Junhui can list all the things he loves about today.

Hari ini ada mobil Minghao yang terparkir di garasi rumahnya, ada Minghao di ruang tamunya, ada Minghao yang menyalami orang tuanya, ada Minghao di dalam kamarnya, dan ada Minghao yang berdiri diantara kedua kakinya saat Junhui sedang mengaduk tehnya. Ujung hidung mereka saling tertempel, dan jari-jari Minghao menggelitik pinggangnya usil.

“Gini gak? Yang kayak di tumblr?”

Junhui mendengus. “Ya boleh lah. Not as comfortable as i thought.”

“Kenapa?”

“Kayaknya kitchen counter rumah gue ketinggian. Pinggang gue nyeri bungkuk begini buat nyium lo.”

Minghao tertawa geli. “Yaudah turun lah.”

“Turunin.” Ucap Junhui malas, Minghao menggendong untuk membawanya turun.

Setengah sore itu mereka habiskan dengan membaca komik Crayon Sinchan di kamar Junhui. Dua gelas teh hangat dan camilan ringan menemani mereka bersama dengan langit yang mendung dan bau tanah yang khas.

Minghao menyandarkan kepalanya di pangkuan Junhui, dan tangan Junhui sibuk berpindah dari rambut lalu membalik halaman bukunya. Terkadang Minghao tertawa karena salah satu adegan lucu yang ia baca, terkadang giliran Junhui yang perutnya terkocok geli.

“Masa ya... gue pernah baca di twitter. Menurut lo apa lirik Sang gajah terkena flu pilek tiada henti hentinya itu metaphor untuk gajah yang sedang mansturbasi?”

Tawa Minghao menggema di seluruh ruangan. “Ju, please.”

“Ih?! Lagi ngajak diskusi malah diketawain.”

Alih-alih menjawab, Minghao malah mencubiti pipinya gemas.

Segalanya tentang sore itu terasa duniawi... dan normal. Junhui suka hari ini. Sangat, sangat suka.

Tapi terkadang kita memang tidak diijinkan untuk membanggakan sesuatu berlebih dari yang secukupnya. It’s all about the jinx.

“Ehhh, siapa nih? Kenalin dong kenalin.” Sapa salah satu teman Minghao yang sedang duduk di pinggir kolam renang. Yang lainnya ikut memalingkan kepala ketika ia dan Minghao mendekat kearah mereka.

Minghao hanya tersenyum, mempersilahkan Junhui untuk duduk di salah satu bangku. Rumah temannya cukup besar dan mewah, kaleng-kaleng beer dan botol-botol minuman lainnya yang tersebar di berbagai tempat tidak lagi membuatnya heran.

“Jangan digangguin, bangsat.” Minghao memperingati sambil bergurau.

“Orang ngajak kenalan kok gangguin dah?” Kata temannya sambil tertawa. Uluran tangannya ia arahkan kepada Junhui. “Namanya siapa, mas?”

“Ju, kak.”

“Anjing pake kak dong hahaha tua yak muka gua?”

“Eh, bukan-bukan!” Junhui mengibas-ibaskan tangannya panik. “Reflek aja.”

“Santai.” Laki-laki itu menepuk bahu Minghao sebelum duduk dan mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

“Lo yang mau berangkat S2?”

“Hah? Ooh, bukan gua. Itu tuh yang lagi diceburin.”

Junhui melihat segerombolan laki-laki bertelanjang dada yang sedang saling mendorong di pinggir kolam renang lalu mengangguk canggung.

“Kenal darimana nih?”

“Kita?” Jari Junhui menunjuk antara dirinya dan Minghao. “Temen kantor.”

“Seriusan?” Laki-laki itu terlihat kaget, memandang bergantian antara keduanya. “Temen kantor lu, nyet?”

“Iye, sat.”

“Ckck, hoki bener.”

“Apanya?” Tanya Junhui polos.

“Iyak, hoki bisa nemu yang sama-sama hyper dan sekantor pula.”

“Hah?” Junhui, panik.

“Woy!” Minghao, meninju lengan temannya.

“Lah? Hyper juga kan lo?” Pertanyaan tersebut diarahkan kepada Junhui. Ia tahu Minghao mencegahnya untuk membalas, namun entah darimana keberanian tersebut muncul.

“Iya.” Jawabnya sambil tersenyum tenang.

Nice.”

Minghao memijat batang hidungnya frustasi.

“Nanya dong.”

Laki-laki itu mengangguk, mematikan rokoknya keatas asbak, dan mengepulkan sisa-sisa asap rokoknya. “Monggo.”

“Ini orang pernah punya pacar beneran ga, sih? Pacaran yang bener-bener ‘pacar’”.

“Ju.” Minghao menghela napasnya berat.

“Siapa? Si monyet?”

Junhui mengangguk.

“Lo demen ya Ju, ama dia?” Laki-laki di depannya tidak terlihat terkejut, namun ada seringai geli tersirat disana.

“Engga lah. Kan cuma partner sex?” Kalimat tersebut jelas berbentuk sindiran, tapi Junhui mengucapkannya dengan cukup tenang. “Ya kan, Hao?”

Ada jeda sebelum Minghao menjawabnya. Junhui tahu, bahkan untuk seorang Minghao pertanyaan tersebut sukar untuk dijawab.

“Iya.” Jawabnya singkat.