Kediaman orang tua Newwiee

KONTRAKTOR Batam | Bangun Baru, Renovasi, Pemeliharaan. : +62811 7700 678  (+WA): Kontraktor Desain | Pembangunan Rumah Mewah | Batam | 0811 7700 678

Deru mobil Lexus ikut berhenti ketika Tay memutar kunci kearah matinya mesin. New di sampìngnya duduk anteng dengan kaos simpel dan celana jeans selutut.

“Sudah sampai.” Kata Tay singkat dengan rem tangan di naikan dan seatbelt di lepaskan.

New hanya mengangguk dan bersiap keluar dari mobil. Sebelumnya ia sudah berpesan pada papi nya untuk menyiapkan kebutuhan kemah. Papi nya itu senang berkemah karena katanya menenangkan hati jika berkemah.

Ting

“MASUK AJA SAYANG GA DI KUNCI.” Teriak mami New sangat menggelegar dan berlari kearah pintu.

Kreett

Terdorongnya pintu kayu jati berlapis nuansa black-gold itu kedalam, suasana rumah ini New sedikitnya agak merindu karena sudah 4 bulan tak kemari.

Projects 3D Artworks | Gothic house, Luxury home decor, House design

“Adek, mami kangen. Sini sini peluk dulu.”

Pelukan itu cukup lama, papi juga ikut mengelus surai pucuk kepala New. “Anak nakal, mentang udah nikah, mami papi nya ga pernah di tengok.”

New hanya tertawa pelan. “Maaf.”

Sementara Tay spontan memeluk papi New sopan. “Apa kabar mantu? Sehat nak?” Tepukan itu mengenai lengan atas Tay.

“Sehat papi. Kalian sehat?”

Pria paruh baya yang sebenarnya masih berjiwa muda dan awet muda itu hanya mengangguk dan mengajak keduanya ke dalam. Sekedar mengobrol dan bertemu kangen.

“Di lanjut nanti ya pelukannnya, ayo ke ruang tamu semuanya.”


Strawberry

Susu

Puding

Pancake

Tersaji dengan cantik di ruang tamu yang bernuasa black-gold itu. elegan dan warna makanan manis tadi menambah cantik kilauan perpaduan warna disini.

“Di makan Tay, ini semua mami yang bikin loh.” Ujar papi bangga. Dia akan selalu bangga dengan istrinya, dan akan selalu bucin kalo kata orang generasi sekarang.

“Iya papi.”

“New, mau yang mana? Gue ambilin.” Sambungnya lagi.

“Gue bisa sendiri.”

“Yaudah iya.”

Tangan New mencoba meraih puding cantik itu disudut. Tangannya terlalu pendek untuk mengambil dan terlalu malas untuk bèrdiri.

Puding sudah di ambil, tapi bukan New melainkan sang suami yang berada dekat kudapan itu. Terulurnya tangan Tay menyerahkan puding itu pada New, tertangkap oleh papi dan mami New yang sedari tadi hanya melihat gerak-gerak muda mudi itu.

“Makasih pacar.”

“Eh.. maksudnya suami.” Kaget New dengan lontaran katanya sendiri terkekeh lucu. Aduh lupa banget. Ih dasar otak.

“Pacar? Itu panggilan kalian?” Tanya papi berpura-pura geli dan berdiri menaruh susu serta strawberry pada New.

Gerakan refleks itu membuat Tay tersenyum, dan menoleh ke New yang asik menyantap buah itu.

Anak ini sangat di jaga orang tuanya, kurang ajar jika suatu saat gue tanpa sadar ngelukain dia kan? Mulutnya penuh strawberry, matanya menyipit keasaman dengan buah itu. Lucu sekali lo Newwiee.

“Tay katanya New, kalian mau honeymoon di halaman rumah?”

“Iya mami.”

“Loh kenapa? Kan tempat wisata banyak Tay?”

“Eum... kita gamau terlalu buang waktu ataupun tenaga yang merepotkan, bagi Tay sendiri honeymoon bukan mengenai tempatnya, tapi kenangan itu sendiri. Baik aku atau New, kenangan kami di rumah. Aku sama New juga ga terlalu mengenal dunia, akan sangat canggung jika kami menghampiri tempat baru.”

Jawaban lugas, tepat dan padat Tay itu mau tak mau membuat orang tua New makin yakin dan tak pernah salah memilih menantu.

New? Dia mendengarkan. Kepalanya memang menunduk karena fokus makan, tapi tidak dengan raut wajahnya. Di balik tundukannya itu, dia tersenyum pelan.

Anak kita sayang, coba lihat. Pipinya bersemu.

Papi suka, jika Newwiee kita tersenyum. Karena itu indah.

eye-contact itu papi dan mami lakukan. Mungkin Tay tak melihat New saat ini tapi orang tua New sangat tau gelagat New.

“Kalo mami sama papi tanya, Tay kenapa ga berbaur sama dunia sayang? Bukankah kesepian?” Tanya mami New hati-hati.

Merepotkan.

Melelahkan.

Dan Tay tidak suka.

Tiga kata itu terlontar dari Tay. Orang tua New hanya mengangguk saja. Tak perlu di tanya jelas mereka tau, orang-orang seperti Tay diluar sana pasti ada dan akan selalu ada.

Tidak ada hal khusus yang melatarbelakangi sikap cuek seseorang, kadang kala manusia ada yang tercipta tak suka keramaian, tak suka kebisingan, tak suka ikut campur dan lain lain.

Beda kepala beda persepsi, tidak ada yang aneh akan hal itu. Semua pada porosnya masing-masing. Jadi yang berbeda bukan berarti aneh, hanya saja dia sedikit berbeda dari kebanyakan manusia lainnya.

“Papi, peralatan kemahnya mana?”

“Loh iya astaga papi lupa. Papi ambil dulu ya sayang.”

“Dasar huuuuu.” Spontan New menyoraki papinya.

Tay tidak melarang New mengatakan itu, sebagaimana kisah-kisah di novel biasanya di ceritakan. Tay tidak suka ikut campur dan New juga sudah dewasa pasti bukan maksud mengejek beneran.

“Tay mau?” New monyodorkan pancake.

Tay menggeleng.

“Mami mau?” Kali ini New menyodorkan lagi ke mami nya.

“Iya boleh, suapin mami sini. Aaaaa.”

“Ih manja banget. Yaudah aaaa.”

Enak.

Sangat enak.

Bukan karena dirinya yang buat, tapi mami New berpikir, suapan dari anaknya yang sangat jarang itu berlaku manis ini entah bertahan sampai kapan. Untuk kedepannya mami dan papi harus bersiap.

Papi datang dengan sedikit berlari, tangan kanan penuh peralatan tenda serta kiri untuk alas dan lain lainnya.

“Tay tolong bantu papi. Aduh berat banget ini.”

Tay bergegas berlari mengambil barang di salah satu tangan mertuanya.

“Banyak banget pi, ini semua di gunain?”

“Lah iya. Papi kan orang kaya jadi semua perlengkapan kemah, papi punya banyak tau.”

Tay hanya senyum ketika mertuanya menyombong, persis dengan sang papa di rumah yang sering sombong. Tay tak heran karena sudah terbiasa mendengar orang tua yang narsis ketika memasuki usia yang tak muda lagi.

“Kalian habis ini mau kemana lagi? Langsung pulang?”

“Iya.” Ujar Tay singkat.

“Dan Tay pergi lagi magang di kantor papanya.” Kata New sembari makan puddingnya.

“Salam sama kak rendra ya Tay.” Rendra adalah nama papa Tay.

“Iya papi.”

Drrttt

Handphone bergetar, seperti ada panggilan masuk. Tay ijin menerima panggilan itu dan sedikit menjauh dari ruang tamu.


Adrian dan Nina menatap anak semata wayangnya, ya itu adalah nama papi mami New.

Tatapan tulus bisa terlihat disana, melihat sang anak mengunyah makanan dengan riang, membuat sesuatu di sudut hati mereka menghangat. Entah momen ini kapan lagi terjadi, yang terpenting mereka bersyukur. Karena anak kuatnya itu mampu bertahan sampai hari ini. Rasanya pasti melelahkan dan sangat sakit, mereka bisa lihat itu dari New yang masih tak mau membuka diri pada dunia.

Tes

Air mata Nina jatuh begitu saja, membayangkan hidup sang anak selama ini, apakah dirinya egois jika meminta New hidup lebih lama lagi? Apa dirinya jahat jika meminta New bertahan dari semua ini?

“Mami jangan nangis. Adek gapapa.” Ujar datar itu keluar ketika melihat mami nya meneteskan air mata.

Bukan New tak simpati, bukan. Tapi dirinya sedang membuat benteng pertahanan agar tak ikut mengalirkan air mata. New tau orang tuanya tak suka melihat New menangis dan New juga tak mau di pandang lemah.

Simbolis mutualisme.

“Sayang, Tay udah tau?” Tanya papi singkat.

New menggeleng dan terus memakan buah strawberry itu.

“Adek takut.”

Adrian mengelus tangan anaknya.

“Belum nyaman ya?”

New menggeleng lagi. “Karena adek terlalu nyaman, makanya adek takut.”

Semua diam. Hening.

Semenit kemudian Nina berdiri dan mendekap sang anak. “Gapapa sayang. Gapapa. Semuanya pasti baik-baik saja. Ada mami, papi, Amaraa, dan yang lain. Gapapa.”

Pelukan seorang ibu memang menenangkan rasanya. Ketikan dunia tak berpihak atau takdir yang terlalu kejam, setidaknya ada ibu tempat berpulang. Saat dalam kandungan pun, ibu sudah melindungi kita. Sudah sepantasnya seorang ibu adalah gelar yang luar biasa. Ayah juga. Ketika matahari dan bulannya bersedih, sang ayah akan menjadi langit untuk keduanya. Langit menjaga matahari dan bumi dalam naungannya. Jika di gambarkan sekarang, New ada di pelukan Nina dan Adrian memeluk keduanya. Ini keluarga. Tempat mereka pulang.

“Jangan sedih dong, aduh papi nanti ikut nìh.”

Mau tak mau mereka tertawa sebentar. “Dasar perusak suasana.”

Selepas pelukan itu, Adrian bertanya hal serius pada New.

“Adek, setelah diagnosa seminggu lalu, ada ngerasa sakit ga sayang? Di bagian otaknya?”

New menggeleng.

“Ga sakit pi, cuman pusing aja kadangan.”

“Belum.”

“Adek beneran gamau kemoterapi atau operasi sayang?”

New diam. Jari ia remat, pertanda ia gugup.

“Newwiee sayang, jangan di remat jarinya nanti berdarah.”

Ingatkah kalian? New tidak boleh kegores atau berdarah.

“Mami, papi...”

“Iya kenapa? Mau ya sayang?” Balas sumringah mami.

New menggeleng. “Adek capek. Adek gamau lagi. Biar ini menjadi yang terakhir.”

“Iya gapapa. Adek boleh lakuin apapun yang adek mau.”

New menatap kedua orang tuanya, New kira mereka akan meneteskan air mata lagi, tapi New salah. Justru kini kedua orang tuanya tersenyum ikhlas.

Chuup

Ciuman kening dari papi membuat New menghangat dan sapuan lembut tangan mami di pipi membuat New tenang.

“Nuwi kami yang terbaik.” Ya, Nuwi adalah nama panggilan mereka untuk sang anak selain adek.

20 menit berlalu, Tay kini juga telah kembali keruang tamu. Telfon tadi dari mama nya.

“Eh udah selesai Tay?”

“Udah papi.”

New beranjak berdiri. “Tay ayo pulang.”

“Iya. Ayo.”

“Papi mami antar kedepan.”

Keempatnya pun berjalan keluar menuju mobil Lexus kepunyaan Tay.

“Hati-hati kalian berdua.”

“Iya mami, yaudah Tay sama adek pulang ya.”

Mereka hanya mengangguk dan mempersilahkan anak serta mantunya masuk mobil.

Deru mesin mobil terdengar, Tay membuka kaca dan berpamitan lagi. “Pulang ya mi, pi.”

“Iya sayang.”

Mobil pun melaju meninggalkan kediaman orang tua Newwiee.


Seminggu sebelum hari ini

Pov Newwiee.

Kenapa ingin tau cerita gue? Ga ada yang menarik, sungguh.

Datar

Kaku

Tak banyak bicara

Banyak penyakit pula

Kekurangan gue memang banyak, jika di jabarkan tak akan cukup gue ceritain. Saat ini gue lagi bareng mami papi nunggu antrian untuk masuk ke dalàm ruang dokter.

dr. Raka. Itu nama dokter yang menangani gue selama sakit, bisa di bilang dokter keluarga gue juga sih. Dirinya sedang sibuk jadi tak bisa mampir kerumah, jadi gue sama mami papi yang menemui dr Raka di salah satu tempat kerjanya.

“New Thitipoom, silahkan masuk.” Suara suster itu membuyarkan pikiran gue yang lagi melamun. Entah melamun tentang apa gue juga gatau, hanya senang melamun saja.

Aneh, iya gue.

Pintu di buka papi, mami mengenggam tangan gue menyuruh masuk. Ruangan ini kentara bau obat yang kental dan suasana yang dingin dengan berbagai perlatan stainless di sekitarnya.

“Hai jagoan.” Sapa dr Raka ceria. Dia memang ceria beda dengan gue yang ngomong aja remidi kalo kata Amaaraa.

Well, dia benar juga sih.

“Hai Adrian, Nina silahkan duduk.”

Kedua orang tua gue duduk dengan mengapit gue di tengah. Memangnya gue anak kecil apa? Hey gue bahkan udah punya KTP bahkan bisa menuhi syarat buat minjem di pinjol (pinjaman online).

“Halo dok.”

dr Raka memberikan hasil rontgen yang masih di lapisi amplop coklat. Itu pasti hasil diagnosa gue. sekarang apa lagi? Capek banget terus-terusan seperti ini. Jika bukan karena uang orang tua gue, keknya gue udah masuk tanah deh.

Ya gue bersyukur akan hal itu.

“New. Beberapa belakang ini kamu sering pusing ya? Sering demam juga?”

“Bukankah itu sering New alami dok? Kenapa bertanya lagi?”

“Maksud dr bukan itu New. Tapi pusingnya lebih kearah vertigo bukan?”

Gue berpikir, bener juga. Akhir-akhir ini gue sering sakit pusing yang bener-bener pusing sampe berdiri aja susah. Untungnya pas itu Tay lagi part time diluar.

Gue langsung mengangguk, mami senantiasa mengenggam tangan gue erat banget. dr Ŕaka membuka amplop coklat itu dan mengambil kertas di dalamnya.

“New. Berjuang sekali lagi ya jagoan? New pasti bisa.”

“New sakit apa lagì dok?”

“Tumor otak. Ada pendarahan pada otak kamu New. Karena kamu juga mengidap Hemophilia, yang dimana darah kàmu sulit berhenti atau membeku, itu juga menjadi faktor penyakit ini ada.” Sembari menyerahkan kertas itu.

Gue? Ga nangis kok. Udah biasa. Penyakit demi penyakit terus silih berganti datang ke gue. Dulu juga ada yang lebih parah dari ini, gue sempet kena kanker hati sampai-sampai Liver gue di ganti hasil donoran orang baik. Satu sembuh satunya datang. Siklus penyakit gue akan selàlu gitu terus, entah sampai kapan gue gatau. Bisa hidup sampai hari ini aja adalah sebuah anugerah dan keajaiban.

Gue, New Thitipoom. Anak tunggal di keluarga Thitipoom. Lahir dengan premateur serta bobot kurang dari 2 kg, ngebuat gue banyak kekurangan. Sangat banyak.

Saat gue lahir, gue udah menyandang kelainan pada fungsi lobus temporal dan lobus oksipital gue. Lobus berada di otak gue sederhananya. Lobus temporal gue ga bekerja dengan sempurna, lobus satu ini sejatinya terletak di kedua sisi kepala yang sejajar dengan telinga. Bagian otak besar yang ini bertanggung jawab terhadap fungsi pendengaran, memori, dan emosi. Kerusakan pada lobus temporal dapat menyebabkan masalah pada ingatan, persepsi ucapan, dan kemampuan berbahasa. Untungnya emosi serta pendengaran gue masih bagus, hanya berdampak di memori aja.

Hal ini pula yang mendasari gue kenapa sèring lupa hahaha. Bagian dari diriku berbeda dari manusia lainnya. Strawberry yang katanya membantu meningkatkan kualitas memori pun seperti tidak ada efeknya bagi gue. Entàh karena ketidaksempurnaan gue terlalu parah atau memang ahli yang meneliti buah itu berbohong? Gue juga ga tau. Tapi ya, tetap saja gue terus memakan buah itu. Karena setidaknya ada 1 memori yang ga boleh gue lupain, yaitu memori tentang Tay Tawan.

Semua boleh menghilang, tapi tolong jangan ingatan tentang Tay Tawan.

New mencintainya. Iya gue. Untuk pertama kalinya. gue  mengaku mencintai seseorang. Yang dulunya seakan hal mustahil, kini pria itu datang pada gue setelah berbagai badai yang datang.

Sedangkan lobus satunya yaitu lobus oksipital yang terletak di otak bagian belakang. Bagian otak besar ini berguna untuk membantu gue mengenali objek lewat indera penglihatan dan memahami arti kata-kata tertulis. Ya harusnya fungsi itu mampu berjalan baik, tapi tidak dengan gue. Hanya sebagian yang berjalan, sedang laìnnya tidak. Gue di umur 3 tahun di diagnosa tim dokter bahwa gue gabisa membedakan warna, dan di umur 7 tahun gue semakin parah. Bukan hanya ga bisa bedain warna, tapi gue juga di diagnosa mengidap penyakit Monochromacy atau bisa disebut, dunia di mata gue gaaada warnanya hanya bercorak hitam putih cenderung abu abu.

Banyak ya penyakit gue? Haha. Yasudah mau diapakan lagi? Kehendak Tuhan gue bisa apa?

Baru beberapa bulan gue ngerasa bahagia, tapì kini semesta lagi dan lagi merebut kebahagian gue. Sepertinya mengidap Hemophilia, lobus-lobus yang ga berkembang dengan baik dan penyakit langka Monochromacy itu belum cukup ya?

Sekarang, bertambah satu yaitu Tumor otak. Marah? Bahkan gue lupa cara marah itu bagaimana? Menangis? Oh itu makanan gue sehari-hari. Sudah kebal.

Gue Kecil dulu sering sakit, di bully, di bilang aneh, di jauhin dan lain-lain. Padahal gue cuman mau hidup. Ga lebih.

“Dia aneh jangan di temani.”

“Hey, dia yang kemarin kejang kan ya? Kok masih hidup?”

“Jangan dekat-dekat dengan dia, dia anak orang kaya. Di bully nanti kita sama dia.”

Kata-kata itu memutar di ingatan otak gue. Rasanya sakit, sangat sakit. Bukan keinginan gue kalo gue mengidap penyakit, lahir premateur dan anak orang kaya kan?

Kalo bisa, gue cuman mau minta lahir di keluarga biasa dengan sehat. Itu aja. Tapi kan itu ga bisa. Terus salah siapa? Tidak àda. Hanya saja, seharusnya gue memang ga perlu di lahirin dan di perjuangkan semasa mengandung.

Karena gue, mami berhenti jadi model, waktunya terbuang percuma hanya untuk mengurus Si kecil New yang sering sakit-sakitan.

Kini, papi dan mami hanya memeluk anak semata wayangnya tanpa sepatah kata. Elusan di rambut gue itu sarat akan ketulusan, gue bisa menyadari itu. Mata papi menatap gue penuh ketulusan.

“Sayangnya papi. Jangan takut. Kita disini. Keluarga Newwiee disini sayang.”

Gue hanya mengangguk. Tapi, air mata sialan itu ikut terjatuh.

“Indah. Anaknya mami akan selalu indah. Meski nanti New memucat atau rambut New rontok mami sama papi ga perduli. Karena kita keluarga.” Hati gue menghangat memdengar itu dari mami. tak tau juga kenapa.

Dan untuk Tay, suami gue 4 bulan ini, gue seneng di sisa akhir hidup gue, gue bisa ketemu sama lo. Gue janji, gue akan ngebahagiain lo di sisa hari-hari terakhir gue.

Contohnya, bulan madu atau orang menyebutnya Honeymoon.

Flashback berakhir.

— bersambung (cieee salah nebak)

[ Ketik 1 untuk happy ending, 2 untuk angst, yang minta coret 🔞 gausah di temenin. ]