Querencia, 26]
“Do Us Part”
“I will love you and always beside you, till death do us part”
Tag(s) // Mention of; Suicide, Mourning, Scenting
Berita tersebar begitu cepat. 'Satu Pejabat Tinggi Di Pemerintahan Seoul Bunuh Diri', headline tersebut ada di mana-mana. Tiga hari sudah lewat dari tragedi tersebut, namun tampaknya Yeonjun belum juga bisa menerima kepergian sang ayah.
Pada hari dimana Choi Jinoo melakukan bunuh diri, bukti tentang pembunuhan yang dilakukan Haera tersebar luas bersamaan dengan kabar Jinoo. Tak hanya Soobin, ternyata Kai, sang asisten kepercayaan Jinoo, bahkan diberikan sesuatu dan diamanatkan banyak hal sesaat sebelum Jinoo memutuskan untuk berbicara pada sang istri. Pada hari itu, ternyata Kai diminta untuk mengirim bukti pembunuhan yang ia bawa dalam map coklat ke pihak yang berwajib serta media massa.
Tak ada satu pun dari mereka yang tahu bahwa Jinoo sudah merencanakan itu semua. Mulai dari membagikan semua asetnya pada orang-orang terdekat (Yeonjun, Soobin, dan asistennya Kai), memberi kata-kata terima kasih dan nasihat-nasihat yang terdengar biasa namun ternyata itu adalah sebuah kata-kata perpisahan, hingga rencana-rencana untuk menjerumuskan Haera masuk penjara. Ternyata semua sudah tertata rapi, kecuali adanya Yeonjun yang tiba-tiba saat ia hendak mengancam sang istri sebelum benar-benar membunuh dirinya sendiri.
Semua, ternyata sudah direncanakan sedemikian rupa oleh Jinoo. Dirinya tak sanggup lagi menahan kekesalannya pada Haera, karena apa yang dilakukan sang istri pada mate dan juga anaknya. Ia tak sanggup lagi menikmati kenyamanan dunia atas kepedihan dan rasa bersalah yang ia dapat sebagai ganjarannya.
Menyusul Yena, sang mate yang ternyata begitu ia cintai melebihi apa pun, menjadi tujuan akhirnya, dengan menyiapkan segala sesuatu untuk kebahagiaan sang anak sebelum ia benar-benar meninggalkannya selamanya.
Kemudian berita tentang Haera membunuh seorang omega yang bahkan mate dari sang suami, serta membunuh salah satu pengusaha besar yang kematiannya tak terungkap itu akhirnya menyebar luas, membuatnya membayar semua yang sudah ia lakukan. Tak ada satu anggota keluarga pun yang mau membantunya, sebab Haera tak membawa siapa pun, juga tak ada yang ingin ikut jatuh terperosok bersamanya. Haera sendirian, menanggung akibat dari keserakahan dan obsesinya. Begitu juga dengan perjodohan dengan Seunggi, anggota keluarga Yoon yang terpandang, tanpa ragu membatalkan perjodohan mereka, dan mengirim Seunggi keluar negeri agar tak melakukan apa pun pada anak dari keluarga Choi itu.
Dengan begitu, semua selesai. Semua beban yang memberatkan hidup Jinoo sudah selesai, memberikan kebebasan pada sang anak semata wayangnya yang malang.
Sudah tiga hari berlalu, namun Yeonjun tak kunjung membuka suara. Tak ada tangis, tak ada kata, tak ada raung kesedihan atas kehilangan. Ia hanya terdiam, terus menatap foto sang ayah yang terpampang di salah satu ruangan di rumah duka. Terduduk lemah, tak bergeming, bahkan jika bukan karena Soobin yang menyuapinyan beberapa sendok sup saja dalam sehari pasti ia sudah pingsan.
Kedua orang tua Soobin beserta beberapa orang kepercayaan Jinoo ikut membantu mengurus persemayaman jenazah dan upacara pemakaman selama tiga hari itu. Tak ada satu pun anggota keluarga Haera yang datang kesana, sedangkan keluarga Jinoo sendiri sudah tak ada karena Jinoo adalah anak tunggal.
Soobin tetap di sampingnya, mendampinginya sambil terus memeluknya, memberi kata-kata sayang dan memberi semangat. Namun semua itu tak terdengar oleh sang omega, seakan ia telah tuli dan bisu semenjak sang ayah menarik pelatuk. Dunia seakan berhenti berputar untuk Yeonjun.
“Yeonjun.”
Suara lirih dan lembut milik sang alpha memanggil, entah sudah kali ke berapa. Ia tak tahu sekarang jam berapa, hari apa, otaknya seperti berhenti bekerja. Namun ternyata kali ini suara panggilan sang mate terdengar olehnya. Ia tolehkan kepala sedikit, menatap alpha yang begitu menyayanginya dengan tatapan tak terjabarkan.
“Pulang, yuk? Tempatnya udah mau diberesin. Kamu harus istirahat.”
Mata Yeonjun mengedar ke sekeliling. Beberapa orang dari rumah duka sudah datang untuk membereskan ruangan itu, termasuk mengangkat figura sang ayah di sana.
Ia tatap kembali sang mate yang masih tersenyum teduh padanya itu terlihat lelah. “Kemana?” tanyanya.
“Mau ke rumah orang tuaku? Atau ke apart aku aja?”
Yeonjun bergeleng lemah, membuat Soobin bingung. “Ke rumah ayah,” jawabnya lirih, begitu pelan hingga sang alpha harus sangat fokus memperhatikan gerak bibirnya agar paham apa yang dikatakan.
“Rumah kamu?” Lalu omeganya mengangguk pelan. Soobin tersenyum kecil, mengusap pucuk kepala sang mate dengan lembut dan penuh sayang. “Ya udah, aku bilang dulu sama orang tuaku, ya?”
Kembali menjawab dengan anggukan kepala, Yeonjun melihat sang alpha yang berjalan ke ibunya, mengatakan sesuatu. Sang ibu menatap Yeonjun dengan khawatir, namun memberi senyum kecil saat mata mereka bertemu. Lalu ibu Soobin mengangguk, dan mengatakan sesuatu seperti 'jaga baik-baik' pada anaknya tersebut sebelum Soobin berjalan kembali ke tempat Yeonjun saat ini.
“Ayo, kita pulang,” ajak Soobin pada Yeonjun. Sang omega pun bangkit dari duduknya, dibantu oleh Soobin karena sudah terlalu lemah, kurang istirahat dan asupan baik makan maupun minum.
Mereka berjalan ke mobil dalam diam, Soobin memapah Yeonjun yang tak kuat menahan penuh beban tubuhnya seorang diri. Setelah masuk ke dalam mobil, tetap tak ada percakapan apa pun. Sang alpha mulai menyalakan mesinnya, mengendarainya dalam kecepatan standar.
“Yeonjun,” panggil Soobin sambil tetap menatap fokus ke jalanan di hadapan. Pemuda di sebelahnya itu pun menoleh menatapnya. “Mau makan apa buat nanti malam? Biar kita beli dulu.”
“Nggak,” jawab Yeonjun pelan. “Mau pulang aja.”
“Kamu harus makan, sayang. Nanti kamu makin sakit, kamu udah sampe kaya gini. Aku khawatir sama kamu.” Soobin mengucapkannya dengan nada sedih. “Atau mau aku masakin-”
“Minta tolong Bibi yang di sana aja, kalo sama Kakak nanti dapurnya ancur.”
Nada melarang dari sang omega membuat Soobin seketika tersenyum.
“Ya udah, nanti aku minta tolong pelayannya buat bikin makanan. Aku udah kasih tau penjaga rumahnya juga.”
Mengangguk setuju, Yeonjun kembali memfokuskan matanya pada jalanan, terdiam tak mengeluarkan suara apa pun.
Langit sudah mulai berwarna kuning kemerahan, matahari sudah turun di ufuk barat bersiap untuk berganti giliran dengan rembulan sebentar lagi. Tepat saat itu, mereka sampai di rumah persembunyiaan mereka beberapa hari yang lalu, atau sekarang menjadi rumah milik Yeonjun.
Kedua pelayanan di rumah tersebut menyambut mereka, menatap khawatir sang pemilik yang begitu lesu dan tak bertenaga. Yeonjun pun langsung berjalan menuju kamar, meninggalkan Soobin di belakang yang justru menghampiri kedua pelayan tersebut sebelum mengikuti sang omega.
“Bi, tolong masak buat makan malam, ya? Juk atau samgyetang, soalnya Yeonjun belum makan bener. Saya biar nanti aja.”
“Baik, Tuan.”
Soobin mengangguk sambil berkata 'terima kasih', lalu menyusul Yeonjun masuk ke dalam kamar. Di sana, sang omega sedang terduduk di pinggir ranjang, menatap kosong ke depan masih dengan pakaian serba hitamnya.
“Sayang.” Soobin menghampiri, duduk tepat di sebelah sang omega. “Lemes banget, ya? Mau aku bantu ganti bajunya?”
Menggeleng pelan, Yeonjun kembali terdiam.
Soobin mendesah berat, ia juga lelah, ditambah dengan rasa khawatir melihat keadaan Yeonjun yang tak kunjung membaik. Ia kira tadi suasana hatinya sudah lebih bisa diajak bicara, namun ternyata Soobin salah.
Dengan refleks, sang alpha merengkuh tubuh omeganya, mendekapnya seakan itu kali terakhir ia bisa memeluknya. Yeonjun tak bereaksi apa pun, hanya terdiam merasakan degup jantung Soobin yang tepat berada di telinga kirinya.
“Aku sayang sama kamu, Yeonjun. Maaf aku nggak cegah Ayah kamu kemarin, maafin aku....”
Namun Yeonjun dengan cepat menggelengkan kepalanya dalam dekapan. “Bukan salah Kakak,” katanya pelan, suaranya bergetar di dada sang alpha.
“Aku nggak mau liat kamu kaya gini terus, Yeonjun. Ayah juga pasti sama. Ayah udah titipin kamu ke aku, buat aku jaga. Semua udah selesai, kamu udah bebas, Ibu kamu udah ditanganin sama yang berwajib. Ikhlasin Ayah, ya? Ayah mau kamu bahagia, Sayang.”
Pundak Yeonjun bergetar mendengar tutur kata sang alpha. Sakit, kebebasan dan kebahagiaan yang ia inginkan harus ia tukar dengan nyawa sang ayah, nyawa dari satu-satunya orang yang memiliki ikatan darah dengannya. Ia tak ingin seperti itu, ia ingin sang ayah masih ada bersamanya, menikmati kebebasan dan menjadi salah satu orang yang ada dalam kisah kebahagiaannya.
Namun ternyata, semua hanya angan-angan semata.
Soobin memeluk sang omega semakin erat, hingga tak tersisa ruang antara keduanya. “Sekarang ayo bilang mau apa? Biar kamu senyum lagi.”
Yeonjun melepas pelukan keduanya, menatap wajah Soobin sedikit mendongak ke atas.
“Mau scenting,” jawabnya dengan wajah memelas, mulai sedikit terbuka dengan feromon kesedihannya berkurang.
“As your wish, Love.”
Soobin segera membawa Yeonjun ke pangkuannya, membiarkan sang omega memeluknya seperti koala, menghirup feromonnya dengan rakus di perpotongan lehernya. Sang alpha hanya tersenyum dengan kelakuan omeganya. Dengan senang hati ia keluarkan feromon miliknya agar Yeonjun merasa lebih tenang.
Beberapa lama dalam posisi seperti itu, badan Yeonjun sudah terasa lebih tenang di dalam dekapan sang alpha. Nafasnya lebih teratur, pelukannya pun tak se-erat tadi.
'Tok, tok, tok.'
“Tuan.”
Suara perempuan terdengar dari balik pintu. Itu suara salah satu dari pelayan di sana.
“Iya, Bi?” jawab Soobin sembari membetulkan posisinya namun tetap membiarkan Yeonjun dengan posisinya.
“Makanannya sudah siap, Tuan.”
“Ah, iya. Makasih banyak.”
Setelah jawaban 'sama-sama' dari sang pelayan, terdengar derap langkah menjauh. Soobin mengusap pucuk kepala Yeonjun lembut, membuat si empunya mengangkat kepalanya menengadah menatap wajah sang alpha.
“Mau mandi atau ganti baju dulu aja? Terus kita makan,” tanya Soobin dengan senyum teduh, menatap mata Yeonjun yang terlihat sayu karena lelah.
“Ganti baju aja, mau disuapin.”
Jawaban Yeonjun mengundang kekehan dari sang alpha, membuat badan Yeonjun sedikit bergetar karena berada di pangkuannya.
“Oke, Sayang. Ayo.”
Mereka berganti pakaian dengan suasana yang lebih baik dari sebelumnya. Yeonjun yang sudah terlihat lebih tenang dan sedikit lebih bercahaya dari sebelumnya membuat suasana hati Soobin pun lebih baik.
Masuk ke dalam ruang makan, semangkuk juk dan samgyetang telah terhidang di meja. Duduk bersebelahan, Soobin segera mengambil mangkuk berisi bubur itu beserta alat makan untuk menyuapi sang omega. Dengan telaten, Soobin mulai mengambil juk dalam mangkok itu dengan sendok, memasukannya ke dalam mulut Yeonjun yang dengan patuh membuka mulutnya dan menelannya. Tak ada suara percakapan, hanya suara sendok yang beradu dengan mangkok alumunium yang menggema di dalam ruang makan tersebut hingga tak terasa setengah mangkuk sudah masuk ke dalam mulut Yeonjun.
Tiba-tiba suara derap langkah terdengar hingga terlihatlah sang penjaga dari arah masuk ruang makan.
“Permisi, Tuan,” ucap sang penjaga menginterupsi kegiatan makan keduanya. “Tuan Kai datang kemari, ingin bertemu,” lanjutnya dengan wajah tak enak karena telah mengganggu waktu makan keduanya.
Lalu muncul Kai, asisten kepercayaan sang ayah, di belakang sang penjaga rumah. Ia tersenyum kecil melihat pemandangan keduanya yang sedang duduk menyantap makan malam di meja.
“Maaf mengganggu malam-malam. Silahkan lanjutkan, tak usah terburu-buru. Saya tunggu di ruang tamu saja, Tuan Besar Soobin.”
'Tuan Besar' Soobin? Sang alpha mengernyit bingung dengan panggilan yang terdengar ditekankan oleh Kai. “Baik. Tunggu sebentar, ya.”
Setelah Kai menghilang bersama dengan sang penjaga, Yeonjun menolehkan kepalanya menatap bingung alphanya. “Kai mau ngomongin apa?” tanyanya dengan wajah heran.
Namun Soobin mengendikkan bahunya. “Nggak tau, dia nggak ada bilang mau ngomongin sesuatu sebelumnya.”
Menyelesaikan makannya, Yeonjun menatap wajah sang alpha dengan serius sambil berkata, “mau ikut Kakak,” dengan mantap walau suaranya terdengar cukup lemah.
“Sayang, kamu mending istirahat aja, ya? Kamu masih-”
“Nggak mau, aku juga pengen tau apa yang mau Kai omongin. Pasti soal Ayah juga.”
Tidak salah, sudah pasti Kai ingin membicarakan sesuatu terkait Ayah Yeonjun. Karena sepertinya, ada banyak hal yang perlu disampaikan terkait apa saja yang sudah Jinoo rencanakan sebelum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Mendesah pasrah, karena yakin ia tak bisa menolak, Soobin mengangguk sebagai jawaban. “Tapi abisin dulu buburnya, oke? Baru boleh.”
Yeonjun mengangguk berulang kali, lalu mengambil sendok yang ada di tangan Soobin beserta mangkoknya. Ia makan dengan cepat sisa juk yang sudah sedikit, lalu meminum air putih sebelum menatap kembali sang alpha.
“Pinter.” Soobin mengusap pucuk kepala Yeonjun, dan berdiri dari kursinya. “Udah mendingan, kan?”
“Iya, udah nggak terlalu pusing.”
“Kalo nggak kuat nanti, ke kamar aja langsung, ya?”
Sang omega mengangguk patuh. Mereka berjalan menuju ke ruang tamu tempat Kai menunggu mereka berdua-atau Soobin lebih tepatnya.
“Tuan,” ucap Kai langsung berdiri saat melihat Soobin dan Yeonjun menghampirinya. “Tuan Yeonjun, Anda-”
“Nggak apa-apa, dia berhak tau juga, kan?”
Ucapan Soobin menghentikan Kai untuk meminta Yeonjun membiarkan ia dan Soobin berdua saja. Ia tak punya pilihan lain selain menurut.
“Baik,” ucapnya singkat. Ia duduk kembali di kursinya saat Soobin dan Yeonjun sudah duduk di hadapannya. “Tuan Yeonjun, sudah lebih baik?”
“Ya,” jawabnya lemah tapi tetap mencoba tersenyum kecil.
“Syukurlah kalau begitu.” Kai memperlihatkan wajah lega mendengar jawaban singkat Yeonjun. “Langsung ke inti saja kalau begitu. Tuan Soobin,” ucap Kai nadanya sekarang terdengar lebih serius. “Apakah Tuan Besar Choi sudah memberi tahu Anda mengenai perusahaan yang beliau berikan atas nama Anda?”
“Huh?” Yeonjun terlihat bingung. “Perusahaan Ayah? Buat Kak Soobin?”
“Ayah kamu nelepon pas kamu pergi ke rumah kemarin, Sayang. Bilang kalo beliau ngasih perusahaan dan minta aku buat lanjutin,” ujar Soobin dengan lembut, mencoba berhati-hati agar Yeonjun tak salah paham.
“Oh.” Hanya itu yang keluar dari bibir Yeonjun setelahnya. Terlihat sedikit murung lagi, Soobin tersenyum pedih.
“Jadi, Tuan Soobin, saya adalah asisten pribadi sekaligus pengurus perusahaan tersebut selama Tuan Besar masih ada, dan Tuan Besar sudah mengamanatkan kepada saya bahwa perusahaannya akan diberikan dan diurus oleh Anda sebagai pemilik tertinggi, dengan saya sebagai asisten Anda.”
Soobin membelalakkan matanya terkejut. “Saya? Saya pikir saya tidak perlu ikut terlibat dalam kepengurusan secara langsung,” ucapnya dengan nada sedikit ragu. Masalahnya ia bukanlah seorang dari lulusan bisnis atau semacamnya. Ia tak paham dengan hal berbau bisnis, apalagi langsung menjadi pengurus suatu perusahaan.
“Maka dari itu, saya diminta untuk membimbing Anda. Tenang saja, saya tidak akan serta merta membiarkan Anda langsung mengurus segalanya,” ucap Kai dengan senyum santai. “Dan untuk Tuan Yeonjun,” lanjutnya sekarang menatap sang omega. “Tuan Besar Choi pernah berpesan pada saya, bahwa Anda harus mendapat pendidikan setinggi mungkin. Perkataan beliau terakhir adalah untuk membiarkan Anda memilih apa pun hal yang ingin Anda capai. Saya pikir itu bukan amanatnya pada saya....”
Kalimat terakhir sang asisten pribadi terdengar pelan namun cukup jelas untuk kedua yang lain mendengarnya. Kai menunduk sedikit merasa sedih.
Kai kembali menatap keduanya dengan senyum. “Saya hanya ingin menyampaikan itu saja. Selain itu, saya merasa saya juga bertanggung jawab atas Tuan Yeonjun karena Tuan Besar sering sekali menceritakan Anda, meminta saya untuk menjaga Anda kelak jika beliau tak bisa,” ujarnya seperti hendak menangis, tatapannya pada Yeonjun penuh arti.
“Terima kasih banyak, Kai,” ucap Yeonjun pada sang asisten pribadi di depannya.
“Tapi saya sangat bersyukur, Anda bertemu dengan Tuan Soobin yang sangat sayang dan mencintai Anda. Tuan Soobin, terima kasih.” Kai menunduk hormat pada sang alpha, menunjukkan rasa terimakasihnya.
“Ah, jangan begitu.” Soobin langsung menahan pundak Kai. “Itu sudah jadi kewajiban saya juga. Pak Jinoo menitipkan Yeonjun pada saya, dan saya sayang pada Yeonjun. Tanpa diminta pun saya pasti menjaganya.”
Sang omega tersenyum bahagia. Mendengar tutur kata Soobin kembali membuatnya menghangat, matanya serasa basah karena genangan air mata di pelupuk.
“Kalau begitu, saya pamit dulu.” Kai berdiri dari kursinya, disusul dengan Soobin dan Yeonjun. “Sekali lagi, terima kasih. Saya senang bisa terus melayani keluarga Tuan Besar Choi.”
“Aku yang harusnya makasih sama kamu, Kai. Makasih udah jadi asisten pribadi dan orang kepercayaan Ayah,” ucap Yeonjun dengan senyum tulus.
Sang asisten itu mengangguk dan tersenyum kepada keduanya. “Sampai jumpa lain waktu, Tuan-tuan. Saya akan menghubungi Anda dalam waktu dekat, Tuan Soobin.”
“Baik, terima kasih.” Soobin mengangguk.
Kai berjalan keluar dari kediaman tersebut, keduanya mengantar sang asisten hingga mobilnya menghilang dari pandangan. Mereka kembali masuk, duduk di kursi ruang tamu tempat keduanya tadi.
“Kak,” panggil Yeonjun pelan dan lembut, membuat sang alpha menoleh. Yeonjun pun memberikan senyumnya, senyum yang membuat Soobin merasa tenang.
“Makasih banyak, udah bertahan sama aku.”
Soobin membalas senyumnya, dengan segera mendekap tubuh sang omega penuh sayang.
“Kamu mate-ku, dan aku sayang sama kamu, Yeonjun. Aku bakal lakuin apa pun buat terus sama kamu, apa pun, selama kamu memang bahagia sama aku.”
Yeonjun tersenyum di pundak Soobin, menghirup feromon sang alpha yang sedang merasa bahagia, sama sepertinya.
“Aku bahagia, Kak. Aku bahagia, aku bersyukur punya mate kaya- bukan, aku bersyukur punya Kakak sebagai mate aku. Semoga kita terus sama-sama selamanya, Kak.”
Ucapan sang omega begitu membuat Soobin berdebar, terharu akan ketulusan dan perasaan yang terkandung di setiap kata.
Dan hal itu membuat sang alpha berjanji, untuk tetap berada di samping Yeonjun, apa pun yang terjadi di masa depan nanti.
“Semoga kita terus sama-sama sampai maut memisahkan, Yeonjun.”
THE END
Tapi bohong hehehe. Masih ada 2 chap + 1 epilog jadi tunggu besok~
• komentar, kritik, saran dan pertanyaan bisa ke sini ya: https://secreto.site/20749976