Malam hari waktunya jutaan manusia bahkan miliran mahluk rehat dari segala aktivitasnya, tak terkecuali bagi seorang wanita yang sedari tadi merapal doanya yang senantiasa mencoba bersyukur sudah mampu melawati hari yang penuh akan kisah didalamnya; luka, bahagia dan ketidakpastian pada hadiah—entah hadiah atau kesengsaran, wanita itu tak bisa memastikannya, karena garis tipis diantara dua kata itu terlampau dekat dari semesta yang kian hari kian menyesakan baginya untuk melewati hari-hari peluhnya.

Wanita itu No Aeseol Alexandra. Hanya mahluk bumi biasa yang bahkan tidak ada spesial-spesialnya di mata mahluk lain—bahkan kucing pun enggan berada dalam naungannya

Panggil saja dia Noae. 

Rembulan renjana yang terus meninggi di langit mulai masuk  bergelung diantara padatnya bintang dan dinginnya malam itu menjadi saksi jika Noae tak rehat malam ini, melainkan dia memaksa tubuhnya untuk meraih asa demi hari-hari ke depan dia tak perlu mengeluh akan aturan dunia—semua mahluk harus mencari makan untuk hidupnya. Baik itu manusia, hewan atau mahluk yang tak pernah kita jumpai di semesta yang luas ini.  Noae mengharapkan asa itu pada seorang tuan dengan aura tegas kentara dan perawakan sempurna—yang terhormat King of Talaswera, Bumantara Sachio Adelio.

Raja yang memimpin negara ini, negara yang berdiri sejak 500 tahun lalu, Talaswera. Negara yang luas, dengan kempimpinan tegas monarki di era modern, sang raja; Bumantara Sachio Adelio yang sudah memimpin 10 tahun menganggantikan raja terdahulu—atau bisa juga disebut menganggantikan tahta ayahnya Adelio Romsaithong VI.

Don't worry, i'm not gonna hurt you. Alexandra.” Suara dalam dengan aura yang tenang namun tegas itu keluar dari mulut sang raja. Tangannya menyapa bagian dari diri Aeseol, tatapnya meneduh, dan—god damn it, wanita itu terbuai akan kelembutan yang diberikan sang tuan padanya.

“Panggil saja aku Noae, Tuan. Aku membenci nama yang kau sebutkan barusan.” Sang raja mengangguk.

“Noae. Bernapaslah.” Disapanya wajah wanita itu dengan lembut, tak ada ketergesaan di sana. Sejenak sang raja hanya melihat Aeseol yang terus memejamkan mata indahnya. Ditepuk pelan pipi halus itu, “Bukalah. Aku tidak akan menyakitimu.” Tutur Sachio tidak pernah selembut ini dengan siapapun.

Bibir sang Tuan agung sudah mendekat ke telinga Aeseol, “Nirwana-ku telah datang, aku menunggumu luluh seakan menunggu ribuan tahun. Kau di depanku, langitku. Terima kasih telah menerimaku, Noae.” Tangan itu mengelus tanpa permisi, memupuk endorfin yang terus menguar disela tergugupnya wanita itu, ludah menjadi saksi betapa gugupnya wanita itu.

***

Jubah kebanggan sang raja dan kain lusuh milik Aeseol telah terbuka, kulit itu saling bersentuhan, gemercik ragu akan raja yang jijik pada wanita biasa itu tak ada. Sekalipun lahir dari kubangan rendahan, jika kau adalah berlian bagi raja, maka kau tetap bersinar dan indah. Sachio sudah gila akan prensensi keindahan milih Aeseol, wanita yang sejak dulu ia kejar, kini menyerahkan dirinya tanpa paksa. Beludru mewah itu menjumpai lantai dengan kegagahan Sachio membawa putri cantiknya dalam gendongan.

“Yang tercantik, tuan putri-ku Noae. Terimalah aku sebagai pria-mu untuk malam ini. Aku menyerahkan cinta ini dengan penuh kehati-hatian agar tak melukai langitku.” Dikecupnya bibir tipis Aeseol dengan pelan. Tidak pernah seorant raja mendongak pada siapapun, namun kini pria itu mendongak guna mengecup wanitanya dalam gendongannya.

Sudah tak tahu malu, wanitanya lebih menyilaukan dibanding sang ratu bergelimang riak perhiasan dan cantiknya paras itu tak bisa disandingkan dengan wanita sederhananya Bumantara Sachio Adelio.

No Aeseol Alexandra, terus merapal doa rengkuh aku, ajak aku, gunakan aku, dengan semesta yang menyaksikan, aku berdoa dalam dosaku mengharap dia, dia yang kusebut matahari di musim semi Bumantara Sachio Adelio. dalam ketergesaannya mencapai afeksi yang biasanya dimainkan oleh dua orang tanpa balutan sehelai benang pun—what they called? Having sex?

Aeseol pikir itu benar. A having sex with the king of Talaswera.

Keduanya menabur panas, seperti bara yang siap menghujam dalam meriam perang, bersiteru dengan keadaan yang gila, mustahil dan kubangan dosa, keduanya runtuh dihadapan sang dewa cinta. Raja jatuh hati pada wanita kelas rendahan biasa—bahkan nama Aeseol tak ada dalam susunan kemewahan manapun, dia benar-benar No Aeseol Alexandra yang biasa. 

No Aeseol Alexandra, juga jatuh hati. Jika dulu ia ingkar, maka malam ini, dia tulus mengatakan, dia mencintai pimpinan negeri ini, tak main-main, Aeseol jatuh hati pada sang raja — yang terhormat your majesty Bumantara Sachio Adelio.

Tongue! don't do that.

But i want this do that. C'mon. I wait you inside me, cigarates are bored, Chio.” Aeseol sudah meluruhkan jarak dan menghilangkan kesopanannya pada sang Tuan, pemimpin negri ini.

Sachio smirked and take his precious at a hug from king. Dia No Aeseol Alexandra, nyaman dalam pelukan Sachio tanpa sehelai benang apapun, rapal doanya telah usai, ia menyerah, ia kalah. 

Touches me, i'm yours king.

Sure, Noae.”

They're kisses inch by inch, skin by skin, the sexual tension are high level when Sachio—mencumbu permatanya, kesayangannya. Tepat di leher, bibir, bahkan dada Aeseol sudah mengembung, tangan sang raja terus menggoda tanpa henti dan Aeseol pun runtuh.

I swear to god, i love you Aeseol*.”

Everyone loves you king, so do i

“Huh what?” Tanya sang raja dengan mata tegasnya namun teduh, tangannya tak henti meraba lembut pipi Aeseol.

It means, i love you too Sachio.”

Diakhir asa seorang No Aeseol Alexandra, dia mendapat lebih. Bukan hanya bisa makan apapun, dia berangkat dari warga biasa dan kini menjadi—his lover of king Talaswera.  Sejarah hanya ditulis oleh pemenang dan itu No Aeseol Alexandra. Kekasih dan permatanya raja.

Yes she is. She did it.

Keduanya melebur dengan dengan garis hidup yang mereka buat, rapal doa Aeseol telah usai sejak tadi, sudah mengaku kalah dan berdosa.

Dalam ketidaksucian hamba, tolong sampaikan pada Nirwana— bahwa aku tak menyesal mencintai seseorang yang kusebut tuanku dan matahari musim semi ku.

Aeseol my precious, sapa sanjungku untukmu yang terkasih dan mengisi hati tuanmu ini. Bawalah aku, kekasihku. Aku berdosa bersamamu. Itu asa tuanmu.**

— tamat..