meant to be

Kael melajukan motornya dengan kecepatan penuh, pikirannya tidak karuan, sudah lama sekali sejak kali terakhir dia merasa sangat resah seperti ini. Dengan keringat dingin dan air mata yang sebentar lagi akan menetes, Kael mencoba untuk tenang.

Kael mulai memasuki perumahan yang sepi juga gelap, tidak ada banyak lampu di sekitar. Hatinya semakin gundah, tanpa ia sadari dia sangat mengkhawatirkan gadis itu.

Dia bisa melihat sebuah motor berwarna hitam terjatuh dari pandangannya. Kael mematikan mesin, dan berlari ke arah Aubree.

“Ayo naik, kita ke rumah sakit sekarang!” Kael membantu Aubree berdiri.

“Nggak mau,” lirihnya.

“Nggak usah ngeyel sebelum luka lo tambah parah,” tegas Kael.

Aubree menatap mata Kael dengan hangat, dia bisa merasakan perasaan Kael yang tidak menentu, gelisah, khawatir, sedih, dan tampak memikirkan kejadian di masa lalu. Semua itu terlihat sangat jelas di mata elangnya.

“Sebenernya gue malu ngomong ini, tapi gue nggak berani di suntik. Bukan takut, nggak suka aja. Gue nggak papa, El.” jelas Aubree dengan hati-hati.

“Terus lo mau gue biarin terluka kayak gini? Gue masih manusia, punya rasa iba, Aubree.” lontar Kael dengan nada tinggi.

Jleb

Kata-kata itu mampu membuat Aubree membisu. Rasanya sebuah anak panah menusuk jantungnya. Dia pikir Kael benar-benar khawatir akan dirinya. Salah sendiri, ia terlalu berharap pada hal yang tidak pasti.

“Bri, demi kebaikan lo.”

“Gue mau pulang aja deh. Nanti gue minta mbak Ila obatin. Di rumah gue ada P3K. Gue ngga mau ngerepotin lo,” sahut Aubree menolak halus.

Kael terdengar menghembuskan napasnya dengan kasar.

“Lo kenapa sih selalu nolak saran dari gue? Ini bukan buat gue tapi buat lo, Aubree. Tinggal bilang 'iya' apa susahnya? Lo nganggep gue apa? katanya temen? Tapi sikap lo seolah-olah gue orang asing. Jangan bikin gue bingung, bri.” bentak Kael.

“Gue mencoba jadi temen yang baik buat lo, Bri.” lanjutnya.

Hujan mulai membasahi wajah cantik Aubree. Sungguh, dia sangat tidak bisa di bentak satu detik pun.

“Lo yang bikin gue bingung, El. Lo selalu nyuruh gue buat ini itu tanpa menjelaskan apa alasan di balik semua itu. Lo pikir gue bakal paham dengan sendirinya? Nggak, El. Gue nggak se-genius lo yang bisa memahami tanpa mendengar penjelasan. Tanpa lo sadari, lo sendiri yang nganggep gue angin lewat, El.” akunya.

Keduanya sama-sama terkejut oleh perkataan masing-masing, lebih tepatnya tidak menyangka.

“Sorry, harusnya dari awal gue nggak berteman sama lo. Sekarang, kita pulang dulu, gue obatin luka lo. Abis itu kita makan corndog ya?” ucapnya dengan lembut.

Aubree mengangguk setuju lalu menaiki motor Kael dengan hati-hati.

Motornya melaju pelan, membuat suasana sekitar menjadi dingin dan sunyi. Di tambah tidak ada motor dan mobil yang berlalu lalang membuat suasana sangat mendukung mereka yang tengah bergelut dengan pikirannya sendiri.

Tanpa mereka sadari, motor membawanya sampai di depan rumah Aubree. Gadis itu masih duduk santai di bangku penumpang meskipun sudah terhenti.

“Bri, mau gue bantu turun?” Suara Kael membuatnya tersadar.

“Oh, gue bisa sendiri.”

Mereka memasuki rumah dan duduk di ruang tamu. Aubree hendak berdiri, namun di tahan oleh tangan Kael.

“Mau apa? Gue ambilin,” tawarnya.

Aubree tersenyum, “Kotak P3K.”

“Dimana?”

“Lemari sebelah TV,”

“Wait,”

“Beneran deh, lo tuh susah banget buat gue pahami, kecuali lo sendiri yang cerita maksud dari semua sikap lo, El. Gue nggak mau menaruh harapan yang salah,” pikirnya.

Kael kembali dengan kotak P3K di tangannya dan mulai mengobati luka-luka Aubree dengan teliti, tak lupa ia menambahkan plester ke beberapa luka yang parah.

Aubree masih saja terkesima setiap kali melihat wajah Kael yang tampak sempurna dari angle manapun.

“Gue sadar diri kalo gue emang setampan itu,” ujarnya percaya diri.

Aubree berdecak, “Cih, masnya kepedean.”

Kael menempelkan satu plester terakhir, “Lain kali biasa aja kalo ngeliatin gue. Kalo lo jatuh hati sama gue kan susah,”

Aubree berakting seolah-olah dia akan muntah, “Sumpah ya, lo kepedean banget. Nggak akan, El. Lo bukan tipe gue,” elak Aubree.

“Iya deh, kita liat aja nanti.”

“Dih, emang kenapa kalo gue jatuh hati sama lo?” tanya Aubree.

“Ya jangan sampe aja. Gue nggak akan pernah ngerasain yang sama soalnya. Nanti yang ada lo jadi sad girl lagi,” jawab Kael dengan enteng.

Aubree tersenyum kecut, lagi-lagi dia salah menaruh harapan.

“Gue berharap apa sih sama Kael?” bingungnya dalam hati.

To be Continued..