write.as

Pilu Membiru

Ruang Kemo “Tara, kita akan mulai. Sudah siap?”

Pertanyaan itu keluar dari dokter Jom yang baru saja memasangkan alat kemo di beberapa bagian tubuh Tara. Tara pun menggangguk, Yang berarti ia sudah siap dengan segala sesuatunys.

“Kalau kamu bosan, bisa tidur saja ya. Atau melakukan sesuatu. Dengar musik contohnya.”

“Dok, Hahaha ini pertanyaan memalukan. Saya ga botak cepet cepet kan?” Ucap Tara kepada dokter Jon

“Seperti yang kita tau, sifat tubuh manusia berbeda beda. Tetapi untuk kemo awal hanya efek samping seperti mual dll. Kamu tau kan?”

“Iya tau dok. Bahkan saya sudah tau setelah ini apa yang akan dokter lakukan. Pengecheckan darah untuk ngeliat fungsi fungsi dari sumsum tulang. Kaya hemoglobin, leukosit, nilai trombosit.”

“Mantap. Sudah cocok menggantikan saya disini kamu Tara”

“Baiklah, saya tinggal dulu ya. Ingat, jangan stress stress Tara.”

“Saya usahakan dok”

Matahari yang duduk disamping Tara merasa tidak dianggap ketika percakapan itu terjadi. Lalu ia memotong pembicaraan keduanya.

“Ehem. Tah, denger. No stress, no thinking thinking heavy. Life seperti Cupang saja. Ya kan dok?

Dokter Jon hanya menggeleng kepala karena sikap Matahari yang konyol. Sebab, dihari pertama Tara sampai dirumah sakit, pria bertubuh kurus ini sempat sempatnya meminta gelas kosong hanya untuk memindahkan cupang miliknya dari plastik.

Matahari mencari mencari sesuatu dari dalam jaketnya. Sesuatu yang mungkin saja bisa membuat hati Tara sedikit tenang dengan alat kemo disekitarnya. Sebuah novel yang ia temukan dimeja milik Tara ketika ia sedang mengambil beberapa barang milik Tara malam itu.

“Hah? Kok Lo tau gue lagi baca novel ini?”

“Tau lah. Saya gitu loh. Matahari sang penerang malam. Gue udah ngeliat tutorial kemoterapi di YouTube dan rata rata mereka sambil ngelakuin hal sesuatu. Kaya yang dokter tadi bilang. Nah kali aja Lo mau baca buku ini. Sorry gue main asal ambil, soalnya dimeja Lo buku ini kebuka posisinya.”

Tara memeluk tubuh Hari, ia sangat bersyukur memiliki teman yang sangat konyol tetapi perhatian kepadanya disaat genting seperti ini. Tara mengambil buku yang diberikan Hari tadi untuk ia baca selagi proses kemoterapi beberapa jam kedepan. Terbentuk sebuah senyum sebab kalimat selanjutnya yang keluar dari bibir milik Tara.

“Hari, gue minta maaf karena udah ngerepotin Lo selama 3 hari ini. Lo bulak balik ke rumah gue, rumah sakit, bahkan Lo numpang mandi di kantin rumah sakit.”

“Eh belum lebaran. Tahan minta maafnya. Perihal mandi, tolong jangan dibahas. Yang penting saya wangi. Biar setiap jalan, para nurse ngeliatin saya. HARI 2022 MENUJU PACARAN.”

Setelah dengan obrolan percintaan hari tersebut, terdengar langkah kaki mulai mendekat ke arah kedua insan tersebut. Nurse yang datang dengan beberapa alat itu tertangkap oleh mata milik Tara dan Hari, memicu kembali rasa takut yang sedikit lebih baik daripada takut yang pertama kemarin.

Suster itu menaruh alat mengarah ke pembuluh darah Tara. Mereka tau itu alat apa, tetapi tingkah konyol Hari dimulai kembali. Ia menanyakan hal hal aneh Agar mencairkan suasana yang mulai tegang.

“Sus, itu tabung apa!? Suster jangan sakiti teman saya. Dia lemah!!” Suara ini milik Hari yang membuat kaget nurse tersebut.

“Ga kok mas. Ini namanya Chemoport. Dengan alat ini kita masukkan obat menggunakan jarum khusus nantinya. Ini justru lebih lebih aman karena mengurangi ketidaknyamanan pasien akibat keluar masuk jarum.”

“Ooooohhhhh” jawab hari dengan nada bercanda nya

“Nurse, jangan dijawab lagi. Dia ini mahasiswa kedokteran. Udah tau itu apa. Mungkin yang dia gatau nomor wa nurse aja...” Suara Tara ikut mencairkan suasana layaknya hari

“Hahahaha teman saya nih!!!”

Hari sangat serius memandangi suster yang sedang sibuk dengan kegiatan nya itu. Hitung hitung belajar praktik langsung di rumah sakit sebelum mendapat gelar Dokter.

***

2.5 jam berlalu, perut Hari mulai berbunyi menandakan bahwa sudah waktunya mereka menyantap makan sore. Karena proses ini memakan proses 4,5 jam jadi masih ada sisa 2 jam lagi. Beruntung Hari sudah antisipasi hal ini. Setelah mandi di kantin, ia membelikan nasi goreng disana. Yang ia tau Tara sangat suka nasi goreng. Apalagi buatan mamahnya.

“Anak ganteng, ini ada nasi goreng kesyukaanmu. Yuk kita makan.” Hari berusaha membangunkan Tara yang tertidur sangat lelap dengan novel ditangannya. Ia mulai menyuapkan nasi gorengnya kepada Tara.

“Tar, yang tadi dokter bilang, pasti ada efek samping. Apapun itu ngomong ya? Biar gue bisa antisipasi ok?”

“Ehm... Kayaknya gue mual deh Har, mulut gue pait banget rasanya tiba tiba.”

“Efek obat itu kan. Gpp, kita paksa yuk makan. Biar ada asupan yang masuk. Kasian tubuh Lo nanti Tar.?

Tara memaksakan dirinya untuk menelan nasi goreng yang telah dibeli Hari. Tara tau ini demi kebaikannya sendiri. Tak apa sakit sekarang, tetapi sembuh kemudian.

Beberapa suapan masuk kemulut Tara hingga akhirnya terdengar tangisan oleh Tara. Tangisan yang menggambarkan kenyataan pilu yang harus Tara hadapi saat ini.

Tara sudah tidak bisa menahan rasa mualnya lagi. Ia memuntahkan semua makanan yang baru saja ia santap.

“Har, maaf-maaf.” Hari kaget. Ia baru saja melihat temannya sedang berjuang demi melawan penyakitnya. Hari berusaha mencari sesuatu yang bisa membersihkan muntahan Tara.

Hari membuka bajunya lalu membersihkan bagian mulut Tara dilanjutkan membersihkan lantai yang terkena muntahan Milik pria pengidap Kanker Darah Stadium 2 ini.

“sttt. Lo diem jangan gerak. Gpp, ini normal. Lo hebat Tar. Hebat bisa berjuang seperti ini. diem ya.”

Terlihat lirikan mata milik Hari oleh Tara yang tengah mati-matian menahan tangisan-nya karena kondisinya ini.

“Hari, maaf... Maaf banget gue ngerepotin lo.”

“Apaan sih? Gue bilang lebaran masih lama.”

Pilu membiru menyelimuti Hari. Hari mengelap air matanya menggunakan lengan nya sambil mengelap sisa muntahan Tara.

“Sok Tar. Muntah lagi. Biar gaada sisa. Biar perut Lo juga enak.”

Tara menggelengkan kepalanya, masih memandangi Hari dengan tatapan penuh rasa bersalah.

“Gausah liatin gue kaya gitu. Lo sahabat gue. Apapun gue lakuin demi Lo. Termasuk menggantikan posisi Lo. Lo sangat berjasa buat hidup gue. Iya, gpp gue yang sakit. Yang penting panutan gue bisa punya masa depan yang ia impikan.” Ucapan serius keluar dari mulut Hari kali ini

Matahari memanggil dokter guna mengecheck keadaan Tara dan ia kembali ke bangsal milik Tara untuk memakai baju lainnya yang ia bawa. Iya, dia berjalan sepanjang lorong tanpa busana di badannya. Tak apa. Ini tidak sebanding dengan apa yang Tara Alami.

Hari ini Tara melihat sosok sahabatnya yang konyol, penghidup suasana, ternyata ia benar benar peduli kepada Tara. Ia tidak malu melakukan hal itu demi kesembuhan Tara. Isak tangis memenuhi ruang kemoterapi. Bahkan dokter dan suster menjadi saksi bahwa, hari ini terjadi pertumpahan air mata dari kedua sahabat itu.