Let's get married in hell

Note!: -Characters death -Ini bxb/gay dan ada selipan gxg/lesbian nya sedikit. Jangan salah lapak! -Slight nsfw (?) (kiss scene) -Alcohol! -Suicidal thought -Killing -There`s some broken italian and english -Kalo ada typo mohon maaf -Angst, sickness -Hanahaki disease -All characters belong to Ken Wakui

Perlu bikin secreto gk sih? Coba nanti di bikinin.

Anyway, enjoy! Prepare the tissue if you need it(๑ơ ₃ ơ)♥


Ini cerita dari sisi seorang Shuji Hanma, sebelum aku mati dan menikah di neraka nanti

Ya, cerita ini ku tulis sebelum aku di hukum mati. Mungkin ini dapat menjadi bukti bagi para penyidik.

Tidak masalah, aku sudah kehilangan segalanya. Ungkapkan semua dosa-dosa ku-kami kepada dunia. Anggap lah itu sebagai bukti cinta ku kepada Tetta Kisaki, Shuji Kisaki.

Maka dari itu akan ku ceritakan dosa terakhir kami sebelum kami bersatu di neraka.


1 Tahun yang lalu

Di usia kami yang ke-25 kami sudah menjadi penjahat unggul, otak di balik kejahatan-kejahatan besar.

Ini menyenangkan.

Bersama Kisaki, ini menyenangkan. Ia membawa kebahagiaan dalam hidup ku. Perasaan yang tak pernah ku rasakan sebelumnya. Kenikmatan di balik jeritan kesakitan. Perasaan yang tak dapat diberikan oleh orang lain.

Entah sudah berapa kali aku berpikir seperti ini. Beruntungnya aku dapat bertemu Kisaki. Walaupun menurut orang lain itu merupakan sebuah kesialan bagi mereka.

Dan sekarang kami sedang berada di Italia, tempat banyak mafia berkumpul. Ku tau Kisaki akan menyiapkan kejutan lain yang tak akan membuat ku pernah bosan. Ia berdiri di depan ku dengan penuh aura keyakinan seorang pemimpin, mengeluarkan kata demi kata yang mempengaruhi para petinggi untuk mengikuti permainannya.

Aku? Aku hanya bertugas menjaganya. Bidak terakhirnya. Hanya seorang anjing yang menjaga pemiliknya, kebahagiaan miliknya.

“Hanma, kau menemukan informasi lain tentang Hina sekarang?”

Ya, ia kebahagiaan ku. Namun bukan orang yang mencintai ku.

“Ia hidup bersama dengan adiknya, pekerjaannya sebagai guru di salah satu taman kanak-kanak. Setelah putus dengan Takemichi saat SMA ia tak pernah memiliki kekasih atau teman yang sangat dekat dengannya. Namun baru-baru ini orang banyak yang melihatnya berteman dengan Sano Emma”

“Harta ku sudah cukup, seluruh persiapan ku sudah siap. Aku akan melamarnya tahun depan”

Aku terbatuk, karena kaget dan tenggorokan ku juga terasa tergelitik. Aku menutup mulutku dengan bagian dalam telapak tangan ku.

Kelopak bunga.

Aku menyembunyikan tangan ku.

“Baiklah, jika itu rencana mu” “Namun jangan lupakan bayaran untuk ku”

“Apa?”

“Tunjukan lagi kepada ku bagaimana serunya menjalani hidup ala Tetta Kisaki”

Ia tertawa kecil “Tentu saja, sobat”

Dadaku terasa nyeri. Nafasku tak lancar. Sial sekali diriku. Dari segala penyakit yang ada di dunia, kenapa harus penyakit ini?

Aku tidak mencintainya! Aku pun tau dari awal aku tak akan pernah mendapatkannya. Aku sudah membatasi diriku, namun kenapa perasaan ini tetap berhasil muncul.

“Aku akan berbincang dengan para tetua, kau amati pergerakan orang yang sekiranya dapat menghambat” ucapnya menatap ku kemudian pergi menjauh.

Aku membuang kelopak bunga tersebut sembarang dan bergerak menjauh.

Sekarang bagaimana mengatasi penyakit ini? Tidak, aku masih bertugas. Ku pikirkan itu nanti.

Sedikit lagi gedung ini akan meledak dan geng amatir yang di pengaruhi oleh Kisaki akan menyerbu. Aku harus bersiap melindunginya.

Ketika meledak sebagian gedung tersebut, para tamu berhamburan menyelamatkan dan melindungi diri masing-masing. Para tetua langsung lari melalui jalur rahasia yang hanya mereka ketahui. Aku langsung menuntun Kisaki mengikuti jalur pelarian kami.

Setelah kami aman, Kisaki menekan tombol untuk menfaktifkan bom lain yang ia pasang diam-diam dalam gedung. Kemudian kami kembali ke mansion kami yang kami dapatkan dari salah seorang mafia yang berhasil ku bunuh, dan dengan kecerdasan Kisaki, ia mengambil alih seluruh hartanya.

“Mandi lah Hanma” “Hari ini berjalan lancar sesuai perkiraan. Kita tinggal menggiring para tua bangka itu untuk masuk perangkap dan dunia bawah Italia akan menjadi milik ku”

“Kau juga bersihkan diri mu, kemudian ke ruang makan. Aku yakin kau tidak puas dengan hidangan di pesta tadi, selain wine yang mereka sediakan” aku menyuruh pelayan untuk menyiapkan makan malam yang sebenarnya sudah sangat terlambat.

“Kau benar”

Ia berjalan ke ruangannya setelah melepadkan jas abu-abu bergaris miliknya. Aku menatap kepergiannya hingga tertutup pintu kamarnya. Baru lah aku masuk ke kamarku.

Kelopak bunga yang ku tahan sedari tadi baru lah ku keluarkan. Banyak sekali. Nyeri dan sesak ku pun semakin terasa kuat. Ku putuskan untuk membersihkan diri ku dan turun untuk makan.

Lagi-lagi ku pikirkan bagaimana nasibku nantinya di bawah aliran air shower ku tertunduk.

Aku menuju ruang makan dengan bathrobe abu panjang berbahan cotton. Namun ternyata ia sudah memulai makannya terlebih dahulu.

Bodohnya. Berharap apa diriku ini.

Rambut basahnya yang menawan, matanya yang memancarkan intimidasi, dan gerakannya yang tenang namun tegas. Indah bagi ku pemandangan di hadapan ku.

Sial, tak dapat ku sentuh.

“Apa kau akan terus berdiri seperti itu?”

Ia menyadari kehadiran ku di belakangnya, namun ia tidak berpaling dari makanannya. Sesak.

“Biasa, pikiran ku mulai menggila” aku duduk di kursi ku

“Apa? Kau ingin menyentuh ku?” ia mengangkat sebelah alis matanya menggoda bercanda.

Jika saja dapat ku jawab iya.

“Tak sudi bahkan ku menyentuh kulit mu” balas ku menyeringai menggoda.

Andai dapat ku pojokan dirinya, dan mengukung kedua tangannya membuatnya tak berkutik dalam kendali ku.

Ah iya, harusnya aku bisa melakukan itu karena fisik lemahnya, namun percuma itu tidak dapat menyembuhkan penyakit ku, bahkan kebahagiaan ku terancam sirna.

“Dude, stop whatever you thinking, let's grab some Devil Springs-merk Vodka dengan kadar alkohol 80%–. You look so stressful”

Kalo sambil ngerokok mungkin bisa matiin bunganya, rokok kan merusak paru-paru. Pikir ku bodoh.

“Hate to agree with you” “But, you sure you can take it?”

“Maybe just a one shot-satu gelas kecil yang biasanya untuk minum alkohol-”

“Alright i'll go get'em”

Aku melangkahkan kaki ku ke gudang penyimpan minuman di mansion itu. Sedangkan Kisaki pergi ke rooftop menunggu ku.

Ku ambil minuman berkadar alkohol tinggi tersebut, dan sejujurnya tangan ku gemetar. Bagaimana jika mulut ku tak terkontrol dan membocorkan satu rahasia yang ku simpan selama ini. Pastinya Kisaki akan membatasi dirinya dengan ku. Aku tidak mau itu terjadi. Aku ingin menghabiskan saat-saat terakhirku di sampingnya.

Sesampainya di rooftop yang ku lihat adalah Kisaki yang tersenyum kearah ku, memegang dua buah gelas sloki-gelas kecil yang biasanya digunakan untuk meminum alkohol-. Senyumnya terasa lembut, ah jika saja kami adalah pasangan pada saat itu aku pasti akan menghampirinya dan mencium bibirnya lembut.

Namun sayangnya itu hanya angan-angan ku saja. Aku berjalan mendekat juga membalas senyumnya dan menuangkan Devil Spring yang diinginkannya ke dua gelas sloki di tangannya.

Kami mengadukan gelas kami mengeluarkan suara dentingan kecil kemudian menyesapnya sedikit dari Vodka tersebut. Hanya sedikit sesapan dari Vodka itu sudah membuat ku merasa pusing. Ku nyalakan rokok ku dan bersandar di balkon, angin malam tak terasa dinginnya kala itu. Kepala kami sudah berputar hanya dengan sesesap Vodka tersebut.

“Kau tau Hanma? Kau bisa menceritakan apa yang menggangumu”

“Itu tak bisa diceritakan begitu saja Kisaki. Walau Vodka mempengaruhi ku” ucap ku sembari mengeluarkan asap rokok dari mulut ku.

“Sepertinya dalam sekali, hingga-hingga tubuhmu dalam kondisi tak sadar pun masih bisa menutupnya rapat-rapat”

“Memang, tapi tenang saja ini tidak ada kaitannya dengan rencana mu. Jadi kau tidak perlu khawatir”

“Hanma...kenapa kau bertahan sejauh ini?”

“Ku bilang kan, kau menunjukkan keseruan dari kehidupan”

“Lalu jika aku menikah nanti, kita pasti akan berpisah. Dan aku mungkin akan keluar dari dunia kejahatan”

“Ku rasa saat itu aku akan menjadi gelandangan, anjing yang kehilangan tuannya”

Ia tertawa “Bekerja lah untuk ku jika kau tidak punya tujuan” senyum mengembang di wajahnya.

Sial sekali diri ku ini.

Ku nyalakan lagi sepuntung rokok “Dalam mimpi mu”

Dan sisa malam itu kami pakai untuk bercerita mengenang masa lalu. Lebih tepatnya aku sedang sibuk memandangi dirinya, dan jangan lupakan kami masih meminum cairan alkohol itu walau sedikit demi sedikit.

Kisaki sudah hangover lebih dulu dibandingkan dengan diri ku yang masih setengah sadar. Ia duduk di sofa kemudian tertidur. Ku biarkan ia tertidur sebentar di sana, setelah rokok ku habis ku hampiri dirinya. Ku pastikan ia tertidur dan ku gendong layaknya seorang pengantin ke kamarnya.

Bathrobe mengekspos dada dan perut bagian tengah pemuda dalam gendongan ku. Aku menelan ludah ku berkali-kali berusaha menahan nafsu ku.

Ku baringkan tubuhnya di kasurnya dan hendak beranjak pergi karena aku sudah tak kuasa menahan kepala ku yang berputar. Namun tangannya menahan ku.

“Hanma temani aku, kau sahabat ku bukan?” ucapnya dalam tidurnya.

Aku duduk di sampingnya, tangannya masih menggenggam ku erat. Ku lepas kacamatanya dengan satu tangan ku dan menaruhnya di meja nakas. Ku sibak juga poninya menampilkan wajah manisnya yang tertidur tenang.

Namun bunga itu keluar lagi dari mulut ku, mengingat kan ku akan penyakit ku dan perasaan kami yang tak sama. Ku remas kelopak bunga dalam genggaman ku, membungkusnya dengan tisu dan melemparkannya ke tempat sampah.

Aku berbaring di samping Kisaki dan ikut tertidur dengan tangannya yang mansih menggenggam tangan ku. Biarlah ia melihatnya saat bangun, toh ia duluan yang menggenggam tangan ku dengan erat.


Di luar dugaan ku, ternyata saat ia terbangun tidak ada reaksi apapun. Dan kami beraktifitas seperti biasa. Ia selalu pergi sendiri dan aku menunggunya di rumah.

Aku tidak ikut dengannya? Tidak. Jika ia tidak membawa ku berarti ia hanya melakukan negosiasi sana-sini untuk menjalankan rencananya dan tidak beresiko melukai dirinya.

Kelopak bunga, lagi.

“Sial, aku merindukannya”

Aku mengambil handphone ku dan menelepon Kisaki.

“Hey” “Perché?”-kenapa?” *“Mi annoio”-aku bosan” “Adesso vieni a prendermi”-Jemput aku sekarang- “On my way, sir”

Aku segera mematikan telepon kami dan bergegas menuju ke mobil Lycan hypersport yang biasanya ku gunakan dan langsung menuju ke daerah yang sudah di kirimkan oleh Kisaki.


Aku turun dari mobilku dengan tatanan rambut menyamping dan kaca mata bertengger di batang hidung ku. Ku tenteng jas hitam ku, menampilkan diri ku dengan kemeja tiga kancing terbuka dan celana panjang hitam.

“C'è Ranallo-nama samaran Kisaki di Italia-per favore ?”-apakah Ranallo ada di sini?”

“Sì, è qui”-ya, dia ada di sini-

“Verga”-nama samaran ku di Italia-aku menengok kebelakang mendapati Kisaki yang berjalan kearah ku

“Grazie signore”-terima kasih nona-ucap ku kepada resepsionis wanita tersebut dan berjalan pergi bersama Kisaki.

“Bagaimana diskusi tadi?” tanya ku sembari menyupir.

“Lancar seperti biasa”

Duar!

Terdengar suara ledakan dari gedung yang mereka datangi tadi.

“Lalu kenapa kau ledakan?”

“Resepsionis wanita itu menjijikan”

“Apa ini? Kau cemburu?”

“Tidak. Hanya saja aku tidak menyukainya”

Tentu saja, bodoh lagi diri ku mengharap kan lebih. Ku ukir senyum ku perlahan sembari menatap jalan.


Semua persiapan sudah selesai menurut Kisaki, sekarang tinggal menunggu hasilnya. Selama 1 bulan lebih kami mengurung diri di mansion sambil mendengarkan saluran berita di televisi atau mendengar berita lewat radio yang kadang kami putar sembari bermain bilyard dan bertaruh apa lagi yang akan terjadi selanjutnya.

“Ku bilang kali ini gedung yang ada di tv itu akan meledak dalam 3 menit” ucapnya percaya diri sembari mengangkat gelas sloki berisi Chivas Regal Mizunara-Whiskey dengan kandungan alkohol 40%-miliknya.

“Wah dapat berita dari mana lagi kau?” ucapku sambil menyundul sebuah bola bilyard yang sudah ku perhatikan sedari tadi.

“Tentu saja para tua bangka itu”

“Sepertinya rencana ini berjalan lebih cepat dari yang kita perkirakan”

“Tak apa, dengan begitu aku bisa cepat pulang dan melamar Hina”

Apa hanya dia yang ada di pikiran mu? Tak terbesit kah diri ku di hati mu?

“Masih sangat gigih ya dalam mendapatkan hatinya”

Tidak, bunga-bunga ini kembali berulah. Nafasku sesak kembali. Namun ku usahakan untuk menjaga gerakan tubuh ku agar tetap normal supaya Kisaki tidak curiga. Ah, nyeri dada ini malah ikut kambuh memper buruk keadaan.

“Jelas, akan ku bawa dia berkeliling eropa nantinya”

Itulah impiannya bersama gadis bernama Tachibana Hinata yang ia harap kan bernama Tetta Hinata. Apa aku serius sudah tidak mendapatkan kesempatan lagi menduduki posisi khusus di hati mu?


Setelah rencana terakhir Kisaki, yaitu pemenggalan para tetua mafia-jelas aku yang memenggal mereka-berjalan, kami langsung pergi ke bandara untuk kembali ke Jepang.

Wajahnya berseri sepanjang perjalanan. Kebahagiannya akan rencananya begitu terpancar.

Kami menetap di kediaman keluarga ku yang cukup luas dan bernuansa tradisional. Ia sudah terbiasa berada di kediaman ku, setelah ia mengganti bajunya dan menyelesaikan makan malam ia langsung menurung diri di paviliunnya menyiapkan kembali rencananya.

Sedangkan aku, mengurung diri di paviliun ku menjerit tanpa suara karena siksaan taman bunga di paru-paru ku ini. Ingin ku bunuh diri ku sekarang. Tetapi aku teringat dirimu yang masih butuh penjagaan ku. Saat itu juga ku urungkan niat ku menancapkan pisau ke jantung ku.

Air mataku mengalir deras seiring sesak di dada ku bertambah. Ku sandarkan punggung ku di tembok dan mencengkram jantung ku tak kuasa menahan sakit dari perasaan ini. Kelopak bunga pun kembali keluar dari mulut ku saat aku terbatuk.

Ku putuskan untuk keluar dari kediaman Shuji dan mencari pelampiasan.

Ku pukul setiap berandalan yang ku temukan di gang-gang sempit. Ku lampiaskan seluruh kemarahan ku pada mereka. Namun tak kunjung ada kelegaan dalam hati ku. Malah kelopak bunga itu kembali keluar dari mulut ku.

Mau apa diri ku ini? Melampiaskan seluruh amarah ku pada orang yang bahkan tak tau masalah ku.

“APA BAGUSNYA JALANG ITU, KISAKI!? DIA TIDAK LEBIH BAIK DARI DIRI KU! DIA TIDAK AKAN MENGIKUTI MU MASUK KE LUBANG BUAYA! Namun aku yang menerjang ruang penuh granat meledak demi menyelamatkan mu! Hiks, kenapa tak ikut meledak saja diri ku hari itu” teriak ku di gang kecil nan sempit itu.

Lagi-lagi ku terduduk menyandarkan punggungku pada tembok dan mengusap air mata ku seiring ku terbatuk memuntahkan lagi kelopak-kelopak bunga berwarna cerah.

“Cih! Lemah sekali diri ku ini”

Aku berjalan dengan langkah gontai menuju kembali ke kediaman ku.


Aku pingsan di dalam paviliun ku selama beberapa hari. Tak ada yang sadar, tak kepala pelayan, para pelayan, maupun Kisaki. Tentu saja. Ia semakin sibuk karena menyiapkan lamarannya, kenapa aku selalu berharap lebih? Sadar lah Shuji Hanma. Ia tak akan melihat mu, walau kau mati dengan bunga memenuhi mulut mu sekali pun, kau hanyalah teman di matanya.

Di hari ketiga aku terbangun dengan kondisi yang sangat lemah dan berjalan gontai menuju ruang makan. Tak ada lagi peduli ku jam berapa ini, yang penting adalah bertahan hidup sebentar lagi.

Aku makan apapun yang ada di meja makan itu, ku masukan semuanya ke mulut. Namun tak lama setelah ku telan malah ku muntah kan lagi bersamaan dengan sebuah bunga dan kelopak-kelopaknya yang berwarna-warni.

Apa ini bayaran atas dosa ku? Jika iya, maka apa bayaran atas dosa Kisaki? Harusnya ia lebih menderita dari pada aku.

Ku pukul dada ku beberapa kali berusaha menghilangkan sesak napas dan nyeri di dada ku. Namun ku makan lagi makanan ku agar ada tenaga ku melindungi dirinya lagi, kali ini lebih perlahan.


Ke esokannya aku bertemu dengan Kisaki saat sarapan. Wajahnya terlihat biasa saja, tak ada khawatir yang ia tunjukan pada diri ku.

“Kemana saja diri mu tiga hari ini?”

“Hm? Ada kok di kamar”

“Paviliun mu terkunci, ku ketuk tak ada jawaban” “Pergi kemana kamu tiga hari?”

“Hehe, marathon anime” ucap ku dengan cengiran ceria ku yang biasa ku perlihatkan.

“Hahh. Setidaknya jawab ketukan ku. Kalau begini rencana ku tak akan berjalan lancar dan kau tidak akan mendapat keseruan lagi dari diri ku”

Ah lagi-lagi rencana brengsek ini. “Ku kira kau ingin mengurus semuanya sendiri”

“Tidak lah!” “Aku masih membutuhkan mu”

Aku merasa senang karena di butuhkan, namun kata masih itu mengurung kesenangan ku kembali.

“Ikut aku besok”

“Ke?”

“Akan ku tunjukan sesuatu yang seru”

“Hmm ok”

Aku tidak tau lagi rencana apa yang di pikirkan oleh psikopat kesayangan ku ini. Namun selama dia bahagia aku tak masalah, walau aku sendiri tersakiti. Ya, aku bodoh. Tapi kalau sudah di teror penyakit seperti ini bagai mana bisa ku menolak.

Sempat terpikir oleh ku untuk melakukan operasi pengangkatan bunga ini. Namun mendengar resikonya, kurasa lebih baik mati dari pada kehilangan perasaan ku, sepertinya itu lebih menyiksa. Kau bisa bayangkan hidup tanpa perasaan, itu seperti raga yang hidup tanpa jiwa. Aku tak mau itu terjadi. Mungkin Kisaki bisa terluka jika aku benar-benar seperti itu.

Sesudah sarapan aku kembali mengunci diri di paviliun ku. Batuk ku sudah semakin parah, nyeri dada ku juga semakin parah. Kamar ku sudah seperti taman bunga yang penuh dengan kelopak bunga. Malas ku bersihkan kelopak-kelopak itu. Berbaring di atasnya lebih menyenangkan.


Malam menyapa, aku keluar dari kediaman ku menuju tempat-tempat kecil dan memporak porandakannya. Kenapa? Meluapkan emosi ku lagi. Bisa gila diri ku jika seperti ini terus. Ah, iya. Sekalian saja gila toh aku akan mati sedikit lagi.

Aku tertawa miris pada orang-orang di depan ku, pada orang-orang di bawah kaki ku, dan pada diri ku.

Ku sisir rambut ku kebelakang “Tak bisa kah kau bahagia karena diri ku, hei Kisaki”

“Hajar dia!” ucap pemimpin gerombolan orang bertubuh kekar itu dan langsung di tumbangkan semuanya oleh ku.

“Ahh, sekarang sudah selesai. Kemana lagi ku luapkan emosi ini?”

Seketika nyeri dada ku kambuh lebih parah lagi, dan batuk kelopak bunga ku pun di sertai oleh darah. Ku teguk 5 butir paracetamol-pereda rasa nyeri, painkiller-sekaligus. Dan nyeri di dada ku berangsur mereda.


Ke esokannya adalah hari Kisaki mengajak ku pergi ke tempat yang tak ku ketahui.

Aku membonceng dia dengan motor ku dan entah kenapa ia membawa tongkat baseball. Kami berdua memakai helm dan berbelok di sebuah gang perumahan, melihat kedua wanita yang berbincang bersama di pinggir jalan dengan warna rambut jingga pucat dan pirang.

Kisaki menyuruh ku untuk mempercepat laju motor ku, ia mengancang-ancang pemukul baseball nya dan memukul wanita berambut pirang yang ku tau bernama Emma tersebut. Sedangkan si rambut jingga pucat adalah orang yang di harapkan Kisaki menjadi kekasihnya, Hinata.

Hinata terjatuh ke tanah karena shock, dan aku mempercepat laju motor ku untuk kabur bersama kisaki. Ya, perasaan senang yang t'lah lama hilang ini kembali muncul. Namun sirna dalam sekejap.

“Seperti bukan diri mu saja” ucap ku

“Hm? Memangnya kenapa? Seru kan?”

“Iya, tapi aku tidak tau kau mau mengotori tangan mu sampai segitunya”

“Aku ingin mencoba bagaimana rasanya” dapat ku lihat cengirannya dari spion motor ku.

Kami kembali ke kediaman ku dan ia terus tersenyum sepanjang hari.


Saat ini bulan Desember seingat ku. Salju jelas sudah turun. Namun itu tak pernah membekukan bunga dalam paru-paru ku yang terus tumbuh. Sudah beberapa minggu semenjak kematian Emma, dan ku pantau Hinata sesekali yang menangis di kamarnya. Padahal setau ku mereka hanya teman.

Tanggal 29 Desember sekarang, tahun baru sedikit lagi. Dan Kisaki semakin mengabaikan ku, penyakit ku semakin parah. Ia berencana melamar Hinata hari ini di taman dekat rumahnya. Aku ikut dengannya untuk mengantarnya.

Dapat ku lihat ia berlutut sengan satu kaki, dada dan paru-paru ku berulah lagi.

Ia mengeluarkan cincinnya, batuk darah dan kelopak bunga ku semakin menjadi.

Ia mengambil tangan Hinata, napas ku terengah-engah tak teratur.

Hinata menamparnya, pandangan ku kabur namun aku berusaha keluar dari mobil untuk melindungi Kisaki.

Dapat ku lihat wajah memerah Kisaki karena tamparan Hinata. Perempuan itu sekarang menangis terduduk di tanah memegang dadanya yang mungkin terasa nyeri.

Namun alangkah kagetnya diri ku ketika melihat ia juga mengeluarkan kelopak bunga dari mulutnya.

“Jika kau benar-benar mencintai ku selama itu, KENAPA KAU TIDAK TERKENA PENYAKIT SIALAN INI!?” Hinata berteriak ke arah Kisaki yang membelalakan matanya.

Tapi benar juga apa yang dikatakan Hinata. Kenapa ia tidak mengidap penyakit yang sama dengan kami jika ia benar-benar mencintai Hinata?

“Rasanya menyiksa tau. Kau membunuh orang yang ku cintai. SEKARANG AKU TERSIKSA AKAN PENYAKIT INI DAN AKU TAK AKAN PERNAH SEMBUH KARENA AKU TAK TAU BAGAIMANA PERASAAN ORANG YANG KU CINTAI KARENA IA SUDAH MATI!”

Aku tak dapat bertahan sesampainya di belakang Kisaki, tubuhku ambruk ke tanah. Hinata menatap ku, tangan ku yang penuh darah dan beberapa kelopak bunga menempel di tangan dan baju ku.

“Kau...” wanita di hadapan ku ini ikut shock begitu melihat separah apa kondisi ku.

“Bukan kau saja yang merasakannya Hinata. Aku juga begitu. Namun sayangnya aku hanya dapat bergantung pada Kisaki”

Bohong. Itu supaya Kisaki tidak curiga.

“Kau harusnya bilang dari awal, Hanma!” teriak Kisaki kepada ku, matanya penuh ke khawatiran.

Aku menyukainya, tatap lah aku lebih dalam lagi.

“Hinata, ku saran kan kau melakukan operasi sekarang” “Dan Hanma, kita ke rumah sakit sekarang” ia membopong tubuh ku.

JANGAN MEMBERI KU HARAPAN BODOH!

Aku hanya bisa terbaring di kursi penumpang dengan lemah karena sesak napas ku. Sesampainya di rumah sakit aku langsung masuk ke kamar rawat inap dan Kisaki pergi mengurus segala hal yang di butuhkan.

“Kau harusnya bilang bodoh”

“Ya mau gimana lagi, aku tak mau kau merasa bersalah kepada ku karena mencintai resepsionis wanita di gedung yang kau ledakan karena kau tidak suka dengannya waktu kita di Itali”

“Kalau begitu operasi saja bunga-bunga sialan itu”

KAU GILA! Mana biasa ku bunuh perasaan ku semudah itu.

“Tidak! Aku tak akan kehilangan perasaan ku hanya demi bertahan hidup!”

“Lalu bagimana!? Aku juga membutuh kan mu!”

KAU TIDAK! Kau hanya memanfaat kan ku!

“Jika kau bersikeras untuk tetap mati, baiklah. Tanggal 30 tengah malam datang lah ke lahan kosong di perbatasan Tokyo dan Yokohama. Akan ku beri kau hadiah terakhir dari ku di sana”

Apa lagi ini ya Tuhan. Jangan membuat ku semakin berat meninggalkan dirimu, Kisaki!

“Baiklah”


Dan semenjak hari itu ia tak pernah lama tiap kali menjenguk ku. Namun ia tetap datang setiap hari. Ku mohon diam lah di samping ku! Ajal sedang dalam perjalanan untuk menjemput ku, aku takut sendirian. Kumohon! Pegang lah tangan ku saat ia menjemput ku, Kisaki.

Hingga tengah malam tanggal 30 Desember, aku mencopot paksa selang infus ku dan menggunakan kemeja serta celana panjang yang ada di lemari ruang rawat ku dan diam-diam keluar meninggalkan rumah sakit dengan taksi menuju lahan kosong yang di maksud Kisaki dengan tergesa-gesa.

Di sini gelap, apa Kisaki ingin membunuh ku?

“Hanma” suara yang Familiar memanggilku.

“Jika kau di sini untuk membunuh ku, ku mohon jangan kotori tangan mu dengan darah ku. Aku tidak akan menyukainya” aku memasang kuda-kuda bersiap akan apapun yang akan terjadi.

“Apa-apaan sih” ia tertawa menunjukkan cengiran bahagianya.

Ada apa dengannya?

“Kau tau Miniature Rose?”

“Jika maksudmu bom dengan daya ledak besar dan indah itu, ya aku tau”

“Aku memasangnya di puast Yokohama tadi pagi” mendengar ucapannya mataku membelalak.

“Kau gila! Bagaimana jika polisi menangkap kita!?”

“Itu tidak akan terjadi” senyumannya masih sama. “Pengendalinya ada pada ku” “Terima lah hadiah terakhir ku untuk mu, Hanma” ia menekan tombol itu.

Bom akan meledak dalam waktu 1 menit

Itu adalah peringatan dari sistem untuk bom tersebut. Namun tidak ada yang mengingatkan ku tentang ini.

Kisaki mencium ku.

Dengan dalam.

Ia menahan kepala ku.

Bahkan bergulat lidah dengan ku.

Dan ketika bom itu meledak, ia melepaskan pautannya dengan bibir ku dan mendorong ku cukup jauh.

“AKU MENCINTAI MU, HANMA!” teriaknya

Sedangkan aku terdiam berusaha mencerna apa yang terjadi. Dan asap mulai membentuk mawar di udara.

“Aku baru sadar aku mencintaimu semenjak kejadian aku melamar Hinata. Ia menampar ku lagi dengan kata-katanya” “Dan ketika aku sadar kau mengidap penyakit yang sama dengan Hinata, aku baru sadar kau juga mencintai ku. Namun kau berbohong, karena kau takut kehilangan diri ku”

Ku lihat asap tersebut sudah membentuk bunga mawar.

“Ini lah lamaran ku” “Menikah lah dengan ku, Hanma” “Tak perlu lagi sebatas pacar, kita sudah mengenal satu sama lain sangat lama”

Ia tidak memasangkan cincin di jari ku. Namun ia melemparkan cincin emas putih kepada ku bertuliskan namanya di dalamnya. Itu cincin yang sama dengan yang ia kenakan dan dapat ku tebak bahwa nama ku juga terukir dalam cincinnya.

“Dengan ledakan dan mawar asap ini sebagai bukti cinta ku dan bukti lamaran ku padamu”

Aku memasangkan cincin itu pada jariku. Ingin ku bergerak dan mengeluarkan suara, namun tubuh ku masih tak mau bergerak.

“Hanma, Your my love, my life, my beginning”

Air mataku mengalir. Dapat ku rasakan bunga di paru-paru ku sirna. Hendak ku berlari memeluknya.

“Jangan mendekat!” “Jika kau mencintai ku, jangan mendekat barang satu langkah pun!”

“Maka kemari lah diri mu!”

“Aku tidak bisa. Racun ini sudah masuk ke dalam tubuh ku” “Sedih rasanya harus berpisah saat aku baru menyadari perasaan ku. Mungkin ini lah hukuman dari Tuhan untuk ku” “Mulai sekarang aku akan mati dengan nama Shuji Kisaki”

“Kita belum menikah, bodoh! Kemari lah! Kita akan menikah di masa depan!”

“We can't!” “I'll see you in hell someday” “And when we see each other, let's get married in hell” “Let's waltzing together on top our sin”

Tak bisa ku keluarkan suara ku kecuali isakan tangisan.

“Ini lah hadiah ku untuk mu Hanma. Bernapaslah dengan bebas, hidup lah selama yang kau mau dengan membawa nama ku”

“Ini tak membuat ku bahagia, Kisaki!” teriak ku namun tak dihiraukannya.

“Ketika kau mati nanti Shuji Kisaki akan menyambut mu sebagai mempelainya di neraka”

“I love you, Kisaki. So please let me hug you” isakan ku tak kunjung berhenti.

“Aku tak ingin kau ikut mati bersama ku sekarang Hanma. Kau berada di luar batas zona menyebar racun dari bom ini. Jadi jangan mendekat dan biarkan aku mengucapkan semua kalimat terakhir ku”

Kenapa kaki ini tak mau bergerak!? Ayo lah! Tuan mu, cinta mu, hidup mu dalam bahaya!

“Aku ingin nama ku di ubah menjadi Shuji Kisaki. Dan aku ingin di kubur di samping mu nantinya. Bawa juga cincin itu ke liang kubur mu, supaya aku dapat mengenalimu di neraka nanti”

“Ketika aku masuk neraka nanti...hiks, siap kan pernikahan kita dengan baik”

“Tentu saja”

“Jangan lupakan perjanjian kita hari ini” “Walau seharusnya aku yang melamar mu”

“Maaf ya, aku mencuri kesempatan mu untuk melamar ku”

“Tak apa, yang penting kita bisa bersama” senyum ku menenangkannya walau mata ku berkata yang sebaliknya.

“Ini sisa tenaga terakhir ku, Hanma” “Ku tegas kan sekali lagi” “Shuji Hanma, you are my life and death love” setelah itu tubuh Kisaki jatuh ke tanah.

Tersiksanya diri ku tak dapat memeluk jasad mu. Teriakan ku lepaskan ke udara seiring dengan asap berbentuk mawar yang sirna.

Hilangnya penyakit ini malah membawa sakit baru dalam hidup ku.

“Hiks...Kenapa kau tidak lari keluar zona racun itu” “Kenapa kau mati!?” “Kau pikir aku senang dapat bernafas bebas seperti ini tanpa diri mu di sisi ku!?” “Ini menyiksa!”

Hampir aku kelepasan akan menghampiri dan memeluk tubuhnya, namun Hinata menahan ku.

“Jangan mengacaukan permintaannya!” “Jika kau benar-benar ingin mati hidup lah barang 3 hari lagi untuk mengabulkan permintaannya!” “Aku yakin ia menyadari kesalahannya, maka dari itu ia memilih tersiksa, mati lebih dulu di banding diri mu”

Aku kembali berlutut lemas meremas tanah di bawahku. Kau tak akan mengerti, tak akan ada orang yang mengerti, bagaimana tersiksanya diri mu tak dapat memeluk jasad kekasih mu ketika ia meninggal. Dan hal lain yang membuat ku semakin sakit hati adalah ciuman tadi saat bom tersebut meledak, itu adalah ciuman pertama dan terakhir kami dalam kehidupan.

Tak dapat ku rasakan lagi dua bongkah bibir itu, tak dapat ku rengkuh lagi tubuh itu, hanya melihatnya dari kejauhan. Hancur rasanya hidup ku.


Begitu lah dosa terakhir ku, mencintai sesama laki-laki. Aku ingin tau apa para iblis di neraka akan kagum mendengar kisah kami, mungkin Kisaki menceritakannya sambil menunggu ku.

Setelah itu aku menyerahkan diri kepada polisi. Aku meminta untuk di hukum mati karena tak kuasa ku kehilangan dirinya, calon suamiku. Dan 3 buah permohonan terakhir.

  1. Aku dan Kisaki dikubur menggunakan cincin pertunangan kami
  2. Aku dikubur di sebelah Kisaki
  3. Ubah nama Tetta Kisaki menjadi Shuji Kisaki, dan tertulis di nisan. Dan status kami berdua adalah menikah, sepasang suami.

Aku tidak peduli bagaimana cara mereka mengabulkan permohonanku, apa lagi yang ke 3. Namun mereka berhasil mengabulkan seluruh permohonan ku.

Dan sekarang di sini lah aku, di hadapan tali gantung dimana kepala ku berada nantinya.

Aku memasukan kepala ku ke lengkungan tali itu dengan senyuman.

Hey Shuji Kisaki, my life and death love. I hope you've done preparing our wedding in hell


END♡