write.as

Kebun teh. "Jalannya lihat ke depan, bukan ke muka aku." "Ih sama aja, Wen, kamu kan masa depan aku." "..." Beberapa menit kemudian. "Ini mau jalan sampai mana ya, Wen? Di sini juga udah sepi." "Siapa juga yang nyari tempat sepi?" Wendy segera melepaskan tangan Irene sebelum memandangi hamparan kebun teh di hadapannya. Telinganya memerah & dalam pikirannya, dia pun mulai berhitung lagi.. 11 x 11 = 121! "Yah, kok dilepas sih tangan aku," gerutu Irene yang masih memandangi wajah Wendy. Mau itu kebun teh ataupun kebun duit, saat ini dia tidak peduli (maklum bucin). ... ... "Jadi, aktivitas kita di sini tuh diem-dieman sambil mandangin dedaunan ya, Wen?" Tanya Irene beberapa menit kemudian. "Aku lagi mikir. Kamu bebas mau ngapain. Sana hush, hush." "Aku pikir kita mau ngedate, kalau ngelakuin hal masing-masing ya mending aku caper ke mama kamu di vila." "Ya sudah, sana balik. Itupun kalau kamu tahu jalan baliknya, kamu kan buta arah," ucap Wendy sedikit meledek. "Hish ga usah diperjelas dong kalau aku suka nyasar! Do something please, aku bosen berdiri di sini." Wendy menghela napas. "Mau ngapain?" "Hold me, kiss me, maybe?" "In your dreams, perv." Wendy memutar bola matanya, tapi dalam hati deg-degan juga. Aduh, masa harus berhitung lagi! Batinnya. "Bercanda kali, Wen. Gitu aja emosi." Irene tersenyum sambil menggaruk pipinya. "Banyak nyamuk nih, balik yuk?" "Minimal sejam lah kita di sini." "Hah? Kita mau bengong sejam?" "Ga lah." "Terus?" Irene mengerutkan keningnya. "Aku ga liat ada yang bisa kita lakuin di sini." Lalu mata Irene menangkap sebuah sungai kecil di kejauhan. "Jangan bilang kamu mau main di sungai? Ngga! Ngga mau! Dingin, plus aku ga bisa berenang!" Wendy tersenyum kecut. "Ya kali aku mau nyebur sungai sore-sore gini." Sembari memetik selembar daun teh dia pun menambahkan, "Bukannya kamu minta ditembak?" "Eh? Ehhhhhh?" Irene mundur selangkah. "Tunggu, tunggu, aku belum siap!" "Ha? Bukannya kemarin kamu pengen buru-buru ditembak?" "Maksudnya tunggu 3 menit, aku mau menenangkan hati dulu." Ekspresi Wen -> (=_=) ... ... "Ok, sekaranf aku udah siap!" Irene menangkupkan kedua tangannya di pipi sembari tersenyum lebar. Matanya berbinar dipenuhi kebahagiaan (belum juga ditembak). "Ada 2 hal yang mau aku sampaikan ke kamu, yang pertama kamu sudah tahu, yang kedua, kamu janji dulu ga bakal over reaction ya?" Irene menganggukkan kepalanya. "Janji!" "Ahem." Wendy berdeham sembari mengepalkan tangan di depan bibirnya. Telinganya memerah karena malu (dan kedinginan) "Kamu bisa ngeliatnya biasa aja? Atau liat kemana gitu?" Ditatap Irene seperti itu, Wendy malah semakin nervous. "Lah masa aku ngeliatin daun teh? Ayo cepetan." Wendy menggigit bibirnya sebelum menutupi mata Irene dengan telapak tangannya. "Ah! Wen ... kok-" Irene hendak protes, tapi tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang lembut di bibirnya. Sedetik kemudian, tubuhnya pun ditarik ke dalam sebuah pelukan yang hangat. "Aku sudah cium kamu. Sekarang kamu ga bisa nolak aku," bisik Wendy pelan, wajahnya terasa panas, dia tidak sanggup menatap Irene. Oleh karena itu, dia memilih untuk memeluk gadis itu. Di sisi lain, Irene mengerjapkan matanya. Sepertinya terlalu syok. Wendy mengeratkan pelukannya. "Sorry, butuh waktu berbulan-bulan buat nyatain perasaan aku, bukannya aku mau mainin perasaan kamu, tapi aku mau mengenal kamu lebih dulu. Semakin kenal dekat malah semakin aneh, tapi entah kenapa aku suka keanehan kamu. Jadi pacar aku ya?" "..." "Ren?" Wendy bertanya lagi karena Irene masih terdiam. "Aku sudah cium kamu loh. Kita mau pacaran apa ngga nih?" "MAU!" Irene yang tersadar dari rasa kagetnya segera memeluk balik Wendy. "Ya ampun! Ya ampun! Aku mau nangis! Mau pingsan!!" Irene mengusap matanya yang mulai memanas. "Akhirnya Wen, akhirnya kamu membalas cinta aku!" Wendy menepuk pundak Irene pelan. "Jangan pingsan dulu, masih ada yang mau aku bilang lagi." "Tunggu 3 menit, aku mau nangis bentar huhu." "Hish, 3 menit lagi." Wendy mendengus, tapi tangannya tetap mengusap punggung Irene untuk menenangkan gadis itu. ... ... "Okay, kamu mau bilang apa?" Tanya Irene yang masih berada dalam pelukan Wendy. Ini bisa masuk rekor MURI, karena mereka sudah berpelukan selama 10 menit 59 detik. "Inget ya, kamu sudah janji tadi." "Iya, ga ada hal yang bisa bikin aku syok lagi di dunia ini. Aku bahagia!" "Hmm." Tangan Wendy kini mengusap rambut panjang Irene dengan lembut. "Mulai semester depan, aku double degree di Kanada selama 2 tahun." "..." "Ren?" "HAHAHA, becanda kan ya ini?" Tanya Irene sambil mendorong tubuh Wendy agar mereka bisa saling bertatapan. Mata Ren bertemu dengan mata serius Wen. "Aku serius." "Wen, semester depan kan tinggal sebulan lagi!" "Ngg, iya, makanya aku galau mau nembak sekarang apa tunggu balik dari Kanada, tapi setelah dipikir-pikir ngapain aku tunda-tunda ... eh, eh aduh, kok aku dipukul sih?!" Irene memukul pundak Wendy berkali-kali sambil menangis tersedu-sedu. "Tadi katanya ga ada yg bisa bikin kamu syok lagi di dunia ini?" Wendy mengangkat tangannya untuk melindungi diri. "Hey, stop, stop!" "WENDY KAMU BODOHHH!!!" Jeritan pilu Irene pun menggema di kebun teh, mengagetkan Ibu-ibu pemetik teh yang berdiri di kejauhan. ***