Amin Paling Serius Seluruh Dunia

Daftar isi:

I. Percakapan di Malam Penuh Bintang (Tetapi Bintang yang Kulihat adalah yang Tepat di Depan Mataku) II. Aminmu dan Aminku, yang Paling Serius III. Sepasang Kekasih, di Hadapan Gerbang IV. Aku dan Kamu, Selamanya

I. Percakapan di Malam Penuh Bintang (Tetapi Bintang yang Kulihat adalah yang Tepat di Depan Mataku)

Alih-alih mengerjakan dokumen yang berserakan di meja kerja, sang pangeran kedua Sunset Savanna malah ada dalam kompetisi tatap-menatap dengan si kekasih.

“Kamu tahu? Jika kamu pinta, seluruh dunia akan kuberikan tepat menyembah di ujung kakimu. Bahkan bulan dan bintang akan jadi milikmu.”

Mustahil dilakukan, dusta omong kosong jika ini lelaki lain, tetapi jika berbincang tentang Leona Kingscholar dan dedikasinya kepada Patricia Venenum, sepertinya tidak akan ada yang terkaget jika semuanya terjadi.

“Tahu, kamu kira aku tidak dengar kamu membisikkannya waktu itu, saat aku ‘tertidur’ ?”

Patricia terkekeh, tetap saja deklarasinya berlebihan. Dirinya tidak ada ambisi untuk jadi penguasa dunia, hidup dengan santai pun cukup, sayang realitanya berbanding terbalik sekali. Kehidupan menjadi orang kreatif di perfilman berarti kurang tidur untuk enam bulan jika beruntung, dengan tekanan serta beban mental tentunya, dan enam bulan sisanya bisa dipakai bersantai sedikit sambil mencari garapan projek lain. Yah, sebentar lagi setengah tahun bersantainya itu akan diserahkannya pada ‘kewajiban’ yang jauh lebih mulia, katanya.

“Ada apa dengan dirimu, akhir-akhir ini menonton aku tertidur? Yang tukang tidur kan kamu.”

Ledek Patricia, membuat Leona tersenyum tipis. Sebagian helai rambut Patricia diambil sembari menatap setiap lekuk gadis cantiknya itu lekat-lekat. Cantiknya lebih terang dari cahaya rembulan. Mereka sudah banyak berubah ya, siapa sangka, dia bersangka sih, Kifaji juga, orang tuanya juga, bahkan keluarga Venenum walau enggan juga sudah tahu. Dibanding bersangka, Leona lebih bertekad, karena sempat rasanya mustahil walau sudah jungkir balik untuk mendapatkan hati milik gadisnya ini di masa sekolah dulu. Keras kepala menerima cintanya dahulu di waktu sekolah, sekarang masih keras kepala sih, bedanya sudah berstatus kekasihnya tujuh tahun lamanya.

“Hanya menikmati momen-momen terakhir sebelum rahasia kita berdua ini menjadi pengetahuan khalayak umum.”

‘Ah, rahasia kita ya …’ Giliran Patricia yang mengusap jari-jemari milik kekasihnya. Rahasia yang sudah dipendam dari lima tahun lalu karena pintaannya. Mau hidup mandiri dulu, merintis karir dengan Vil, lagipula belum lulus sekolah juga, namun si kekasih main meminangnya saja. Awalnya diberi tolakan keras, namun diterima juga saat cincin itu disematkan ke jari manis kirinya. Memang cinta adalah alasan paling kuat dan mudah atas segala sesuatu di dunia ini.

“Dua hari lagi kita ke istana, dan semua orang akan tahu. Pesta atas namamu akan jadi pesta pengumuman, heh.”

Patricia bergumam sendiri. Ternyata dirinya punya nyali juga, menerima lamaran seseorang, apalagi yang ini pangeran. Royalti adalah sesuatu yang dia hindari, ditambah melihat keluarga Leona dari kecil disampingnya beroperasi, Patricia tahu hidup terkekang seperti itu bukanlah yang dia akan sanggupi. Tetapi ternyata setuju disanggupi juga untuk coba dijalani, lagi-lagi atas nama cinta. Padahal, pernikahan ditambah cinta adalah kosakata tabu di kamusnya sejak umur sepuluh. Semua cuma karena Leona Kingscholar, yang datang lagi dan memporakporandakan hatinya, sungguh Patricia tahu sedari dulu jika bersama Leona tidak ada kata mungkin untuk diri ini meninggalkan sisinya, karena itu kepalanya dikeraskan, sayang hatinya lembek karena lagi-lagi, cinta.

“Seharusnya mereka tidak terlalu kaget. Aku sudah mengambil cincin lima tahun lalu, meminta izin ke kakekmu yang buat aku hampir mati ditembak dan keluargamu, hanya tidak pernah beritahu hasil lamarannya saja selama ini.”

Semua anggota kerajaan Sunset Savanna tentu sudah curiga, tapi tidak berani bertanya, pernah sih sekali, baginda ratu dan calon kakak iparnya, sang putri mahkota, istri Farena, bertanya saat gadis berambut pendek ini mampir bermain, cuma berkunjung seperti yang sudah-sudah saat dia kecil, toh keluarganya teman keluarga kerajaan. Patricia menyemburkan teh saat itu dan berbohong, belum ditanya. Sejak saat itu tidak ada yang bertanya lagi.

“Dua hari lagi ya, sebelum seisi dunia tahu.”

Patricia berkicau, tersenyum manis melihat bagaimana jauh dirinya dan Leona sudah beranjak dewasa dari mereka yang dahulu. Leona yang dulunya menyerah akan posisinya dalam hidup, keadaan memang dapat disalahkan, namun sekarang suaranya digunakan untuk pembangunan bagi kemajuan rakyatnya, walau harus berseteru dengan kakaknya. Patricia sendiri masih dengan Vil, masih suka hidup seenaknya hanya lebih bijak, dan mau berkompromi, untuk menjadi royalti, sesuatu yang tidak pernah ia pikir akan disetujuinya.

Malam ini seluruh bintang bersinar terang, sayang bukan mereka yang dipandangi, karena kedua insan ini sudah terlalu larut dalam bintang yang bertebaran di mata masing-masing.

II. Aminmu dan Aminku, yang Paling Serius

“Kamu mau kemana, kembali tidur? Kalau orang lain di momen seperti ini akan menawarkan jalan keluar, sayangnya aku tidak akan. Mana mau sisa hidup ini tidak dihabiskan bersama kamu.”

Leona berucap, menegakkan punggungnya ketika melihat Patricia bangkit dari tempat duduknya. Patricia hanya memutar bola matanya sebagai respons, berjalan mengitari meja studi, sebelum berhenti di belakang kursi Leona.

“Tidak, tidak, aku sudah terlalu terlambat saat menerima pernyataan cintamu. Cuma mau kesini, memelukmu.”

Dipeluklah lelakinya dari belakang, wajah Leona pun otomatis menoleh, tangannya mengenggam tangan milik gadisnya.

“Tetapi jujur saja, apa kamu masih ragu, kita bisa menundanya.”

Kalau itu Patricia Venenum, Leona rela menunggu seribu tahun, mungkin. Dirinya juga tidak sabaran, jadi siapa yang tahu, heh?

“Tidak perlu, kan aku yang sampaikan bulan lalu, aku sudah yakin, sudah mau menyandang gelar istrimu.”

Lalu percakapan tentang bulan dan bintang, semesta serta segala isinya dimulai, membayangkan hidup mereka sebagai suami istri nanti. Hingga sampai ke pertanyaan Leona yang dari dulu dia pendam.

“Kenapa kamu yakin jika bersamaku, kamu tak dapat tinggalkan aku, Patricia?”

“Karena mana mungkin kamu biarkan aku tinggalkan kamu jika sudah kamu dapat? Bisa-bisa aku yang capai harus lari ke ujung dunia mana lagi.”

Gurau Patricia tertawa renyah, namun dijawab juga pertanyaan lelaki itu setelah beberapa detik berselang.

“Ini bukan jawaban dari pertanyaan kamu, tetapi ingat tidak? Topik kita masa depan sedari tadi, dan jika bersamamu, aku yakin baik-baik saja, memangnya kapan aku pertanyakan karaktermu? Bahkan ketika kamu melakukan hal bodoh itu.”

Cerocos Patricia, sebelum ke alasan yang sesungguhnya.

“Karena kamu cemerlang, Leona. Hasil dari pemikiranmu akan menjadi bintang-bintang, pakai untuk hal yang baik, ambisi lah untuk hal yang baik, rakyatmu, contohnya. Bukan karena aku mau dengan orang baik, hanya karena lebih baik berbuat baik, menolong orang jika bisa, dibanding berbuat jahat, bukan?”

“Lebih cemerlang dari Farena?”

Leona tidak pernah menyuarakan ini kepada siapapun, malu dan untuk apa juga, toh tentu dibandingkan yang lahir duluan di mata para staf istana dia selamanya yang inferior, mau secemerlang apapun idenya.

“Tentu, jangan bertanya hal yang sudah jelas.”

Kekeh Patricia mencium sisi kening si kekasih.

“Jadi … Dua hari lagi, heh?”

Tanya Leona lagi, untuk afirmasi.

“Dua hari lagi, semoga tidak ada hal buruk yang menimpa.”

“Diaminkan, semoga semuanya berjalan lancar.”

“Aminku yang paling serius untuk itu!”

Semburat tawa dikeluarkan Patricia setelah proklamasinya, dramatis sekali orang perfilman ini.

“Aminmu dan Aminku, yang paling serius.”

Koreksi Leona, sebelum dua kekasih itu saling menatap lagi, siap menghadapi tantangan kedepannya.

III. Sepasang Kekasih, di Hadapan Gerbang

“Kamu gugup?”

Leona bertanya, keduanya berdiri bersampingan di depan pintu ruang jamuan di istana ini. Terdengar suara huru hara yang kencang dibalik pintu,

“Tidak, sedikit, mungkin?”

Patricia menghela nafas, seperti tradisi keluarga kerajaan sebelum-belumnya, keduanya memakai busana tradisional untuk mengumumkan pertunangan mereka. Bedanya, biasanya pesta ini diskusikan dan untuk kerabat lebih jauh dan staf negara mengetahui. Tetapi kali ini, tidak ada yang tahu selain dari dugaan dan desas-desus dari keluarga kedua belah pihak.

“Jangan takut, ayo kita ketuk pintunya bersama-sama.”

Tangan mereka ‘pun bersentuhan diletakkan di pintu megah ini.

“Cincin itu memang cocok disematkan di jarimu, mulai hari ini akan jadi pemandangan setiap hariku.”

Leona melirik cincin yang dipakainya melamar Patricia, persis seperti apa yang dia minta di hari sebelumnya sebagai candaan, untung saja keluarganya punya cincin warisan ini yang siap digunakannya untuk melamar si kekasih.

“Seperti tidak pernah melihat cincin ini di jariku saja, sudah ayo kita ketuk. Mereka sudah pasti menunggu, bingung kenapa tuan acara malah yang datang terlambat.”

Sahut Patricia, lalu keduanya bertukar senyuman dan diketuklah pintu ini. Mereka sudah siap menempuh petualangan ini, bersama-sama, dengan satu sama lain, selamanya untuk terus mengetuk pintu yang sama hingga ajal menjemput.

IV. Aku dan Kamu, Selamanya

“Kita akan menikah!”

Pengumuman itu langsung mengguncangkan seisi ruangan dan langsung saja kedua kekasih dikerubungi oleh massa yang bertanya-tanya. Langsung saja pertanyaan seperti kapan akan dilaksanakan, kapan Leona melamar dan tentu yang lebih personal protes dari Ratu Sunset Savanna karena kebohongan Patricia yang dibalasnya dengan minta maaf dan tawa kecil. Namun tetap saja beliau senang dengan hasilnya, mengklaim dia sudah setuju sedari awal mereka kecil untuk perjodohan bersama keyakinannya kalau mereka berjodoh.

Beda dengan Kakek-Nenek Venenum yang menatap Leona dengan tatapan penuh kebencian karena merebut cucu mereka, Sara, Ibu patricia cuma bisa menenangkan dan menanggapi Farena yang asik mengobrol membahas masa depan adiknya dan Patricia. Cheka yang memberi selamat dengan gembira, para aparat negara dengan ucapan baik yang tidak pernah yakin apa itu benar-benar baik maknanya atau tidak.

Sambutan dari keluarga kerajaan namun tidak seindah itu juga, buktinya ada Kifaji yang siap dengan senyum sumringahnya mengingatkan satu tahun kedepan penuh persiapan dan pelajaran tata etiket menjadi putri ke Patricia. Ah, menyusahkan. Dilanjutkan Kifaji yang berkicau inilah kenapa seharusnya Patricia tidak berhenti mengambilnya setelah satu pelajaran kala kecil.

Namun secara keseluruhan ini adalah penutup yang baik untuk hari yang baik. Semua tamu undangan sudah kembali ke rumah masing-masing, atau ruangan masing-masing bagi yang tinggal di istana. Pelayan sudah membereskan sisa makanan, hanya saja lantai belum saja bisa dibersihkan sedari tadi.

Kifai lewat dan mendengar suara dari ruangan yang seharusnya sudah sunyi itu, dibukalah pintu untuk memastikan. Malah tampak sepasang kekasih yang terlewat bahagia.

“Kifaji, ada apa?” Tanya keduanya bergantian, namun masih sibuk berdansa dengan girang, selebrasi pertunangan ini untuk momen privat berdua, kenangan rahasia antara kekasih.

“Ah, tidak apa-apa. Jangan lupa untuk istirahat, yang mulia dan calon yang mulia.”

Goda Kifaji sedikit sebelum menutup pintu. Jika mereka masih kecil pasti sudah diceramahi olehnya, namun biarlah untuk malam ini. Malam dimana sepasang kekasih merayakan hari pertama mereka menuju diikat janji bersama selamanya.

Setahun lagi mereka akan mengikrarkan janji bersama selamanya, namun lebih dulu mereka kini tampak bercinta di luar angkasa. Karena jalan lain sudah tertutup lagi untuk selamanya, pulang bukanlah opsi, rumah adalah satu sama lain, pulang adalah menuju satu sama lain. Aku dan kamu, Leona dan Patricia adalah amin paling serius masing-masing yang diaminkan oleh semesta.