Tanpa Facebook, Instagram, dan Whatsapp

Pembekuan media sosial yang sering dianggap sebagai dalang di balik cepatnya hoax dan ghibah beredar di masyarakat mengingatkan saya pada sebuah ceramah tentang bulan Ramadhan.

Diceritakan bahwa di bulan Ramadhan, para setan dibelenggu supaya tidak mampu menggoda umat manusia.

Namun, apa iya umat manusia tanpa kehadiran syaithon nirrojiim ini lebih baik?

Kalau dari yang sejauh mata saya memandang sih...nggak juga.

Ada yang lebih baik memang, tapi yang pancet ae maupun yang lebih buruk ya nggak tambah sedikit.

Saya jadi mikir. Dulu setan sering menjadi kambing guling hitam ketika umat manusia melakukan kekhilafan, kenistaan, dan kedustaan.

Mudah sekali mereka merasa 'digoda setan' sebagai dalih ketidakmampuan mereka mengendalikan diri. Padahal mungkin...mungkin lho ya, setan itu ya lagi nggak ngapa-ngapain, cuma cangkrukan di warung kopi langganan, nyeruput secangkir kopi lethek sambil mikirin cara gimana menggoda para alim ulama.

Terus kamu, yang sholat aja enggak, puasa ogah, ngaku-ngaku lagi digoda setan?

Setan juga nggak senganggur itu juga sih nggodain kamu. Nggak level.

Sama halnya dengan setan, media sosial yang selama ini jadi candu dan dalih ketidakproduktifan seseorang, kurangnya perhatian dengan keluarga karena terlalu asyik dengan gadget, dan label-label miring lainnya.

Sekarang, media sosial ini lagi dibekukan. Sekarang kamu sudah nggak bisa lagi males-malesan, karena keasyikan main Facebook atau stalking IG si mantan.

Kalau kamu masih malas, ya emang dasarnya kamu malas.

Kesimpulannya

Jangan suka cari kambing hitam, belum tentu kambing suka sama kamu mantanmu aja ninggalin kamu. Mulailah berbenah diri dan mari jadikan Ramadhan kali ini penuh arti.