Belajar Mengemudi Mobil, Bisa Karena Terpaksa

Setelah melewati beberapa dekade usia, baru tahun 2019 saya berani belajar mengemudi mobil. Telat banget sih kata orang. Idealnya belajar nyetir mobil itu di usia 20 tahunan, saat semangat darah muda yang berani mencoba masih menggelora. Halah…

Awalnya karena terpaksa. Di keluarga saya, yang biasa mengemudi mobil adalah para pria. Sementara para wanita mentok di mengemudi sepeda motor, yang kalau panas ya kulit kepanasan, kalau hujan ya badan basah kehujanan.

Mulailah muncul provokasi agar saya mau belajar mengemudi mobil. Biar mobilitas saya lebih fleksibel, katanya. Padahal bisa jadi alasan sebenarnya adalah agar para pria itu punya kesempatan mager lebih banyak. Huh! Muslihat.

Sehingga di pertengahan tahun 2019, saya mendaftar ke sebuah lembaga kursus setir mobil. Latihan setir mobilnya menggunakan properti milik lembaga. Berupa mobil avanza manual, yang sudah dilengkapi dengan pedal rem tambahan di sisi sebelah kiri, tepat pada posisi kaki instruktur. Kalau siswa kursus panik dan lupa ngerem, tenaang ada instruktur yang sigap mengamankan.

Saya mengambil paket kursus enam kali pertemuan, total 11 jam termasuk teori dan praktek. Instruktur kursus masih muda, seorang mahasiswa yang memiliki teknik komunikasi yang bagus. Ilmu yang dia sampaikan mudah dipahami, orangnya sabar dan menyenangkan saat mendampingi praktek mengemudi.

Setelah paket kursus selesai dijalani, apakah saya langsung berani menyetir sendiri?

Ternyata tidak, Fernando.

Mobil yang stand by untuk latihan di rumah saat itu adalah kijang kapsul, keluaran tahun 1999. Tentu jauh berbeda teknologi dan power mesinnya dibandingkan dengan mobil yang saya gunakan saat kursus. Berkali-kali saya mencoba mengemudikan kijang kapsul itu. Tetap saja terasa menakutkan, seperti mengendarai raksasa.

Yaaa…yaaa… ini alasan saya saja sebenarnya. Intinya saya takut mengemudikan mobil sendirian tanpa didampingi instruktur.

Setahun berlalu tanpa ada progress yang menjanjikan. Mobil kijang kapsul merana karena jarang digunakan.

Tanpa saya duga, di akhir tahun 2020, Allah berbaik hati mengirimkan rezeki mobil mungil dengan transmisi otomatis. Sebuah hadiah dari saudara saya. Mungkin saudara saya itu kasihan melihat saya berkali-kali mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor.

Nah, hadiah datang beserta sebuah masalah. Masalahnya saya belum percaya diri mengemudikan mobil sendirian hihihi…

Dengan menebalkan muka, saya menghubungi instruktur mobil yang dulu melatih saya. Saya remidi, mendaftar kursus ulang. Bedanya kali ini saya minta ijin menggunakan mobil pribadi, tanpa rem pengaman tambahan. Jadi kalau saya telat ngerem, bisa celaka kami semua hahaha…

Instruktur saya menyanggupi, dengan syarat kursus full praktek, tanpa banyak teori dan instruksi. Saya sendiri yang harus membuat rencana mau kemana dan belajar apa saja. Dia hanya bertugas mendampingi dan memberikan evaluasi setiap akhir pertemuan. Empat hari, empat kali pertemuan dengan durasi total 9 jam.

Rencana saya saat itu sederhana, sesuai dengan apa yang saya butuhkan sehari-hari. Praktek parkir seri dan paralel, keluar masuk garasi rumah, keluar masuk gang kampung yang sempit. Praktek mengemudi di jalan tanjakan dan turunan di dalam kota. Praktek mengendalikan mobil di jalan tanjakan dan turunan yang masuk ke desa-desa. Hari terakhir saya minta ditemani mengemudi ke luar kota.

Kursus remidi ini benar-benar praktek mandiri. Instruktur hanya mengawasi, mengarahkan rute perjalanan sambil sesekali mengingatkan tentang etika berlalu lintas yang baik dan benar. Setiap selesai satu pertemuan, instruktur akan memberi catatan evaluasi. Mendiskusikan apa saja skill mengemudi yang perlu saya benahi. Rute perjalanan sering tidak terduga, tanjakan, turunan, tikungan tajam tak terhitung banyaknya. Jauh lebih sulit dan menakutkan daripada rute aman di kursus sebelumnya.

Selesai menjalani kursus remidi ini, saya memaksa diri untuk sering-sering mengemudi ke mana saja. Karena ujian sebenarnya bukanlah saat ujian mendapatkan Surat Ijin Mengemudi. Ujian mengemudi mobil yang sesungguhnya adalah di jalan umum yang padat kendaraan, semua kemungkinan bisa terjadi.

Tidak selalu lancar, terutama dalam mengendalikan emosi. Prestasi saya di minggu-minggu pertama ssetelah kursus adalah menabrak pagar rumah kakak saya. Beberapa kali mobil saya nyungsruk menabrak pagar tanaman tetangga dan menumbur tembok rumah saya akibat salah mengukur besaran gas dan rem ketika keluar masuk garasi. Untung tidak sampai penyok mobilnya.

Trauma? Nggak lah… Saya fokus membayangkan keseruan dan hal-hal menyenangkan yang menunggu saat saya sudah lancar dan terbiasa mengemudikan mobil.

Bisa karena terbiasa meskipun diawali dengan terpaksa. Saran saya untuk para wanita yang ingin belajar mengemudi mobil, pilihlah instruktur yang sabar dan memberi ruang untuk beradaptasi. Butuh suasana yang santai agar tidak mudah panik saat belajar mengemudi. Usia bukanlah halangan untuk mempelajari hal-hal yang baru.