1. Ruang Biliar

“Dia sama gue.”

setelah mengatakan itu, sang penjaga yang sempat mengejar Minho akhirnya melepaskan genggaman pada bahu Minho dan sebelum ia sempat berubah pikiran Minho langsung berjalan pergi mendekati meja Chris berada. Awalnya langkahnya penuh percaya diri, tetapi semakin mendekati keberadaan Chris entah mengapa kepercayaan dirinya perlahan hilang.

entah bagaimana seorang Chris seketika terlihat lebih percaya diri dibandingkan saat di sekolah tadi. Wajahnya menyunggingkan senyuman mengejek, namun mata hitam kelam Chris tetap menatapnya tajam. Minho berusaha keras mengabaikan perasaan dimana perutnya seketika merasa mual, mengigit bagian dalam dinding mulutnya secara perlahan. ia dapat merasakan aura yang terbilang tidak beres menguar, sesuatu yang benar-benar terasa tidak aman.

“Maaf kalo gue gak angkat telfonnya,” kata Chris ringan sambil berjalan ke hadapan Minho. “Orang-orang disini juga agak kurang ramah.”

Apa yang bisa di harapkan dari tempat seperti ini?

Chris menolehkan kepalanya kebelakang, memberikan isyarat agar yang lain pergi. keheningan yang kaku terasa sebelum mereka beranjak pergi.

“Bola Delapan?” Tanya Minho dengan alis terangkat, berusaha mencairkan suasana dan membantunya agar tidak terlihat canggung “Pasang taruhan berapa?

“tidak ada taruhannya, permainan biasa.”

“Lu bilang sebelumnya kalau permainannya penting.” Minho mendengus sambil mengeluarkan lembaran kertasnya. “Gue cuman mau ngajuin beberapa pertanyaan, setelah itu selesai. gue keluar.”

“Menyebalkan? Kanker Paru-paru? Dan apa itu tulisan terakhir yang dicoret?”

“gue cuman merasa, berapa hari sebatang? satu? dua? atau berapa bungkus.”

“Gue gak ngerokok.” Jawabnya santai dan terdengar jujur, namun tentu minho tidak percaya dan ia tetap menuliskan 'perokok sejati'

“Lo ngerusak alur permainannya.”

“Impian terbesar?”

Kiss You

“Enggak lucu.” Kata Minho dan merasa hebat tidak menatap matanya sambil gemetar

“Lo kerja?”

“Kerja Part Time, di restoran yang enggak terlalu jauh dari sekolah.”

“Agama?”

Chris menyandarkan tubuhnya pada pinggiran meja, tampangnya biasa saja. namun Minho dapat mendengar ada nada tidak suka dalam suaranya. “Berapa pertanyaan yang bakal lo tanyain?”

“Agama?”

“Gimana kalo gue bilang gue enggak tertarik dengan agama? Lebih ke sekte misalnya?”

“Lo anggota skete?” Chris hanya mengedikan bahunya acuh sebagai jawaban.

Minho meniupkan poninya yang sedikit menghalangi pemandangan. “Jungwoo bilang kalo lo senior yang ngulang semester? berapa kali ngulang?”

“Jungwoo enggak tau apa-apa.”

“lo mau nyangkal kalo misalnya ngulang semester?”

“Bahkan gue gak sekolah setahun kemarin.” Matanya menatap Minho dengan ejekan entah untuk yang keberapa kali.

“Lo bolos?”

Chris meletakan tongkat biliar yang sedari tadi depeganggannya, dan menarik Minho agar lebih dekat padanya. “Mau denger rahasia?” katanya dengan nada misterius. “Gue belum pernah sekolah sebelum ini. Dan ternyata sekolah gak membosankan kaya yang gue pikirin.”

Dia bohong kan, semua orang seumuran mereka tentu aja sekolah Pikir Minho dalam hati.

“Lo pikir gue bohong.” Kata Chris tersenyum lebar.

Minho sedikit memundurkan badannya. “Lo gak pernah sekolah sebelum ini? beneran sama sekali? kalau emang bener, dan lo gak bohong, walaupun kayanya enggak, apa yang ngebuat lo untuk sekolah tahun ini?”

You

Dan pada detik itu, jantung Minho berdegup lebih kencang seperti orang kelewat takut. Namun ia tetap berusaha terlihat tegar, karena ia tidak ingin membuat Chris merasa puas karena telah menakutinya seperti yang sengaja ia lakukan.

Your eyes Minho. lo menarik, dingin, kelabu dan sulit buat di tolak. apalagi bibir lo itu.”