write.as

Kangen.

.

.

Mungkin sudah terhitung sebulan jika mengingat kapan terakhir kali Chimon dan Pluem bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Kesibukan akan kegiatan kampus selalu merebut Pluem dari Chimon, mungkin jika seminggu atau dua minggu Chimon masih bisa menahan rasa rindu, tapi sebulan ... rasanya tidak bisa.

Chimon kangen, banget.

Terkadang, Chimon merasa iri dengan teman-temannya. Apalagi ketika melihat Ohm dan Nanon, pasangan itu sangat lengket satu sama lain. Dan Ohm juga selalu siaga untuk Nanon. Mungkin mereka berdua terlihat sangat menyebalkan karena sering PDA dimanapun, tapi setidaknya mereka selalu bertatap muka.

Sial, Chimon merasa sangat menyedihkan. Dia ingin Pluem, ingin bertemu dan meluapkan perasaan rindu tertahannya.

Untungnya, semesta masih menyayangi Chimon. Saat selesai kelas tadi, Nanon memberitahu jika Pluem berada di rumah seharian, jadwalnya kosong, katanya.

Kesempatan tidak boleh disia-siakan, Chimon saat itu juga langsung pergi menuju kediaman keluarga Vihokratana demi melepas rindu dengan Pluem.

Sebenarnya, Chimon mau nebeng ke Nanon, tapi ternyata Nanonnya gak bawa kendaraan, kan ada Ohm katanya. Akhirnya minta nebeng ke Frank, tapi ditolak juga karena tebengannya hanya dikhususkan untuk Drake saja.

Chimon mendumel, dasar bucin.

Pada akhirnya Chimon minta nebeng ke First buat dianter ke rumah Pluem.

“Makasih banget loh udah nganter, emang ya lo mah nomor satu dari semuanya, First!” seru Chimon setelah sampai di tempat tujuan.

First mengangguk sembari tertawa kecil. “Yakin nih gue yang nomor satu bukan kak Pluem?”

“Hah, itu mah beda lagi elah.” Chimon mendengus. “Untuk urusan hati Pluem masih nomor satu!”

“Iya deh iya yang bucin.”

“Gue gak bucin???”

“Apaan?” Ekspresi First seketika berubah keruh. “Modelan gini gak bucin darimananya, coba?”

“Heh!”

“Udah lu masuk aja sana, terjang kak Pluem.”

“SIAPA JUGA YANG MAU TERJAN—”

“Loh, Chimon?”

Seketika lidah Chimon terasa kelu, dia melirik patah-patah ke belakang. “E-eh, kak Pluem,” sapanya sembari merubah gestur menjadi sedikit kalem.

Pluem hanya bisa tersenyum melihat tingkah Chimon yang berubah ketika melihatnya. “Hai Mon, ngapain ke sini?”

“Erng- itu—”

“Udah gue anter ke tempat ayangbebnya, gue pamit ya Mon! Jangan lupa pakai kondom!”

Melotot, Chimon berbalik bersiap melemparkan protesan pada First yang ternyata sudah melesat pergi dengan cepat. “A-ah itu eng, kak Pluem apa kabar?”

Akward, Chimon mengerang dalam hati. Tak lupa menyumpah serapahi First.

“Canggung amat,” ujar Pluem seraya tertawa kecil. “Masuk dulu, yuk.”

Chimon cuman bisa memberi anggukan sebagai respon. Dia tak banyak tingkah, mendadak menjadi pendiam dan nurut dengan Pluem.

“Mau ke kamar aku atau di sini aja, Mon?”

“Ha-hah? G-Gimana kakak aja sih aku mah, hehe.”

Mengerjap-ngerjap, Pluem menatap Chimon lekat dan cukup lama. Sampai akhirnya berakhir dengan tersenyum kecil, dan menepuk pucuk mahkota Chimon dengan lembut.

“Kamar aku aja, ya?”

“U-um!”

Terkekeh kecil, Pluem meraih lengan Chimon dan menariknya menuju kamar dengan lembut.

Sampai di kamar, duduk berdua diatas kasur dengan punggung yang bersender pada dinding.

“Jadi?”

“Apa?”

Pluem melirik samping, netranya bertabrakan dengan netra Chimon. Tersenyum simpul, kembali dia bertanya, “Kamu kesini tujuannya mau ngapain, sayaang?”

'ASDHJKL HAH SAYANG KATANYA? MANA LEMBUT BANGET ITU MANGGIL SAYANGNYA,' batin Chimon ambyar.

Chimon seketika berpaling dari Pluem saat itu juga, menghindari tatapan Pluem yang mungkin akan menyadari perubahan warna pada wajahnya.

“Hei, kok diem?” tanya Pluem lagi, ia tentu saja menyadari betapa malunya Chimon saat ini. Terkekeh kecil, Pluem menarik kepala Chimon untuk tertidur di pahanya. “Kamu kangen aku, ya?”

Awalnya Chimon tersentak kaget saat disuruh berbaring diatas paha Pluem. Dia jadi bisa melihat Pluem dengan jelas, begitupun Pluem padanya. Sembari menutup muka malu, Chimon mengerang kecil. “Kak Pluem ihhh!”

“Muka kamu jangan di tutup dong sayang,” ujar Pluem gemas, ia meraih tangan Chimon dan menjauhkannya dari wajah sang empu. “Kamu kangen aku, kan? Kalau iya, tatap dong akunya.”

“Maluuu!”

“Kenapa harus malu?”

“Gatau! Pokoknya malu!”

Pluem terkekeh kecil, dia akhirnya memeluk Chimon dengan gemas lalu menciumi seluruh wajah Chimon.

“Dua hari ini jadwal aku kosong, kamu nginep disini aja ya, Mon.”

Chimon mengangguk, dia lalu memposisikan bibirnya tepat di samping telinga Pluem, lalu berbisik lembut.

“Mon kangen, Mon sayang banget sama kak Pluem! Hehe.”

Senyum Pluem semakin mengembang, dia akhirnya ikut berbisik tepat disamping telinga Chimon.

“Pluem juga kangen dan cinta mati sama Mon kok.”