2030, Bangkok, Thailand

Tay melihat rumah sederhana bercorak biru langit itu dari kejauhan, disana tempat mantan kekasih dan anaknya bernaung di kala hujan datang, terlihat sederhana namun menyejukan, layaknya air ditepian laut dengan sedikit terpaan gelombang menyapunya. Terakhir kali Tay kesana, Tay masih melihat tawa ringan anaknya seperti rintik hujan yang datang setelah mendungnya pelangi, menyenangkan dan menentramkan hati. belum sepekan berpisah, kini hati Tay merindu. ia rindu akan pemilik hatinya saat ini, yaitu New Thitipoom.

Terdengar pintu dibuka, Tay buru-buru menjauh dan beranjak. Namun baru dua kali melangkah, ada tangan kecil yang menggengamnya. Tangan mungil adalah tangan anaknya, Artheo Techaapaikhun. ya benar, New memutuskan tidak memakai marga Tay.

'Uncle, Tayyyyy!! mau kemana, kok ga masuk dulu..” Theo mendongak, terdengar helaan napas berat dari Tay, “hi jagoan, apa kabar?” Tay membungkuk sedikit guna mensejajarkan tingginya pada bocah lucu itu. “adek baik, uncle. Papa juga eum” Tay yan gemas pun mengusap rambut hitam bersih itu.

Tay menggengam tangan anaknya, “nanti ya, nanti uncle main lagi. Mmm.. adek, ada yang mau uncle sampaikan. Tapi janji sama uncle untuk tidak memberitahukan kepada papa, promise?”

Noted hehe”

“Anak pintar” Tay mengusap rambut itu, “adek, uncle Tay, titip papa ya, jagain papa, jadi anak yang ga rewel dan membanggakan ya? uncle saying banget sama adek, tapi sekaranguncle lagi ga bisa main bareng adek sama papa. Sampai nanti saatnya tiba, adek baik-baik ya sama papa. Jangan nakal apalagi bikin nangis papa. Bisa kan jagoan?” anak yang ber-usia 7 tahun itu terlihat bingung, namun ia pun mengangguk. Tay berjongkok dan memeluk hangat sosok anak kecil di hadapannya ini. Ia pasti akan merindukan anak ini dan papanya.

Uncle janji akan balik lagi, sampai saat itu tiba, tetaplah tumbuh dengan sehat. Uncle sayang Artheo, terima kasih telah hadir di dunia ini dan sampai jumpa sayang. Ingat, jangan bilang papa ya kalo uncle Tay kesini, Okay jagoan?”

Uncle sampai jumpa lagi. Adek ga tau uncle mau kemana, tapi adek janji adek akan tumbuh dengan baik, begitupun dengan papa. Jadi uncle cepatlah kembali. Adek juga janji! akan jaga papa dan tidak membiarkan siapapun menyakitinya. Adek janji.” Tay menangis, ia tak menyangka darah-dagingnya kini telah tumbuh sehebat ini tanpa sosoknya. Kini Tay memeluk anaknya dengan erat. Ia peluk dengan erat, seakan ini adalah hari terakhirnya bertemu. ’aku yang menyakiti papamu, aku, daddy mu. Maaf sayang, daddy janji akan kembali. Tidak perduli butuh waktu berapa lama, tapi daddy janji akan kembali pada kalian.’ Batin Tay berbicara.

Tangan kecil itu mengusap air mata yang jatuh pada Tay, “uncle jangan menangis, adek sama papa tidak apa-apa jika kita tidak sementara hehe. Semangat uncle “ kata Theo dengan kecupan singkat di kelopak mata Tay yang tadinya banjir akan air mata. Anak itu tumbuh dengan baik. Sangat baik malah. ‘Tuhan, terima kasih sudah memberi hadiah terindah dalam bentuk Theo dan New. Aku tidak akan melupakan mu Tuhan. Terima kasih.’


2040, 10 tahun kemudian

London, Inggris

Setelah perpisahan Tay dan New, kini Tay dan keluarganya berpindah ke negara lain. Yaitu London, Inggris. Sudah 10 tahun terkikis namun memori tentang New dan sang anak, masih melekat kuat di memori Tay Tawan. Istri Tay tau jika Tay masih mencintai New Thitipoom. Sosok yang tak akan bisa ia kalahkan. Karena pada dasarnya, bukan Tay yang merusak segalanya tapi dirinya.

Sang istri melihat Tay memasuki Gudang, sudah ia pastikan jika Tay merindukan New dan anaknya, bernama Theo.

Namtan, istri Tay bernama Namtan. Lebih tepatnya Namtan Tipnaree. Namtan ikut masuk ke dalam Gudang dan menemukan Tay tengah terduduk dibawah dengan keadaan menangis memeluk album foto yang berisikan kenangan manisnya bersama New Thitipoom.

Namtan membawa Tay kepelukannya, tidak, ia tidak marah mungkin hanya kecewa. “sayang, tidak apa. Menangislah… aku disini. Tidak apa, keluarkan semuanya.” Namtan mendengar rancauan Tay dengan sangat jelas tentang kerinduannya terhadap sosok di foto itu.

“New bagaimana kabarmu? Aku merindukan mu dan juga merindukan Theo. Kalian disana makan teratur kan? Tidur dengan nyenyak kan? Aku harap begitu….” Namtan masih memeluk Tay dan membiarkan Tay mencurahkan semuanya. “sudah 10 tahun berlalu New, tapi aku masih belum bisa melupakan mu. Aku harus bagaimana? Aku melukai semuanya. Kamu, Theo dan sekarang Namtan. Katakan New aku harus bagaimana melanjutkan hidup ini tanpa mu? Aku merasa bersalah pada semuanya tapi aku terlalu takut untuk berubah.”

Tay menoleh karena tangannya ada air mata yang jatuh dan itu berasal dari istrinya, Namtan. Rupanya Namtan pun ikut merasakan pilu, ia menangis dalam diam.

“Maaf aku namtan. Maaf….” Tay pun membawa sang istri kepelukannya. “Tay, aku juga minta maaf padamu dan New. Maafkan aku tay” Tay melepaskan pelukan itu dan mengusap air mata istrinya.

Kediaman New Thitipoom

“Selamat pagi papa Theo yang paling tampan dan menggemaskan” Theo memeluk papanya yang sedang memasak sarapan. New tersenyum, “pagi adek, tumben banget udah bangun? Biasanya harus dibangunkan terlebih dulu kamu itu” Theo tidak menjawab dan hanya mencium pipi kiri papanya lalu duduk untuk sarapan.

“Menu hari ini vegetarian yeay! Ayo di makan adek, biar sehat.” Theo pun dengan ogah menyendok lauk pauk berwarna hulk itu, Theo tidak menyukai sayuran. Sangat tidak suka.

“Daun terus, daun lagi, Aku ini manusia papa, kenapa memasak sayuran terus? Adek tidak suka. Ini tidak ada rasanya, dan sangat pahit.” Theo mendumel tapi tetap saja ia memakan hulk itu, ia hanya tidak suka tapi ia akan tetap menghargai masakan papanya.

“Adek makan yang banyak. Katanya mau jadi kapten basket. Ayo ini papa sendok-an lagi” Theo hanya membiarkan papanya, sudahlah toh ini juga demi kebaikannya sendiri. Seharusnya dia bersyukur punya papa yang baik.

“Papa tidak makan?’

“Tidak, adek saja yang makan.” New membuka handphone dan melihat progrees kerjaannya. Sungguh melelahkan bekerja tanpa henti seperti ini, tapi ini demi dirinya dan anaknya biar tetap hidup. New adalah arsitek senior di kantornya.

“Papa makan, jangan sibuk terus. Luangkanlah waktu untuk makan sebentar. Papa, adek tidak suka kalo lagi di meja makan, papa malah tetap bekerja.”

“Nanti ya sayang, sedikit lagi”

Theo jengah, dan ia bergeser mendekat kea rah papanya dan menyuapinya. “makan papa, sudah ini adek saja yang suapin.” New tersenyum dan menerima suapan itu. “terima kasih anak papa yang paling baik ini” Theo mendengus, “memangnya anak papa ada berapa? Kan hanya aku saja, dasar”

“Ada Bryan, Camela dan Kevin sayang, hehe” New menyebutkan peliharaan kucing-kucingnya.

“Enak saja, aku disamakan dengan kucing sialan yang makan banyak, malas gerak seperti mereka, aku lebih tampan tau” Theo kembali menyuapi New.

New menurunkan kacamatanya dan mencubit pipi pria beranjak remaja itu dengan gemas, “tentu saja, anak papa Artheo Techaapaikhun yang paling tampan, baik dan gagah. Papa sudah kenyang, papa mau ke atas dulu, cepat habiskan makanmu dan berangkat sekolah.” New pun berlari ke atas, ia melupakan sesuatu di atas.

Theo hanya mengeleng melihat kelakuan papanya dan kembali memakan sarapannya.

Drrrttt

“PAPA, HANDPHONE MU BERBUNYI…..” tereak kencang Theo guna papanya mendengar,

“DIANGKAT SAJA ADEK, PAPA MASIH SIBUK MENCARI BARANG DI ATAS..”

’nomor tidak dikenal? Ah jangan-jangan pacar papa lagi ini, kena kau papa haha’ ucapnya pada diri sendiri, “halo, deng-“ belum sempat Theo bertanya, si penelpon sudah memotongnya, “NEW! Ini aku Namtan, kau masih ingat padaku?” ternyata penelpon itu adalah Namtan. “maaf, tapi ini bukan pa-“ lagi dan lagi ucapan Theo pun di potong,

“New, Tay…. Dia merindukanmu New, mau menemuinya sebentar saja? Kalian di London kan? Orang ku sudah memberitahu posisi kalian. Untuk alamatnya aku kirimkan segera!” Theo menegang mendengar nama tidak asing, ’Tay? Apa maksudnya uncle Tay? Aku harus menemui penelpon ini. Papa, maafin adek, adek hapus saja pesan ini. Adek sudah berjanji pada uncle Tay’ Theo langsung bergegas menuju alamat itu.