Tawan benar-benar datang menemui New dikelasnya, New kira Tawan hanya bercanda, ternyata dia memang serius dengan kata-katanya.

Seantero kampus tau sosok Tawan tapi tidak ada yang tau jika Tawan punya teman dikampus ini, apalagi orang itu New? Yang sama misteriusnya dengan Tawan. Kedua orang itu dikampus memang dikenal misterius, pendiam, bahkan ada yang menjuluki Tawan itu bisa bicara atau tidak? Karena tak pernah mereka dengar sang kapten basket itu bicara. Kalo New terkenal karena anak pemilik kampus, sekaligus mamanya direktur kampus ini.

Hal di depan ini banyak mendapat sorot mata disekitarnya karena ini adalah hal langka. Tawan tampak menunggu New yang sedang berberes dalam kelas.

“Hai, gue Tawan.” Suara renyah Tawan akhirnya bisa terdengar dikampus ini.

“Lo bener-bener ke sini Wan? Sinting juga.” Dan ini suara New yang mereka juga jarang dengar.

Ketika Tay dan New berjalan tak sedikit sorot mata menonton mereka layaknya sebuah Film, ada yang merasa ini aneh, ada juga yang kagum, ada yang sinis dan lain-lain.

“Mereka ngeliatin kita, maaf ya Wan.”

“Bukan karena lo kayaknya, tapi karena gue kayaknya haha, ayo parkiran.” Tawan refleks mengenggam tangan New dan sedikit berlari kearah parkiran gedung fakultas hukum.

New? Dia bingung tapi ya dia ikut saja lari. Menjadi sorotan itu tidak enak, hanya karena menjadi berbeda bukan berarti kita layak diperlakukan beda juga, makanya New juga buru-buru agar tak terlihat dimata siapapun.

Setelah berlari 3 menitan kini mereka sampai parkiran.

“Maaf New gue refleks, gue ga suka jadi sorotan.“  Tawan refleks melepas genggaman itu tapi New malah senyum terlampau indah.

Tawan suka senyum tulus itu,

Tawan terdiam melihat refleksikan cahaya remang yang kian menyatu dengan wajah tersenyum New,

Cantik, sangat cantik ketika sinar matahari yang mulai turun dan hembusan semilir angin itu menyatu di wajah New.

“Ah itu gapapa Wan. Gue juga sama ga suka jadi sorotan.”

Tawan diam.

“Tawan, hey lo ken—”

“Lo indah.” Sambar Tawan yang juga senyum dan memindahkan beberapa anak rambut New yang menutupi dahinya.

Sekarang New yang diam.

“Lo pake pelet ya New?”

“Sembarangan, udah ayo ke motor lo Wan.”


Sebenernya mereka juga tidak tau mau ke mana, semua ini karena ide gila Tawan yang menjemput New dikelasnya. Sudah sejam mereka keliling kota ini tanpa tujuan. Langit bahkan sudah mulai menggelap.

Sejam di motor membuat mereka mengalami banyak kejadian, dari yang kena lampu merah, ngejar lampu hijau, tertawa dengan konyol, bercerita hal receh, melihat suasana kota bahkan mereka juga sempat hampir kena tilang.

Semua hal itu tak pernah sebelumnya mereka lakukan, jangankan itu teman saja mereka tidak punya. Mereka hanya tak mau berteman dengan orang yang hanya penasaran tentang diri meraka.

“TAWANNNN BERHENTI! LAMPU MERAH WANN AAAA JANGAN DITEROBOS LAGI.” Suara nyaring New sembari menepuk bahu Tawan kencang.

“Oke oke kalem New ini gue berhenti kok haha, budeg ini telinga gue.”

Brukk

Ya itu suara geplakan New ke helm Tawan, “Gue masih hidup ya Wan, sia-sia dong obat gue minum kalo mati pas lagi motoran sama lo ya.”

Lihat, bahkan Tawan tak penasaran kenapa New menyebut obat, jika itu orang lain tentu saja New akan ditanya segala hal. Ini yang buat mereka saling nyaman cerita karena mereka sama, walau terlihat berbeda di pandangan orang lain.

“Wan, beli ikan yuk di pasar malem, mau?”

“Serah lo deh, tapi baliknya makan dulu gue laper.”

New hanya mengangguk.

“Wan”

“Hm”

“Nanti beli ikan yaa di pasar malem.”

Tawan melihat spion sebentar, “Iya. Banyak juga ayo.”

Setelah hal itu Tawan tersenyum masih melihat spion, New sesekali melihat sekeliling jalan raya ini, tatap kagumnya seolah tak pernah keluar rumah, melihatnya menjadi candu bagi Tawan.

“Lo suka ikan apa New?”

“Ikan koi, ikan mas, ikan cucut, ikan teri juga suka soalnya enak.”

“Ga sekalian ikan asinnya? Padahal enak banget sama nasi anget campur sambel.”

“Ga suka sambel, nyakitin soalnya.”

Beberapa waktu hening. Hanya semilir angin dan kelap-kelip lampu jalan yang menemani mereka.

“Tawan, nanti beli ikan ya.”

“Hm”

“New itu pasar malemnya, siapin deh listnya mau beli ikan apa aja.”

“Okeyy siap.” Sesekali membenarkan helm yang menengelamkan kepalanya.

Setelahnya mereka sampai dan menuju stand ikan hias di sana. Tatapan binar New melihat sekumpulan mahluk licin itu seperti anak kecil mendapat mainannya.

“TAWAN BURUAN JALANNYA.”

“IYAAA”

Sebelum ke stand ikan hias, Tawan tadi sempat membeli jaket disekitaran situ.

“Buat lo.”

New menoleh dan menerimanya dengan senang, “Terimakasih Tawan. Ayo sini duduk liat deh mereka gemes banget kan.”

Tawan duduk di kursi bergambar pororo pendek itu “Lo beli berapa?”

“Bentar gue liat uang cash gue dulu, gue jarang bawa uang cash soalnya suka lupa.”

“400 500 lima ratus empat puluh... banyak juga.”

“Tawan menarik selembar uang nominal Rp 100.000 segini aja cukup New. Sana pilih ikannya.”

New hanya mengangguk dan menyerahkan uang selembar itu dengan riang, “Bang kalo 100 ribu dapet berapa ikan mas ya bang?”

“5, adek mau beli?” New mengangguk. Ya iyalah masa mau dagang dimari.

Penjual ikan hias pun membungkus ikan-ikan lucu itu, “Bang aquariumnya berapa? Sekalian aja ih sama tempatnya. Kasian gaada udara gitu”

Tapi New, ikan kan ga punya paru-paru? Gimana kamu ajalah dek

“Kalo sama ini mah 300 ribu dek, adek mau?”

Bukannya menjawab malah menoleh kearah Tawan seolah minta ijin.

“Kenapa?”

“Ituuu aquariumnnya Wan...”

“Lo ga minta gue bayarin kan?”

“Sembarangan, bukan itu. Tapi...”

“Tapi apa New?” Tanya Tawan sesekali membenarkan jaket New.

“Kita bisa bawa aquariumnya ngga? Kan kita naik motor tadi.”

“Bener jugaa, beli yang kayak gelas wine aja New. Abangnya jual juga tuh.”

“Oh iyaa ya.”

New urungkan niatnya membeli 5, dia hanya mau satu saja karena aquarium itu telalu kecil untuk 5 ikan.

Setelah berkutat dengan ikan selesai, kini mereka lapar dan berniat makan bubur ayam disekitaran pasar malam itu.

New membawa aquarium bulat itu dengan lucu, mulutnya tak berhenti bilang bahwa ini kesukaanya. Bahkan New berniat menamai ikan ini New junior karena saking sukanya.

Entah suka ikannya atau suasananya, New tidak begitu mengerti.

“New makan dulu, baru urusin ikan lo lagi.”

New hanya menyengir dan memindahkan si oren itu ke samping.

“Eumm enak, mama harus tau makanan di sini enak pokoknya, Wan nanti bungkus ya buat mama.”

“Iya.”

Setelah 20 menit, mereka selesai dan New pun minum obatnya.

Sebenarnya Tawan tidak terlalu lapar, hanya saja ia ingat New selalu bicara obat, jadi Tawan pikir New harus makan dulu sebelum minum obatnya.

Selang 10 menit, New mengeluarkan obatnya lagi, kali ini Tawan cegah karena New sudah meminumnya.

“Ayo pulang New.” Alih-alih mencegah dengan bilang New sudah minum itu, malah Tawan mengajaknya pulang.

“Bentarrr dulu gue belum minum obat ih, Tawann bentarr. Bantuinn bawa ikan gue dong”

“Ayoo New buruan, bentar lagi hujan.” Tawan mulai menjauh sedikit berlari.

“Aduh iya-iyaa ayo pulang.”


“Tawan makasih ya.”

“Buat?” Jawab Tawan singkat sembari melihat jalanan.

New buang muka ke samping, kebetulan di samping ada sungai terbentang luas dengan kelap-kelip lampu di sana. Tepatnya mereka di jembatan sekarang.

New tidak menjawab.

“Pegangan New, gue mau ngebut bentar lagi hujan.”

“Iya.”

Tak lama gerimis pun turun saat Tawan sampai dirumah New.

“Wan pake dulu aja mobil gue, hujan gini loh.”

“Gapapa, gausah New. Gue balik ya.”

“Tawan bentar....”

“Pake jaket, kan lo tadi udah lindungin gue, sekarang gue yang lindungin lo.” Lagi dan lagi New senyum terlampau indah, lama kelamaan Tawan semakin dibuat candu dengan senyum itu.

Sebenarnya New tau Tawan perhatian padanya, hanya saja New bingung harus meresponnya seperti apa. Karena ini adalah hal baru baginya.

“New ga per—”

“Pake Tawan. Udah mau hujan, bahkan gerimis sekarang.” Paksa New dan memakaikan jaket tebal itu.

“Makasih New. Gue balik ya.”

“Hm”

“HATI-HATI PULANGNYAA TAWAN.”

Suara derum motor pun semakin menjauh dan menyisakan New di sana dengan aquarium bulat kecil terisi satu ikan mas itu menatap Tawan pulang.

“Makasih Tawan, buat semuanya. Makasih  karena lo ga nanyain hal itu ke gue, makasih karena lo punya cara sendiri buat gue ga minum obat gue lagi, makasih buat jaketnya dan makasih juga buat waktu lo, gue jadi tau rasanya punya temen ternyata gini.”

Tanpa sadar New meneteskan airmatanya, dan masuk ke dalam rumah.