Bangminggo

benar-benar sulit dipercaya. Minho merutuk dalam hati. Bisa-bisanya ia lupa kalau Chris pernah memberitahunya jika ia bekerja di restoran yang tidak jauh dari sekolah mereka, dan tentunya restoran itu adalah restoran ayam yang sedang di kunjunginya.

Minho seketika menurunkan tangannya dan berusaha meraih tisu untuk segera mengelap tangannya yang tampak kotor. Dapat dilihatnya Chris juga mengelapkan tangannya ke celemek yang dikenakan, berjalan mendekat. Sepertinya orang itu sangat menikmati perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba timbul dalam diri Minho.

well,” katanya “kayanya belakangan ini kita gampang banget ketemu tatap muka gini ya, selain di kelas biologi?”

“Wah, kalo gitu gue minta maaf atas kejadian yang sial ini.”

Chris duduk di kursi Jungwoo. ketika dia menjulurkan tangannya, ternyata tangannya sangat panjang. ia meraih gelas minuman Minho dan memain-mainkannya.

“Bukannya lo harusnya kerja? kok malah gangguin pelanggan gini?” Minho merebut gelas dari Chris dan meminumnya terburu-buru yang membuatnya sempat tersedak

Chris tersenyum. “lo ada acara pas malem minggu?”

“kenapa? mau ngajakin gue ngedate?”

“Ternyata lo suka nyombong gini, gue suka. Angel.”

“apa deh, gapenting mau lo suka atau enggak. Lagian mana sudi gue mau jalan sama orang kaya lo.” Minho rasanya ingin menjedugkan kepalanya sendiri saat tiba-tiba saja bayangan dirinya yang tengah berjalan berdua dengan Chris melintas di kepalanya. Dan hal itu tentu saja tidak akan terjadi. “Dan sekali lo panggil gue dengan sebutan Angel gue gak akan mikir dua kali buat ngancurin muka ganteng lo itu.”

“kenapa? Lo gak suka?” Minho tak berniat untuk menjawabnya, jadi Chris melanjutkan “Gue suka, dan gabakal niat buat ngubah. Angel.”

Minho meggertakan giginya pelan, rasanya sebelah tangan yang ada di samping pahanya sudah bersiap untuk melayangkan pukulan kalau saja sosok dihadapannya tidak mencondongkan tubuhnya ke meja, mengangkat tangan ke wajah Minho dan menyapukan jempolnya ke sudut mulutnya. Minho menarik diri, tapi dia terlambat.

“Ada bekas saos.”

Minho berusaha mengingat apa yang sedang dibicarakan. Tapi usahanya tidak terlalu keras membuatnya tidak bisa menghindari ekspresi kalau sentuhan Chris barusan tidak berarti apa-apa baginya. Ia tiba-tiba menyugar rambutnya, berusaha melanjutkan pembicaraan. “Lagian, ada tugas literatur yang gak bisa gue tinggalin gitu aja.”

“Sayang banget. Ada pesta di deket taman bermain yang gak jauh dari pesisir. gue mikirnya kita bisa pergi.” Katanya terdengar tulus.

Entah mengapa, tapi desiran hangat yang terjadi akibat perlakuan Chris masih terasa mengaliri darah. Minho menghisap sedotan dalam-dalam, mencoba menyejukan diri dengan minuman dinginnya.

menghabiskan waktu berdua dengan Chris pasti akan penuh dengan sesuatu yang berbahaya. tak tahu kenapa pikirannya berpikir seperti itu, tapi Minho menjamin nalurinya yang selalu terasa benar.

“Lagian kenapa lo tiba-tiba ngajakin gue ginideh?”

Sebelum melontarkan pertanyaan tanpa aba-aba itu, Minho berusaha berkata pada diri sendiri kalau dia samasekali tidak peduli tentang pandangan Chris padanya. Tapi tentu pikirannya itu terdengar bohong. hal itu mungkin benar-benar akan menghantui. perasaan bagaimana rasanya pergi dengan sosok di hadapannya ke suatu tempat.

“Gue cuman pengen berduaan sama lo. itu aja.”

Minho mendengus, berusaha untuk menghindari dengan meraih ponselnya yang ia letakan di atas meja. Namun telat, Chris telah menariknya menjauh.

“Lo ngapain sih? balikin gak sini hape gue.”

“Lo segitu gasukanya ya sama gue? gue ngebuat lo gak nyaman?”

“Menurut lo aja gimana. Sini balikin hape gue.” dicondongkan tubuhnya untuk mengambil ponselnya yang ada di ujung meja dekat Chris, tapi Chris mengambilnya dan menyembunyikan tangannya di bawah meja.

“Sebenernya apasih yang lagi kita omongin sekarang ini?”

“Lo.”

“Gue?”

“Ya. Kehidupan pribadi lo.”

Minho tertawa. “Kalo ini soal gue, soal pasangan gue gimana... Jungwoo udah sempet ceramah ke gue. Bahkan sebelum-sebelumnya juga, jadi jangan lo sok buat ikut-ikutan.”

“Jadi temen lo yang bijak itu ngomong gimana?”

“Kenapa lo jadi kaya penasaran gitu? gak ada hubungannya kan sama lo.”

Chris menggelengkan kepalanya pelan, menatapnya dengan senyuman kelewat menakjubkan dari yang biasanya. bukan senyuman mengejek yang sering ia tunjukan. “Jelas aja ada hubungannya Minho. ini tentang lo, gimana bisa gue gak penasaran? Gue jelas-jelas terpesona.”

Tak bisa dipungkiri kalau saat ini jantung Minho rasanya sudah berdetak lebih dari yang seharusnya, rasa-rasanya jantungnya akan segera jatuh keperut.

“Kayaknya lebih baik lo balik kerja deh.” Kata Minho dengan suara tertahan. “Dan. siniin. hape. gue. Sekarang. Juga.”

Entah kenapa malam ini terlihat begitu mendung dan gelap, membuat jungwoo akhirnya memberikan Minho untuk membawa mobilnya pulang. Sebenarnya, Jungwoo selalu mengantarkan Minho pulang setelah melakukan kegiatan bersama setelah pulang sekolah, namun karena ia mengatakan akan malas jika harus pulang dengan hujan yang 100% akan turun jadi dia memilih untuk menyuruh minho membawa mobilnya pulang dan menjemputnya besok.

Dalam perjalanan pulang, entah mengapa Minho membiarkan pikirannya berkelana ke Chris. Ia tidak dapat memungkiri bahwa Jungwoo benar, ada sesuatu dalam diri Chris yang memikat. Dan benar-benar sangat menakutkan juga. Semakin Minho memikirkannya semakin ia merasa bahwa ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang tidak mudah terbaca namun Minho dapat pastikan kalau hal ini bisa saja mungkin berujung ke suatu hal yan tidak baik. Namun ia berharap, semoga itu hanya prasangka buruknya.

Dan benar seperti perkiraan Jungwoo, dalam separuh perjalanannya hujan deras turun membasahi bumi. Dengan perhatian ke jalan dan tugas mengendalikan kemudi, Minho berusaha mencari tombol untuk menghidupkan wiper

Lampu di luar jalan berkedap-kedip. Membuat perasaan aneh tiba-tiba merayap dan membuat bulu kuduk dan tangan Minho merinding. Indra keenamnya dalam keadaan siaga. Entah mengapa merasa ada yang mengikuti. Tapi tak terlihat sorot lampu kendaraan lain dari spion mobil, di depan juga tidak ada. Minho benar-benar sendirian, yang membuat pikirannya semakin tidak nyaman.

Minho menancap gas sampai speedometer menunjukan angka 50, dan ia menemukan tombol wiper. Namun pada kecepatan seperti ini, penghapus air tak mampu mengimbangi derasnya hujan. Lampu lalu lintas menunjukan warna kuning. Minho membelokan setir kepersimpangan.

Minho seketika menjerit saat melihat siluet hitam yang tiba-tiba tergulung di kap mobil, menginjak rem sekuat-kuatnya setelah itu. Siluet itu terhempas disertai pecahan yang melayang ke atas.

Mengikuti naluri, ia memutar kemudi keras-keras. Ujung belakang mobil Jungwoo membetur rambu lalu lintas, membuat mobil berputar ke persimpangan. Siluet itu terguling dan menghilang di ujung kap mobil.

Minho menahan napas, mencengkram roda kemudi dengan tangan pucat. Kemudian mesinnya mati.

Ternyata siluet itu adalah laki-laki yang merangkak beberapa kaki, mengawasi. Sama sekali tak tampak terluka.

Pakaiannya serba hitam, sehingga sulit bagi Minho untuk memastikan siapa orang tersebut. Awalnya ia juga tidak bisa melihat rupanya, namun kemudian Minho sadar laki-laki itu menggunakan topeng ski.

Dia berdiri, memperkecil jarak di antara telapak tangannya di jendela samping. Mata mereka bertemu melalui lubang topengnya, seolah menyungingkan senyum mematikan.

Dia memukul kaca jendela keras, membuatnya bergetar.

Detik itu juga Minho kembali menjalankan mobilnya, ketika kepalan tangannya berhasil memecahkan kaca jendela. Tangannya mengapai bahu Minho, mencengkram tangannya sebelum terlepas karena Minho langsung menginjak pedal gas kuat-kuat.

Minho memacu kendaraan sampai membuatnya melewatkan daerah perumahannya, membuat ia akhirnya memilih untuk kembali berjalan ke daerah perumahan Jungwoo. Dengan susah payah ia merogoh handphone yang ia taruh di dalam tasnya dan menghubungi Jungwoo dengan speed-dial

“Woo—gila—sesuatu terjadi—dia—mobil lo—“

“Min, suaranya putus-putus. Kenapa?”

“Dia muncul entah dari mana.”

“Dia—“ Minho berusaha menyusun kata-kata dalam pikirannya walau dirinya panik luar biasa. “Dia melompat ke depan mobil.”

“Hah? Kenapa? Lo abis nabrak kucing atau gimana?? Yaampun min kok bisa.”

Entah mengapa apapun jawaban yang ingin Minho sampaikan, kata-kata itu menjauh ke belakang. Bagian dirinya sangat ingin mengatakan bahwa ia baru saja menabarak seorang laki-laki yang kembali bangun dan menghancurkan kaca mobilnya. Rasanya memilih jawaban menabrak kucing lebih terdengar mudah. Namun ia sendiri terkejut, mengapa dia tidak ingin mengatakan hal ini dari awal.

“Min? Hallo? Lu masih disana kan??”

“Gue tidur dirumah lu ya?”

“Oke. Cepet kesini. Dan hati-hati.”

Dengan tangan kembali mencengkram roda kemudi erat-erat, sebenarnya jika ia kembali kerumah Jungwoo berarti dia harus kembali melewati persimpangan tempat tadi terjadi penabrakan. Namun ia tetap menjalankan mobilnya ke sana dan berdoa semoga laki-laki itu sudah tidak ada. Dan untungnya doanya terkabul.

“Dia sama gue.”

setelah mengatakan itu, sang penjaga yang sempat mengejar Minho akhirnya melepaskan genggaman pada bahu Minho dan sebelum ia sempat berubah pikiran Minho langsung berjalan pergi mendekati meja Chris berada. Awalnya langkahnya penuh percaya diri, tetapi semakin mendekati keberadaan Chris entah mengapa kepercayaan dirinya perlahan hilang.

entah bagaimana seorang Chris seketika terlihat lebih percaya diri dibandingkan saat di sekolah tadi. Wajahnya menyunggingkan senyuman mengejek, namun mata hitam kelam Chris tetap menatapnya tajam. Minho berusaha keras mengabaikan perasaan dimana perutnya seketika merasa mual, mengigit bagian dalam dinding mulutnya secara perlahan. ia dapat merasakan aura yang terbilang tidak beres menguar, sesuatu yang benar-benar terasa tidak aman.

“Maaf kalo gue gak angkat telfonnya,” kata Chris ringan sambil berjalan ke hadapan Minho. “Orang-orang disini juga agak kurang ramah.”

Apa yang bisa di harapkan dari tempat seperti ini?

Chris menolehkan kepalanya kebelakang, memberikan isyarat agar yang lain pergi. keheningan yang kaku terasa sebelum mereka beranjak pergi.

“Bola Delapan?” Tanya Minho dengan alis terangkat, berusaha mencairkan suasana dan membantunya agar tidak terlihat canggung “Pasang taruhan berapa?

“tidak ada taruhannya, permainan biasa.”

“Lu bilang sebelumnya kalau permainannya penting.” Minho mendengus sambil mengeluarkan lembaran kertasnya. “Gue cuman mau ngajuin beberapa pertanyaan, setelah itu selesai. gue keluar.”

“Menyebalkan? Kanker Paru-paru? Dan apa itu tulisan terakhir yang dicoret?”

“gue cuman merasa, berapa hari sebatang? satu? dua? atau berapa bungkus.”

“Gue gak ngerokok.” Jawabnya santai dan terdengar jujur, namun tentu minho tidak percaya dan ia tetap menuliskan 'perokok sejati'

“Lo ngerusak alur permainannya.”

“Impian terbesar?”

Kiss You

“Enggak lucu.” Kata Minho dan merasa hebat tidak menatap matanya sambil gemetar

“Lo kerja?”

“Kerja Part Time, di restoran yang enggak terlalu jauh dari sekolah.”

“Agama?”

Chris menyandarkan tubuhnya pada pinggiran meja, tampangnya biasa saja. namun Minho dapat mendengar ada nada tidak suka dalam suaranya. “Berapa pertanyaan yang bakal lo tanyain?”

“Agama?”

“Gimana kalo gue bilang gue enggak tertarik dengan agama? Lebih ke sekte misalnya?”

“Lo anggota skete?” Chris hanya mengedikan bahunya acuh sebagai jawaban.

Minho meniupkan poninya yang sedikit menghalangi pemandangan. “Jungwoo bilang kalo lo senior yang ngulang semester? berapa kali ngulang?”

“Jungwoo enggak tau apa-apa.”

“lo mau nyangkal kalo misalnya ngulang semester?”

“Bahkan gue gak sekolah setahun kemarin.” Matanya menatap Minho dengan ejekan entah untuk yang keberapa kali.

“Lo bolos?”

Chris meletakan tongkat biliar yang sedari tadi depeganggannya, dan menarik Minho agar lebih dekat padanya. “Mau denger rahasia?” katanya dengan nada misterius. “Gue belum pernah sekolah sebelum ini. Dan ternyata sekolah gak membosankan kaya yang gue pikirin.”

Dia bohong kan, semua orang seumuran mereka tentu aja sekolah Pikir Minho dalam hati.

“Lo pikir gue bohong.” Kata Chris tersenyum lebar.

Minho sedikit memundurkan badannya. “Lo gak pernah sekolah sebelum ini? beneran sama sekali? kalau emang bener, dan lo gak bohong, walaupun kayanya enggak, apa yang ngebuat lo untuk sekolah tahun ini?”

You

Dan pada detik itu, jantung Minho berdegup lebih kencang seperti orang kelewat takut. Namun ia tetap berusaha terlihat tegar, karena ia tidak ingin membuat Chris merasa puas karena telah menakutinya seperti yang sengaja ia lakukan.

Your eyes Minho. lo menarik, dingin, kelabu dan sulit buat di tolak. apalagi bibir lo itu.”