Aku sering berpikir, barang-barang di sekitar kita seandainya punya mulut akan berkomentar seperti apa ya? terkekeh pelan? bingung? tertawa terbahak-bahak? atau justru mengaduh-aduh?

Soalnya kan saksi dari senyumku sampai nangisnya aku cuman mereka, satu paket barang kesayangan yang setia menemani rapih dan berantakannya aku, bahagia dan murkanya aku, terhadap kamu yang sebentar ngegemesin, gak lama lagi jadi nyebelin, lalu akhirnya sayang-sayang lagi. Sebentar saja, tapi sukses membuatku jadi manusia bunglon walau kadang masih kau ledeki aku “si panikan”, tapi aku adaptif 'kan? harus begitu, itulah sebabnya aku sayang kamu.

Kalau perang dunia ketiga mulai, misalnya dalam kemungkinan besar dilingkup mikro antara kamu dan aku. Jangan lupa akhiri dengan peluk dan kecupan (lagi) ya?

Apa, ya, sebutannya? Bukan, bukan salam damai.

Ah, bahkan kalau habis damai mau bertengkar lagi jangan lupakan penutupan wajib kita ya?