write.as

So, If You're Too Tired To Speak, Sit Next To Me Because I, Too, Fluent in Silence.. -R. Arnold- Rasanya Wonwoo ingin kembali memejamkan matanya dan berharap yang baru saja ia lihat adalah mimpi. Ia mematikan handphonenya, kembali menyelimuti dirinya dan sekuat tenaga memejamkan mata kembali ke dunia mimpi. Sepertinya ia berhasil kembali tertidur sejenak, terima kasih atas air mata yang tadi sempat mengalir deras. Namun ketika ia harus membuka matanya kembali, semua ada disana. Chat Rowoon beserta semua isinya. Semalam ia masih bercanda sedikit dengan Mingyu ketika mereka menyempatkan diri untuk Face Time beberapa menit. Melepas rindu dan berbagi penat. "Terus si Jun ngambek gara-gara ga dikasih fotonya, padahal fotonya lucu banget haha", kata Wonwoo menyampaikan sedikit cerita yang menurutnya lucu tentang kelakuan aneh sahabatnya itu. Melihat Wonwoo yang tertawa dengan mata menyipit dan batang hidung mengkerut, Mingyu tidak bisa tidak tersenyum. Cerita random Wonwoo selalu menjadi kesukaan Mingyu meskipun sejujurnya tidak ada yang lucu soal ceritanya. Baginya yang lucu adalah cara Wonwoo bercerita. "Kalau kata Hao, Jun lebih sering ngambek daripada minta jemput", kata Mingyu menimpali. Tapi kini, semua itu terasa mimpi bagi Wonwoo. Lalu bagaimana Wonwoo harus menghadapi kenyataan ini? Kenyataan bahwa Mama Mingyu sudah tidak lagi di dunia? Ia sudah pergi ke dunia lain. Dan apakah rasa bersalah ini bisa hilang bersama kepergiannya? Dengan sisa kekuatan tubuhnya untuk menopang, ia bangkit dari kasur. Masih bergetar tangannya menggenggam handphone yang ia coba letakkan di meja. Bergerak keluar memberitahukan seluruh keluarganya bahwa mereka harus pergi untuk mengantar kepergian Mama. "Nonu harus kuat ya buat Mingyu", teringat pesan Kak Han semalam ketika Wonwoo mencurahkan segala keresahannya, maka Wonwoo hari ini akan menjadi sumber kekuatan untuk Mingyu. Tidak ada alasan, ia harus bisa. Ia hanya berharap Mingyu tidak membencinya karena semua ini. Mingyu tidak akan begitu, kan? Sesampainya mereka di lokasi kremasi, sudah berdiri si anak kembar Mama yang sekarang hanya memiliki satu sama lain. Dari kejauhan terlihat Papa mereka yang tidak begitu akrab dengan anak-anaknya namun tetap menyempatkan hadir. Sebelum proses kremasi dimulai, sudah siap seorang Batua yang akan memimpin doa untuk jenazah Mama. Wonwoo yang sudah melihat Mingyu, mencoba menghampirinya dan menepuk lembut pundaknya untuk memberikan sinyal bahwa ia sudah disini, di sisi Mingyu, untuk Mingyu tau ia akan menemani. Mingyu melihat ke arahnya dan memberikan senyuman namun tertahan oleh sedikit tangisan yang ia coba tahan. Muka Mingyu sudah tidak karuan meskipun ia sudah berganti pakaian rapi berwarna hitam. Sang Batua mulai memanjatkan doanya dengan para pengunjung yang meng-Amin-i dengan lantang. Tidak pernah lepas tangan Wonwoo menggenggam punya Mingyu, berharap dapat memberikan kekuatan cukup untuk keduanya berdiri mengantar Mama hingga pintu kremasi. Seluruh pengunjung diberikan kesempatan untuk memberikan salam terakhir kepada sang jenazah termasuk Wonwoo. Ketika gilirannya, Wonwoo mendekatkan diri ke peti jenazah yang berisi wanita berusia paruh baya dengan paras cantik yang selalu ia mintakan masakannya. Ditemani Mingyu, ia mengucapkan salam terakhirnya untuk Mama. "Hi, Ma. Mama cantik sekali hari ini. Aku inget banget Mama selalu pake baju ini ke acara-acara besar. Mama bilang Mama ngerasa paling cantik klo pake baju ini. Mingyu beliinnya pas ya, Ma?", kata Wonwoo tersenyum menahan tangis dan melirik ke arah Mingyu. Mingyu hanya menunduk sambil menggenggam tangan Mamanya. "Ma, jangan khawatir ya, Wonwoo akan jagain Mingyu kok. Walaupun badan Mingyu lebih besar, tapi Wonwoo bisa jagain Mingyu. Mingyu aman sama Wonwoo, Ma. Walaupun Mingyu ga bisa dapetin kasih sayang sebesar Mama, tapi Wonwoo akan kasih semua sayang yang Wonwoo punya untuk jagain Mingyu. Mama bisa pergi dengan tenang ya. Maafin Wonwoo, Ma..", seketika air mata Wonwoo mengalir deras mengingat kesalahannya kepada Mama. "Maafin kalo Wonwoo ga perhatian sampe gatau kalo Mama selama ini menderita karena Wonwoo. Wonwoo tau udah telat buat Wonwoo minta maaf tapi Wonwoo mohon, Mama bisa maafin Wonwoo ya dari atas sana. Wonwoo gatau harus gimana buat ngebayar kesalahan Wonwoo, Ma..", Wonwoo ingin melanjutkan kalimat penyesalannya namun Mingyu sudah memegang pundaknya untuk ia berhenti menyesali semuanya. Wonwoo memberikan tanda bahwa ia masih butuh beberapa saat bersama Mama . "Ma, Wonwoo izin buat jagain Mingyu ya. Untuk kali ini Wonwoo ga akan lalai lagi, Ma. Semoga Mama masih percaya sama Wonwoo ya. Mama, istirahat dengan tenang ya. Wonwoo sayang Mama", kata Wonwoo sambil memberikan kecupan lembut terakhir untuk Mama. Ketika ia mundur, ia menemukan tubuh besar Mingyu yang sudah siaga di sebelahnya. Mereka bertatapan dengan mata berlinang air mata tanpa mengucapkan sepatah kata namun memberikan senyuman untuk saling menguatkan. Mingyu yang pertama mengarahkan tubuh Wonwoo untuk mendekat agar bisa didekapnya. "Mama pergi, Won", kata Mingyu. Wonwoo hanya mengangguk dan membiarkan air matanya jatuh ke pipi dengan deras. Tangannya memberikan usapan lembut di punggung Mingyu, berbagi kekuatan meskipun ia sendiri tidak tahu sanggup untuk berdiri berapa lama lagi. "Maafin Wonwoo, Gu", kata Wonwoo pelan namun terdengar jelas rasa penyesalannya di telinga Mingyu. "Ga, Won. Wonwoo ga salah ya. Mama sendiri yang mau pergi. Gapapa, Mama bisa istirahat sekarang, ga perlu capek masak lagi", kata Mingyu sebelum memundurkan kepalanya tanpa melepas pelukan untuk bisa menatap Wonwoo. Ia melihat mata Wonwoo yang sudah terlalu basah, mencoba mengelapnya dengan jempol tangannya. Memberikan kecupan lembut di keningnya untuk menenangkan Wonwoo dan mungkin dirinya sendiri. Senyuman palsu juga iya berikan kepada Wonwoo sebelum akhirnya berkata "Kita kuat sama-sama ya, Won". Setelah dua jam diberikan waktu bagi para pengunjung untuk memberikan salam terakhir kepada jenazah, jenazah siap untuk dimasukkan ke ruang kremasi. Kremasinya membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk abunya siap dibawa kembali oleh sang Batua. Abu akan dibawa Batua ke rumah duka selama 3 hari untuk didoakan secara rutin sebelum abunya ditebar ke laut. Sementara itu keluarga dan kerabat dapat mengunjungi rumah duka setiap saat untuk berdoa sebelum abunya dilepaskan di laut. Setelah acara pemakaman selesai, Wonwoo dan keluarga Chani mengantarkan Mingyu dan Rowoon ke rumah mereka. Membantu si kembar untuk melayani sekiranya ada tamu yang berkunjung untuk memberikan ucapan duka untuk Mama mereka. Hingga malam tiba, tersisa Wonwoo dan Chani yang tetap tinggal menemani Mingyu dan Rowoon. Dan mereka menghabiskan waktu dengan kesunyian di kamar masing-masing. Wonwoo berbaring di kasur dengan Mingyu berada di pelukannya. Air mata sudah kering untuk menangis, kini Mingyu hanya melamun menatap langit malam melalui jendela. Wonwoo membiarkan kesunyian itu kekal namun tetap memastikan kehadirannya dengan menyisir lembut rambut Mingyu dengan jemarinya. "Besok ke rumah duka jam berapa?", tanya Wonwoo memecah keheningan. "Jam 11an mungkin, kata Batua doa intinya dimulai siang hari", jawab Mingyu tanpa merubah posisinya. "Yaudah dianter jam segitu", kata Wonwoo dan Mingyu mengadahkan kepalanya untuk melihat Wonwoo. "Ga kerja?" "Udah submit cuti" "Won, gapapa kok gue bisa sendiri" "Iya tau bisa kok, tapi Wonwoo-nya mau ikut. Boleh kan?" Dan hanya mendapatkan anggukan dari Mingyu. Kemudian mereka melanjutkan kesunyian hingga masing-masing terlelap. Sedikit berharap bahwa semuanya yang terjadi hari ini hanya mimpi. _Day 1_ Selama Wonwoo menemani Mingyu di rumahnya, Wonwoo selalu terbangun dengan penampakan pelukan erat dari Mingyu dan matanya yang basah. Terasa tidak ada nyenyak dalam tidurnya dan Wonwoo hanya bisa berlagak lebih kuat untuk menjaga Mingyu. Pagi hari juga Seokmin selalu datang untuk membawa kiriman sarapan ke rumah Mingyu sebelum ia sendiri berangkat ke kantor. Sehari setelah kepergian Mama, mereka berkunjung ke rumah duka di siang hari untuk mengikuti ritual doa. Beberapa kerabat dan kolega Mama masih ada yang berkunjung memberikan salam terakhir. Biasanya mereka akan disana hingga petang lalu kembali ke rumah. Rumah mereka masih terasa sunyi. Mingyu dan Rowoon bertegur sapa memberikan semangat untuk satu sama lain dan saling menguatkan. Sesi tersebut berlanjut dengan pasangan masing-masing ketika hari semakin larut. "Gu, gimana hari ini perasaannya?", tanya Wonwoo sembari mengusap lembut rambut hitam lebat Mingyu. "Masih berat, Won. Tapi bersyukur Mama banyak yang doain" "Gue disini ya, Gu. Jangan ngerasa sendiri" "Hm" "Jadi, udah ditentuin mau tabur abu dimana?" "Tadi udah sepakat sama Roun kalo gue yang tabur aja. Ke kampung halaman Mama di Bangka Belitung" "Oke. Gapapa sendiri, Gu?" "Gapapa, Won" "Berangkat Kamis berarti ya?" "Jumat, tapi belum cek flight kesana" "Nanti dibantu cari" "Makasih" "Mau balik buat tanggal berapa?" "Baliknya nanti aja cari sendiri. Yang berangkatnya aja dulu" "Emang mau berapa lama disana?" "Gatau, pengen sekalian bersihin kepala" "Gu", Wonwoo bergerak kesamping membuat Mingyu bangkit dari pelukannya. "Gu, jangan sendiri, ditemenin ya?", Mingyu hanya menggelengkan kepalanya. "Mau sendiri dulu, Won" "Gu" "Gapapa kok, Won" Dan Wonwoo tidak lagi membujuknya hanya berusaha untuk menghormati ruang yang dibutuhkan Mingyu. _Day 2_ Masih dengan rutinitas yang sama dimana pagi hari Seokmin akan mengantar sarapan ke rumah Mingyu dan pada pukul 11 siang mereka akan berkunjung kembali ke rumah duka untuk berdoa. Hari ini mereka pulang lebih cepat dikarenakan rasa lelah yang mulai terasa. Gimanapun si kembar belum benar-benar istirahat sejak hari pertama sang Mama terbaring di Rumah Sakit. Wonwoo banyak memberikan ruang kepada Mingyu yang sekiranya memilih untuk saling diam namun tetap ada di jarak pandang satu sama lain. Memastikan kehadiran tanpa ada suara yang terucap. Wonwoo juga memastikan Mingyu dan Rowoon makan dengan cukup agar tidak sakit meskipun sebenarnya dirinya juga tidak tahu lagi rasanya lapar. Ketika Wonwoo melihat Mingyu berbaring di kasur setelah mereka selesai makan malam, Wonwoo meninggalkannya dan membersihkan diri. Namun ketika ia kembali ke kamar, Mingyu sedang menangis terisak di pinggir kasur sambil menggenggam hasil pemeriksaan tengkorak kepala Mamanya. Yang Wonwoo tahu pasti sebelumnya dokumen tersebut ada di meja kerja Mingyu. "Kalo aja gue lebih aware, Mama pasti masih disini kan, Won?", kata Mingyu sambil menunduk, menggenggam dokumen dengan keras di tangan satu dan tangan satunya yang mengepal keras hingga Wonwoo bisa melihat urat-urat nadi yang timbul di tangan Mingyu. "Hey, Gu..", kata Wonwoo mendekat, mencoba mengambil dokumennya dan melepaskan dari genggaman Mingyu dan mengembalikan ke mejanya. Wonwoo mengingatkan dirinya untuk menaruh dokumen tersebut di tempat yang lebih aman. "Mama pergi karena udah waktunya, Gu", kata Wonwoo sambil meraih tangan Mingyu yang masih mengepal. Menangkup pipinya untuk mengarahkan mata Mingyu ke matanya. "Waktu Mama disini udah abis. Udah waktunya. Bukan karena Mingyu lalai. Kalaupun Mingyu ga lalai, Mama akan tetep pergi di waktu yang sama persis dengan kemarin. Udah harus kembali ke tempatnya", kata Wonwoo mencoba menenangkan meskipun dirinya juga tidak kuat. Wonwoo mendekatkan dirinya dan membawa Mingyu ke dalam pelukannya. "Gapapa nangis aja, gue disini kok, Mingyu aman", kata Wonwoo mengelus punggung Mingyu. Malam itu Mingyu terlelap dengan mata yang basah oleh tangisannya. Bersyukur Wonwoo-nya disana masih kuat untuk menopang kesedihannya. Seperti janji Wonwoo ke Mama dan pesan Kak Han ke dirinya, Wonwoo akan menjaga Mingyu. _Day 3_ Paginya Ambu memberikan kabar bahwa Seokmin sakit dan tidak bisa mengirimkan sarapan untuk mereka. Wonwoo bangkit lebih pagi dari biasanya. Memesan makanan secara online sebelum Mingyu dan Rowoon bangun untuk bersiap ke rumah duka. Sesampainya makanan yang dipesan telah tiba, Wonwoo menyiapkan segala sesuatunya di dapur agar semuanya dapat segera menikmatinya. Tidak lama terdengar suara hentakan kaki dari kamar Mingyu dan langkah kaki yang setengah berlari, sangat terasa kepanikannya oleh Wonwoo yang sedang beberes di dapur. "WONWOO??!?!?", kata Mingyu dengan lantang dan panik mencari sosok yang dipanggilnya di ruang depan dan menemukannya ketika ia menoleh ke arah dapur. "Tuhan, Wonwoo! Bilang-bilang dong kalo bangun duluan", kata Mingyu yang panik dan berlari ke arah Wonwoo dan memeluknya. "Kaget tau pas melek ga ada siapa-siapa di kasur", kata Mingyu sambil mendekapnya. "Gu, kan kemaren-kemaren juga gue bangun duluan", kata Wonwoo yang masih terheran. "Tapi kan ga ilang dari kasur, kaget tau" "Maaf ya, kata Ambu Seokmin sakit jadi ga bisa anterin sarapan, makanya tadi beli", jelas Wonwoo dan Mingyu melepas pelukannya untuk melihat Wonwoo. "Beli dimana?" "Beli online kok" "Terus Seokmin sakit apa?" "Demam agak tinggi aja sih, cuma ya ga masuk kerja", kata Wonwoo lalu kembali ke makanan yang tadi sedang ia bereskan. Diikuti dengan Mingyu yang memeluknya dari belakang. "Besok-besok kalo bangun duluan dikasih tau dulu ya, biar ga ngagetin" "Besok kan udah pergi ke Bangka Belitung" "Bilang ya?", tegas Mingyu. "Iya, Gu, besok-besok bilang. Mandi gih, abis itu sarapan", Mingyu pun menuruti arahan Wonwoo dan bersiap-siap untuk berdoa ke rumah duka. Hari ini hari terakhir ritual doa dilaksanakan untuk Mama dan hari ini mereka membawa pulang abu Mama untuk dibawa Mingyu ke laut di kampung halaman Mamanya. Perjalanan pulang hari ini dari rumah duka terasa lebih sunyi dikarenakan semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing. Semakin dekat dengan waktu ketika mereka harus benar-benar melepas Mama. Sesampainya di rumah, masing-masing mulai membereskan diri. Rowoon sudah mulai kembali bekerja besok dan Chani juga akan kembali bersekolah. Mingyu membereskan beberapa pakaian untuk dibawanya ke Bangka Belitung dan Wonwoo membantu yang bisa ia bantu. "Nyiapin pakaian buat berapa hari berarti?", tanya Wonwoo sambil menyiapkan perintilan yang perlu dibawa Mingyu. "Bawanya buat 5 hari sih, tapi disananya belum tau sampe kapan", jawab Mingyu sambil bolak-balik lemari dan koper. "Tiketnya udah dikirim ya ke email", timpal Wonwoo singkat. "Makasih, Won. Besok langsung kerja abis nganter ke bandara?" "Iya, besok cuma izin setengah hari soalnya", jawab Wonwoo sambil memasukkan pouch ke koper Mingyu. "Jangan sedih gitu Aa" Wonwoo hanya melempar tatapan tanpa membalas kata. "Sini, pangku dulu sebentar", kata Mingyu menepok pahanya mengarahkan Wonwoo untuk duduk di pangkuannya. Wonwoo menurut meskipun tidak menghilangkan kesedihan di wajahnya. "Sedih kenapa Wonwoo-nya?" "Gatau, ga boleh sedih harusnya tapi sedih aja" "Kan ini Mingyu-nya bilang mau pergi, ga main pergi gitu aja?" "Iya, tapi ga bilang kapan baliknya" "Pasti balik kok Mingyu-nya. Mau nunggu ga?" Wonwoo mengangguk pelan. "Balik kok, Won. Ga lama, ga selama yang Wonwoo pikirin. Kan disini ada kerjaan juga. Disana mau lepas Mama pelan-pelan jadi kayanya ga bisa langsung gitu aja" "Iya paham kok" "Makasih ya udah mau nemenin" Wonwoo hanya mengangguk lagi dan mendapatkan kecupan lembut di keningnya. Setelah menyelesaikan packing untuk segala kebutuhannya ke Bangka Belitung, Mingyu dan Wonwoo bersiap untuk istirahat dan seperti malam-malam sebelumnya mereka menghabiskan waktu untuk sedikit berbagi cerita sebelum keduanya terhanyut dalam mimpi. "Coba liat tatonya, waktu itu sempet iritasi kan?", tanya Mingyu sambil sedikit membuka kaos Wonwoo untuk melihat bekas tatonya. Wonwoo membiarkan Mingyu untuk mengeceknya. Meraba sedikit beberapa bagian yang terlihat memerah bekas dari iritasinya. "Hemmm, ini bekas iritasinya masih agak merah-merah, Won" "Iya tapi udah mendingan itu mah" "Kenapa bisa jadi parah begitu ya?" "Males ngerawatnya" "Kalo males gitu gausah tato-tatoan lah" "Ya kan malesnya karena mau ditinggal, jadi nyesel gitu" "Ga ada yang ninggalin", kata Mingyu sambil mencubit lembut bibir Wonwoo. "Tapi jadi beneran mewakili sih tatonya, bener-bener bitter banget hehe", kata Wonwoo tertawa lirih mengingat dinamika hubungan mereka belakangan ini. Saking banyaknya kejadian, mereka bahkan belum benar-benar membahas tentang situasi mereka dan bagaimana kedepannya. "Pahit banget ya Won sama gue?", tanya Mingyu. "Ada manis-manisnya juga kok, Gu", kata Wonwoo memberikan senyuman manisnya ke Mingyu yang menular dan membuat Mingyu ikutan tersenyum. "Apa emang manisnya?" "Gue" "Coba sini", kata Mingyu yang kemudian tanpa ragu mengecup lembut bibir yang tadi sempat iya cubit. Awalnya hanya kecupan lalu Mingyu mengecek ekspresi Wonwoo, menatap matanya berharap maksud untuk minta izinnya dapat tersampaikan. Wonwoo hanya terdiam lalu menatap bibir Mingyu sebagai respon bahwa ia memberikan izin untuk Mingyu meneruskan kecupannya lebih lanjut. Mingyu menerima sinyal tersebut dan mencium kembali bibir Wonwoo. Yang semula berawal dari kecupan singkat semakin lama semakin dalam hingga keduanya terlarut. Mingyu mencium Wonwoo lebih dalam mendorongnya untuk tidur terlentang agar Mingyu dapat mengurungnya dari posisi atas. Semakin lama semakin dalam, Wonwoo dapat merasakan emosi yang tercurahkan dari cara Mingyu menciumnya. Namun semakin lama ia merasakan pipinya mulai basah dan yang ia tahu ia tidak sedang menangis. Wonwoo berhenti untuk merespon ciuman Mingyu namun sepertinya Mingyu tidak menyadari. Tidak perlu menunggu waktu lama sampai suara isak tangis Mingyu semakin jelas terdengar dan Mingyu melepaskan ciuman mereka dan menjatuhkan dirinya di atas Wonwoo. Menutupi wajahnya ke ceruk leher Wonwoo, Mingyu melanjutkan tangisannya yang tidak tertahankan. "it's okay, Gu", kata Wonwoo sambil memeluknya dan mengelus punggungnya dengan lembut. Sisa malam itu dihabiskan Wonwoo menunggu Mingyu untuk mencurahkan seluruh emosinya sampai mereka berdua tertidur lelap. _Day 4_ Keesokan paginya Wonwoo seorang diri mengantar Mingyu ke Bandara dengan penerbangan ke Pangkal Pinang pukul 08:30. Dengan abu dan koper yang sudah siaga di sebelah Mingyu, mereka berpamitan di depan Boarding Gate karena Wonwoo tidak lagi dapat mengantar Mingyu lebih jauh. "Ditunggu kan, Mingyu-nya?", tanya Mingyu yang siap berpamitan ke Wonwoo yang hanya dijawab dengan anggukan. "Kalo gue ga ada kabar, jangan panik ya? Mungkin beberapa hari emang ga nyalain HP, bener-bener mau sendiri dulu. Tapi Wonwoo selalu di pikiran Mingyu kok. Boleh ya Mingyu-nya pergi sebentar?" "Janji balik ga?" "Janji dong. Mau ada yang ditanya juga pas nanti balik" "Soal apa?" "Soal kita dong, masa soal ujian" "Udah bisa ngelucu?" "Hehe, jangan sedih dong meng mukanya, masa ini mau ilang beberapa waktu yang keinget muka manyunnya? Senyum dong yang manis biar bikin pengen balik cepet" "Gausah aneh-aneh ah, Gu, balik aja secepatnya pokoknya" Mingyu menarik tubuh Wonwoo membawanya ke pelukannya dan Wonwoo pun mendekapnya tidak kalah erat. "Please be safe selama ga kontak ya, Gu. I can't stand to lose anything precious for now", Kata Wonwoo di pelukan Mingyu. Mingyu hanya tersenyum kecil sambil mengangguk mengiyakan perkataan Wonwoo. Kemudian Mingyu melepas dekapan Wonwoo namun tidak lama setelahnya Ia menangkup wajah Wonwoo untuk memberikan ciuman hangat di bibir Wonwoo. Ciuman ini terasa pedih bagi Wonwoo namun ini hal terindah yang bisa ia dapatkan di hari-hari mereka yang masih terisi dengan duka yang tersisa. Wonwoo menyambut ciuman lembut tersebut dengan membuka sedikit bibirnya agar Mingyu dapat menciumnya lebih dalam. Air mata ikut menetes namun mereka tidak berusaha untuk menahannya. Dipeluknya juga leher Mingyu dengan erat tanpa peduli orang-orang yang berlalu lalang melihat mereka. Saat ini, orang lain tidak perlu tau apa yang sedang mereka hadapi. Yang mereka butuhkan saat ini hanyalah kekuatan untuk dibagi satu sama lain.