Dipukulin

Zora menggerutu sepanjang jalan. Ia kesal pada Daelan yang tiba-tiba tidak bisa menjemputnya. Malam hari begini mana ada taksi lewat.

Langkahnya terhenti setelah melihat seseorang yang di pukuli oleh sekelompok 3 orang. Zora berhenti, memincingkan matanya melihat siapa yang dipukuli itu.

“Kayak mobilnya Sagara.” ucapnya dalam hati.

Sagara tidak bisa melawan dikarenakan lawannya yang cukup banyak dan tidak ada persiapan sama sekali.

Zora berusaha mendekat, walau sekujur kakinya berubah menjadi lemas.

“Kalo gue lawan, gue juga kalah lah.”

“Ayo ide muncul gue harus bantuin Sagara.”

Suara sirine polisi terdengar sangat jelas. Tidak! Polisi tidak datang. Bunyi tersebut berasal dari ponsel Zora.

Ya..akhirnya ia menemukan ide keren.

Orang-orang tersebut kabur setelah mendengar bunyi itu. Dirasa sudah cukup aman Zora bersiap lari untuk melihat keadaan Sagara.

Benar saja apa yang dia pikirkan. Sagara sudah babak belur dan tersungkur jatuh ke aspal.

“Gar bangun!” seru Zora seraya menepuk bahu Sagara pelan.

“Hmm.”

Zora lega setelah mendengar suara Sagara. Artinya ia tidak mati.

Zora membopong tubuh Sagara yang jauh lebih besar darinya. Untungnya ia kuat, dari kecil ibunya sudah mengajarkannya untuk mengangkat galon air sendiri.

Zora pelan-pelan memegang kepala Sagara untuk disenderkan pada kursi mobil.

“Gar aduh ini gimana cara ngendarainnya? Kayak mobil biasa kan?” tanyanya sambil memasang sabuk pengaman di badannya.

Dengan modal nekat ia mampu melajukannya.

“Gar.” panggil Zora

Tidak ada jawaban.

“Gar…masih idup kan lo?” tanya Zora lagi

“Hmm.”

“Eh gue bawa lo kemana?”

Zora masih fokus menyetir. Ia dengan sangat hati-hati membawa mobil yang tidak pernah ia kendarai.

Sebenernya Zora bisa menyetir hanya saja ini sedikit berbeda. Tipe mobilnya berbeda jadi ia takut tidak bisa.

“Rumah lo dimana?”

“Apartemen sudirman.”

Zora melajukan mobilnya menuju apartemen Sagara. Ia memarkirkan mobil di basement.

Membuka pintu kemudian membantu Sagara untuk berjalan.

“Gue bisa sendiri.” ujar Sagara melepas rangkulan itu.

Namun satu menit kemudian Sagara jatuh ke bawah. Zora berdecak kesal.

“Makanya gue bantuin aja sini.” ucapnya sambil membopong

“Pinnya berapa?”

“121212.”

Seluruh badannya terasa sangat sakit. Efek dipukuli ternyata sangat dahsyat.

“Sini gue obatin dulu.”

Sagara menepis tangan Zora yang sudah siap untuk mengobatinya.

Zora terpaksa memegang dagu Sagara agar menoleh kearahnya. Ia tidak peduli Sagara akan marah setelah ini atau tidak.

“Ah.”

“Makanya kalo diobatin tuh diem. Banyak gerak sih lo.”

Sagara mau nggak mau harus menuruti perkataan wanita ini. Ia diam-diam memandangi wajah cantik yang tidak pernah ia lihat sedekat ini.

“Udah.” ucap Sagara memalingkan wajahnya.

“Belom selesai.”

Lagi-lagi Zora menariknya. Sagara menelan ludah dan memejamkan matanya agar tidak terasa sakit.

“Udah selesai. Sekarang lo boleh gerak.” jelas Zora dengan senyum manis dibibirnya.

“Lo tinggal sendiri?” tanya Zora

“Lo liat orang selain gue?”

Zora menaladahkan padangannya. Hanya ada anjing berwarna putih berbulu lebat yang lucu.

“Nggak.”

“Kayak gitu aja masih nanya.”

“Malu bertanya sesat dijalan tau.”

Sagara memejamkan matanya tidak peduli ocehan apalagi yang keluar dari mulut gadis itu. Ia berusaha meng istirahatkan badan dan juga fikirannya yang entah kemana.