wanna take this downtown?

It is indeed a date.

Well, at least dari cara Mingyu memperlakukan Wonwoo seharian itu, kesimpulannya cuma antara mereka lagi ngedate, atau Mingyu memang begini ke setiap orang.

Dari pertama kali tangannya digenggam sewaktu menyebrang, Wonwoo sama sekali gak bisa ngalihin pandangannya dari jari-jari mereka yang kini terkait. Wonwoo, yang saat ini sedang kewalahan, sampai tersandung undakan beberapa kali lalu dengan polosnya Mingyu hanya mengatakan, lihat depan Wonwoo jalan nya.

Kalau aja Wonwoo se-thickfaced itu, mungkin dia sudah mengatakan di depan wajah Mingyu keras-keras, gue deg-degan lah anjing, masih nanya lagi. Cuma me-maintain image di depan mas crush adalah perihal yang lebih penting dibandingkan mengeluarkan unek-unek hatinya. Instead Wonwoo merespon dengan tangan lo lebar banget, jari gue sampe ketutupan yang sebetulnya bukan sebuah urgensi saat ini.

But putting everything aside segala kebodohan Wonwoo hari itu, Mingyu has been treated him super nicely.

Selalu fokus mendengarkan setiap Wonwoo bercerita (walaupun celotehannya sangat tak terstruktur), mengalungkan tangannya di pinggang Wonwoo acap kali menggeser posisi Wonwoo yang terlalu mendekati jalan raya, mengiyakan ajakan Wonwoo untuk jajan ini san itu, menaruh telapak tangannya di puncak kepala Wonwoo just to make fun of their height difference yang sebenernya gak jauh-jauh amat, and most inportantly, being so damn caring. Dari caranya berbicara kepada Wonwoo dengan halus dan berhati-hati, caranya tersenyum setiap sadar Wonwoo sudah terlalu banyak berbicara, caranya mencover segala urusan perbengkelan yang Wonwoo kurang paham, sampai memastikan Wonwoo selalu merasa nyaman hari itu.

It’s almost feel like... Seungcheol is there. All of the things Seungcheol supposed to be doing, all covered by Mingyu.

Tiba-tiba timbul ketakutan yang sangat besar dari dalam diri Wonwoo, dan ia tak paham harus merasa senang atau sedih.

“—Intinya sekarang Ju jadi awkward tiap berduaan sama Minghao. Makanya dia Jumat kemarin ngejar-ngejar kita ke lobby! Inget kan, Gu? Hahaha panik tuh dia takut gak diajak. Eehhhh ternyata lo emang ngajak Minghao makan bareng juga. Makanya kemarin gue ngakak!!! Itu tuh gara-gara Ju kocak banget anjir. Tapi Minghao padahal biasa aja? Asli Ju aneh banget. Eh, engga sih, Ju takut sayang beneran sama Minghao, tapi permasalahannya Ju gak yakin kalau Minghao tuh tipe orang yang mau berkomitmen. Tapi lo jangan bilang-bilang Ju ya kalau gue cerita soal ini. Terus-terus, gue kan bilang ya ke Ju—eh lagu kesukaan gue!”

Pandangan Mingyu beralih dari Wonwoo ke pengamen yang sedang bernyanyi di samping meja mereka. Setelah pengamen itu hampir selesai bernyanyi, Wonwoo mengadahkan kedua tangannya di depan Mingyu dengan wajah polos.

“Gu, minta uang.” Dan Mingyu pun tanpa ragu mengeluarkan beberapa receh dari dompetnya.

”Keren amat penyanyi daerah sini lagunya Frank Sinatra.”

“Abang pengamen nya pasti ngestalk spotify statistics gue nih.”

Mingyu ketawa. “Abang pengamen nya naksir Wonwoo.”

Mendengar gurauan barusan, Wonwoo jadi ikut ketawa. “Tapi Wonwoo naksirnya sama Migu.”

“Masa?” Mingyu terkekeh geli. “Wonwoo naksir Migu cuma karena disetirin, dijajanin, dan diajak jalan-jalan seharian aja kali?”

Wonwoo menekan-nekan sendoknya kesal ke piring. “Iya-iya, karena disetirin, dijajanin, diajak jalan-jalan seharian.”

Mingyu tak menjawab secara langsung, namun senyum lembut yang diarahkan untuk Wonwoo tak pernah berhenti sampai disitu.

Sore menjelang malem (dan Wonwoo yang masih belum berkeinginan untuk pulang), membuat mereka untuk mampir ke suatu tempat untuk minum.

“Gu, gantian dong.”

“Apanya Wonwoo?”

“Cerita. Pegel nih, masa gue mulu. Lo dong coba.”

“Cerita apa?”

“Ya apa aja yang mau lo ceritain... Lo udah sampai tau tingkah aneh nenek gue waktu lebaran tahun lalu masa gue masih gak tau apa-apa tentang lo.”

Mingyu meneguk wine nya santai. “Hahaha, apa ya? Hmm... Gue suka ngelukis.”

“Ngelukis as in...?”

“Gak ngelukis sih, lebih kayak bikin sketch gambar gitu.”

“Oh! Oh! Kayak Jack di Titanic?”

Same likely? Jadi dulu tuh sebenernya gue anak Arsi. Suka banget sama yang namanya city landscape, gedung-gedung tinggi, bangunan megah, ya semacam itulah. Tapi tanpa sadar kecemplung di dunia Marcomm, and here i am now. Mau backward tapi males ngulang dari nol lagi, jadi sekarang gue freelance aja buat sekedar design-design bangunan atau project yang butuh volunteer.”

“Wow, i didn’t know that...?”

Mingyu tertawa renyah. “Ya makanya kan ini gue cerita?”

Maksud Wonwoo bukan itu, tapi dia tak mencoba untuk mengoreksi lebih jauh. Ternyata memang benar, sejago apapun kita stalking dan ngulik kehidupan seseorang dari media sosial nya, akan ada hal-hal pribadi yang kita gak akan tau kecuali dari orangnya langsung.

Muncul satu notifikasi message di handphone Wonwoo sepuluh menit kemudian, yang isinya pesan dari Seungcheol.

dek, gue di apart lo. cepet pulang ya, dibawain oleh-oleh banyak nih.

Seketika raut wajahnya langsung berubah, dan Mingyu sadar akan itu.

“Kenapa Wonwoo?”

“Gu,” Ngomong, engga... Ngomong, engga... Ngomong, engga... fuck it. “Boleh sleepover dirumah lo?”

Mingyu memang jago menyimpan emosi mukanya baik-baik, sampai Wonwoo sama sekali tak bisa lihat perbedaan disana. “Yakin?”

“Yakin.”

Yang terjadi selanjutnya adalah Wonwoo dengan bergelas-gelas wine nya, Wonwoo dengan celotehannya yang semakin meleber, dan Wonwoo yang jalannya harus dibopong sewaktu masuk ke dalam mobil.

And people drunk, stupid shit happens.

Apartment Mingyu ukurannya gak beda jauh dengan kepunyaan Wonwoo, bedanya Mingyu jauh lebih rapi dan terorganisir. Wonwoo dan segalanya yang diburu-buru membuat apartment nya lebih terlihat seperti medan perang daripada tempat tinggal. Dengan wangi lilin aroma terapi yang tersebar ke penjuru ruangan dan cahaya lampu remang-remang, Mingyu sukses membuat tempat ini mempunyai somehow kesan erotis.

Hebatnya, dengan tubuh yang sudah setengah mabuk, Wonwoo masih bisa sadar akan hal-hal kecil yang terjadi di sekitarnya.

“Gu.”

“Iya Wonwoo?”

“Mau mandi.”

Mingyu terkekeh sebelum lagi-lagi menarik pinggang Wonwoo mendekat. “Kamar mandi nya disebelah sini.”

Dan bagaimana sekarang Wonwoo bisa ada tanpa pakaian sedikitpun di depan Mingyu, dengan bak mandi penuh busa dan cahaya remang-remang menyinari, adalah hal yang gak pernah Wonwoo prediksikan bisa terjadi.

Mingyu ikut duduk disamping bathtub, memainkan busa sambil memandang Wonwoo. Lengan kemejanya tergulung setengah, membuat tangannya yang menopang menunjukan urat-urat yang belum pernah Wonwoo liat sebelumnya.

Good enough?” Tanya Mingyu, merujuk kepada wangi sabun yang sekarang menyebar didalam indra penciuman mereka berdua.

“Gue selalu wondering kenapa lo bisa wangi kopi setiap saat. Ternyata sabun lo...”

My favorite. Suka ngga?”

Wonwoo mengangguk, sambil mengusap matanya yang gatal dengan buku-buku jari.

“Wonwoo kenapa gak mau pulang?” Pancing Mingyu, dan Wonwoo yang setengah mabuk tentunya merespon dengan penuh kejujuran.

“Ada kak Cheol.”

“Kak Cheol?”

Tangan Wonwoo asyik menempelkan busa di lengan Mingyu, pandangannya berfokus sambil mengangguk.

“Gue takut ketemu dia... gara-gara lo.”

“Gue?” Alis Mingyu menukik keatas.

“Gue ngerasa bersalah... Karena ngerasa nyamaannn banget sama lo seharian ini...”

Jari-jari Mingyu berpindah, kini gantian mengelus pipi Wonwoo pelan. “Gak boleh emangnya?”

“Boleh. But it’s... complicated.”

How come?”

“Karena gue gak tau harus gimana ke lo, Gu... I can’t... decipher your mind, you know? But these mixed signals you’ve been giving me...

Kepala Wonwoo tertunduk lemas. Jari-jari Mingyu berhenti bermain. Seisi ruangan runtuh dan hening.

Wonwoo tertidur pulas setelah mandi. Sehabis Mingyu mengeringkan badannya, kesadaran Wonwoo sudah benar-benar hilang sepenuhnya. Kalimat terakhir yang terucap dari mulutnya adalah sleep tight Migu, namun bahkan dengan suara semenenangkan itu, tak bisa membuat Mingyu untuk mengistirahatkan matanya barang sebentar.

Setelah membulatkan tekat, Mingyu akhirnya berhasil menemukan contact Seungcheol di handphone Wonwoo.

Dan setelah banyak perdebatan antara ketik dan hapus, sebuah pesan akhirnya terkirim.