Rekaman

METANOIA (n.) A transformative change of heart.

Terik matahari saat ini cukup menyengat, pipi Yuuji memerah. Peluh keringatnya tidak dapat berhenti turun. Tangannya pun menyeka peluh yang turun ke leher. Dia menyesal lupa meminta selembar dua lembar tisu milik Nobara. Padahal tadi Yuuji telah menyiapkan penampilan sebaik mungkin. Sampai sikat gigi loh, gerutunya dalam hati. Bibirnya terlihat cemberut.

Posisi Yuuji di depan gedung dekat taman sekitaran FIKOM. Dilihat dari plang informasinya, ini tempat khusus HIMA, keperluan siaran, dan lain-lain. Sebelum melangkah maju, dia menutup mata. Perasaan gugup kembali menyergap. Kepalan tangan kiri menepuk pelan dada. “Udah ..., enggak perlu gini. Cuma ngomong aja kok,” Yuuji berusaha memberi afirmasi.

“Iya sih, cuma ngomong aja. Tapi perlu naskah, nanti bingung mau ngomong apa.”

“Eh?”

Yuuji menjengit.

Suara di belakang mengagetkan Yuuji. Lantas, dia perlahan membalikkan badan—melihat siapa kiranya yang berbicara tadi. Dari mata madunya, sosok laki-laki tinggi semampai berdiri. Mata biru menawan dengan bulu mata lentik menatapnya. Dan sosok itu tengah tersenyum jenaka dengan menaikkan satu alis.

Ah ... Kak Gojo Satoru. Apa yang Yuuji lihat di akun SNS Satoru seratus persen sama dengan aslinya. Bukan editan. Berasa model, pikirnya.

Tangan Satoru menepuk pundak Yuuji. “Eh, kenapa diam aja?” Tegurnya. Kemudian, tiba-tiba Satoru memutar badan Yuuji—membelakanginya. “Ayo masuk.” Dan Satoru mendorong laki-laki di hadapannya maju ke depan.

Semuanya terjadi dengan cepat. Sebelumnya, Satoru tiba-tiba menegur Yuuji. Mendorongnya masuk. Kemudian membantu Yuuji merapikan diri. Selama di ruang pengurus UKM, suasananya jadi ramai. Anggota pengurus asyik melihat Yuuji yang kalang kabut didandani Satoru.

“Kak ... enggak usah disisirin! Kan rekaman doang ...,” keluh Yuuji berusaha menahan tangan Satoru yang hendak menyisirnya.

“Enggak apa. Gantengan dikit, tampilan lo berantakan. Nanti mukanya ada di story IG, loh.” Satoru tertawa. “Lo anaknya gemesin, ya.”

“Apa ...?”

Yuuji akhirnya pasrah dan membiarkan Satoru menyisir rambutnya ke belakang. Diberinya sedikit pomade lalu ditata sedemikian rupa. Setelah selesai, Satoru memundurkan badannya, lalu memandang bangga rambut Yuuji—seakan berhasil membuat suatu karya yang indah.

“Nah, gini kan ganteng!”

Satu jempol untuk Yuuji.

“Tapi enggak perlu repot-re—”

“Gojo! Udah main-mainnya?” Utahime tiba-tiba datang dengan tatapan gusar. Suara nyaring darinya membuat Yuuji terdiam. Pengurus lain pun buru-buru melipir, memberikan ruang untuk gadis itu.

“Bisa-bisanya gangguin narasumber. Mentang-mentang adek tingkat!” Utahime berjalan maju ke arah mereka, lalu tangannya menarik pelan lengan Yuuji. Menjauhkan laki-laki itu dari Satoru. “Ayo Dek, sama kakak. Ke ruang sebelah, ya ....”

“Yeee, sama adek-adek aja, suaranya lembut!” Satoru menimpal.

Mata Utahime mengerling sinis. “Sama lo emang pantes dikasarin. Sengaja kan lo, pakai acara dandanin anak orang. Buru rekaman!”

“Iyeee, marah-marah mulu!”

“Buruan ...!”


Setelah hiruk pikuk panjang, perasaan Yuuji pun tenang. Suasana di ruang rekaman dingin dan senyap. Dindingnya dipasangi banyak pengedap suara. Maniknya melirik ke kanan, di situ Satoru duduk santai di sebelahnya. Beberapa lembar naskah siap di genggaman. Laki-laki jangkung itu memakai kacamata hitam kali ini. Ketika ditanya mengapa, Satoru terbahak lalu berkata, “Cuma buat gegayaan aja, biasalah.”

Yuuji balik melihat ke depan, ada mikrofon khusus merekam tak jauh dari wajahnya—kira-kira satu setengah atau dua jengkal orang dewasa jaraknya. Ini baru pertama kalinya melihat yang seperti ini. Yuuji tahunya mikrofon biasa untuk karaokean.

Satoru menoleh. “Kenapa, gugup lagi?” Tanyanya.

“Eh? Enggak, Kak. Sudah tenang. Tadi takjub aja.”

“Takjub?”

“Iya ... soalnya baru pertama kali begini.” Yuuji memainkan kedua jari telunjuknya. Merasa malu.

Sudut bibir Satoru terangkat. “Lo dari tadi lucu banget, deh. Anak semester satu, kan?”

Yuuji mengangguk.

“Hmm, oke ....”

Satoru menoleh ke belakang. Ada anak-anak pengurus yang siap mengurusi hal-hal teknis selama perekaman. Bibir Satoru bergerak-gerak, mengatakan sesuatu tanpa suara. Dan orang yang ditujunya paham dan segera melakukan sesuatu di bagian pengaturan sound.

Lantunan lagu mengalun.

Sulit ku kira kehilangannya Sakit terasa memikirkannya Hancur warasku kau telah berlalu Tinggalkan aku begitu Rapuh hidupku remuk jantungku

Semua salahku tak jaga dirimu Untuk hatiku sungguh ku tak sanggup Semua terjadi seperti mimpi Mimpi burukku kehilanganmu

Remuk Jantungku by Geisha.

Yuuji seketika semakin membatu setelah mendengar lagu yang Satoru pilih.

“Maaf ya, lagunya jadul. Gue mikir ini cocok karena vibes-nya nostalgia dan tentang kehilangan.”

Satoru berbicara tanpa melihat tatapan Yuuji yang kini bergetar. Dia sengaja menghadap ke depan, agar tidak membuat perasaan laki-laki di sebelahnya tidak nyaman.

“Kalau lo mau ganti, enggak apa.”

“E—” Mulut Yuuji terbuka pelan, agak terbata. “E—enggak apa ... bagus kok, Kak.” Suaranya agak tercekat.

Sekarang Satoru menatap mata Yuuji. Teduh. “Bagus deh, kalau begitu. Gue pengin membangun suasana yang pas buat lo. Santai ya, ada air minum di belakang. Nanti anak pengurus lain ambilin kalau lo mulai deg-degan.”

“Gojo! Siap?”

Satoru menoleh sekali lagi kepada Yuuji. Bertanya apakah dirinya siap dengan telengan kepala kecil. Dan Yuuji balas tersenyum kecil.

“Oke! Siap!”

Tombol on air langsung ditekan.

“EPISODE PERDANA #CURBOJO DI MULAI!”