan kepadanya saat itu juga. lalu setelahnya, laki-laki manis itu memulai untuk mengobati luka-luka yang ada di wajah Chan.

Hal yang kemudian begitu sukses membuat wajah keduanya berakhir nyaris begitu dekat.

Chan dengan diam memperhatikan bagaimana wajah serius Minho yang berkali-kali lipat lebih cantik ketika dilihat dari dekat, kulit wajahnya yang putih dengan hidung mancung dan terdapat tahi lalat manis di ujungnya, bibir tebalnya dengan warna merah dan yang paling membuatnya terpana adalah matanya yang terlihat bercahaya dengan bulu mata yang lentik.

Minho memang cantik. Namun, Chan tidak menyangka kalau dari jarak sedekat ini kecantikannya menjadi berkali-kali lipat.

“Kak Chan.” Panggil Minho di tengah-tengah kegiatannya yang kini sudah mulai mengobati bagian pelipis kirinya. Panggilan yang di balas Chan dengan deheman pelan, membuat Minho setelahnya melanjutkan. “Besok-besok jangan begini lagi.”

Chan menaikan sebelah alisnya. “Begini gimana? Berantem maksudnya?”

“Iya. Jangan berantem, apalagi kalo alesannya cuman karena mereka ngeledekin lo. Dibiarin aja coba, anggep mereka enggak ada.” Balas Minho. tatapannya yang sedari tadi terfokus pada bagian luka di pelipis Chan, seketika berpindah untuk menatap tepat di kedua bola mata Chan yang memang sudah sedari tadi tertuju kepadanya.

“Gue emang gak masalah kalo misalnya mereka mau ngeledekin gue kaya gimana. Tapi, kalo udah sangkut pautnya sama lo. gue gak bisa buat ngebiarin itu.”

“Jadi beneran ini berantemnya karena gue?”

“iya.” Jawab Chan dengan nada yakinnya. Tangan kanannya yang sedari tadi menganggur tepat di samping badannya, ia arahkan untuk di letakan tepat pada pucuk kepala Minho. Memberikan beberapa kali usapan acak di sana. Dan setelahnya, dapat Minho lihat bagaimana bagian bibir milik Chan yang membentuk lengkungan senyuman lembutnya. Menatap mata Minho dengan tatapan teduh yang demi apapun mampu membuat perutnya tiba-tiba terasa aneh.

Chan melanjutkan, “gue gak pengen temen manis gue bakalan sedih nantinya, cuman karena pikiran jahat orang-orang kaya gitu. Gue gak suka. Jadi, kalo misalnya hal ini bisa bikin mereka buat berhenti sama omong kosongnya itu, gak masalah. gak apa-apa. Yang penting, lonya juga gak apa-apa.”