“Sudah berapa lama kita menikah?”

“Satoru-san,” Yuuji memanggil, kala duduk santai di sofa berwarna merah marun. Satoru yang duduk di samping kirinya menyandarkan kepalanya ke pundak Yuuji. Ia bergumam pelan terhadap panggilan tadi. Memberi respons. “Sudah berapa lama kita menikah?” Yuuji bertanya tiba-tiba.

“Kenapa bertanya begitu?” Ibu jari Satoru menekan tombol nomor empat di remote. Ia telah berkali-kali mengganti saluran televisi. Ia berniat mengurangi rasa jenuh. Namun, semakin diganti, jenuhnya meningkat sebab acara-acara monoton dan komedi penuh humor garing.

Yuuji merebut remote dari genggaman Satoru dan menekan tombol lima. Acara talk show muncul. “Yuuji bosan. Satoru-san mengganti channel terus, sih. Tadi ada segmen wawancara dengan aktris drama semalam, padahal mau nonton.”

Satoru tersenyum pada jawaban asal Yuuji. Ia mengangkat kedua tangan. Iris birunya menelusuri setiap jari. Sedang berhitung. Setelah jeda beberapa saat, ia berujar lembut, “Kita telah mengikat janji selama tiga tahun. Tapi telah bersama sebelum menikah selama bertahun-tahun.”

“Oh? Lama juga ya,” tanggap Yuuji sedikit menaikkan intonasi. Ia terpaku ke arah layar televisi. Seorang wanita muda tampak mewawancarai seorang gadis kecil. “Umur Satoru-san sekarang berapa?”

“Hm ... Yuuji lupa, ya?” Satoru menegakkan tubuh dan menatap suaminya. Cemberut. “Tiga puluh tiga,” lanjutnya.

“Bu-bukan begitu ....” Yuuji meraih tangan Satoru dan perlahan menyelipkan jari-jarinya. “Ingin tanya saja.”

Satoru tergelak. “Sayang, sebenarnya apa maumu?”

Manik keemasan Yuuji bergulir tepat pada pupil biru Satoru. “Akhir-akhir ini aku berpikir, kalau Satoru-san sabar sekali denganku. Kita sudah lama bersama, dan belum pernah sama sekali berucap bosan atau semacamnya.”

“Lalu?”

Salah satu alis Satoru naik. Penasaran.

“Lalu ....” Yuuji mengalihkan wajah. Ia malu menunjukkan semburat merah di depan Satoru.

“Aku ... bersyukur akan itu.”

“Huh?”

Kalimat tadi seketika menjadi penyemangat Satoru. Tiba-tiba tubuhnya terasa bersinar, matanya membulat layaknya kucing minta makan, dan langsung merentangkan tangan. Ia ingin memeluk Yuuji, tapi laki-laki tersebut secepat kilat berdiri. Membuatnya memeluk angin dan jatuh. Alih-alih bibirnya mencium pipi kesayangan, malah mencium sofa.

Asem.

Sedangkan Yuuji buru-buru kabur setelah ijin mengambil cemilan.

Namun, tak apalah. Satoru sudah bahagia karena perkataan tadi. “Duh, makin cinta sama Yuuji, deh ...,” lirihnya bersamaan seringai lebar.